Selasa, 25 Februari 2014



 EYANG HAJI GENTAR BUMI
(SYEKH QUDROTULLAH)

Eyang Haji Gentar Bumi adalah seorang aulia yang bermukim di Selatan Sukabumi. Semasa hidupnya, tokoh ini juga dikenal dengan nama Wali Sakti Qudratullah. Dia mengemban tugas mensyiarkan Islam di wilayah Selatan Sukabumi yang berbatasan dengan Pandeglang, Banten. Konon pada masanya, wilayah Selatan Sukabumi, tepatnya di kaki Gunung Halimun, menjadi basis pelarian sisa-sisa laskar Pajajaran yang melarikan diri.
Tak banyak kisah perjalanan hidup yang tertinggal dari sosok waliyullah yang kesohor ini. Tak ada literature resmi yang menceritakan perjuangannya. Namun sebuah sumber menceritakan, Eyang Haji Gentar Bumi adalah seorang manusia yang takqwa. Dia adalah perpaduan sempurna dari keturunan wali Cirebon dan ulama besar di Garut, Jawa Barat. Masa kecilnya dihabiskan di sebuah pondok di Garut. Setelah cukup dengan ilmu agama dan kadigdayaan, Eyang Haji Gentar Bumi mulai mengembara. Dengan kebijaksanaan dan kesaktiannya, Eyang Haji Gentar Bumi berhasil mengalahkan lawan-lawannya dan menjadikan mereka sebagai santri-santrinya.
Kesaktian Eyang Haji Gentar Bumi memang kesohor. Tak ada musuh yang sanggup berdiri tegak di hadapannya manakala mereka tengah bertarung. Dengan sekali hentakan kaki Eyang Haji Gentar Bumi, setiap musuhnya pasti oleng. Mereka merasa tanah yang dipiajaknya bergetar serasa dilanda gempa dahsyat.
Makam Eyang Haji Gentar Bumi berada di kaki Gunung Halimun, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Berada di bukti kecil, makam keramat yang memiliki areal luas di tengah sejuknya udara pegunungan ini kerap dijadikan sebagai tempat pertapaan terakhir bagi orang-orang yang ngalab ilmu hikmah. Keramat ini dipercaya banyak orang sebagai persemedian terakhir untuk menyempurnakan ilmu kesaktian.
Berbekal sedikit informasi, Misteri meninvestigasi kekuatan mistik yang terdapat di makam keramat Eyang Haji Gentar Bumi. Ditemani Ustadz Abdul Qodir dari Sukabumi, Misteri tiba di tempat selepas dzuhur. Sambil istirahat di depan makam, kami bisa menyaksikan pemandangan ke segala arah.
Meski berada jauh di kaki gunung Halimun, areal makam ini nampak asri dan terawat dengan baik. Batu-batu menhir bertebaran menghiasi taman-taman di sekelilingnya. Sementara batu-batu alam tertata apik di sekeliling makam, nampak seperti lantai yang terbuat dari marmer hitam. Empat buah tiang penyangga cungkup pun tak kalah artistiknya. Terbuat dari kayu hitam berukir, yang menyangga cungkup berukiran kayu jati.
“Bangunan ini sumbangan dari seorang pejabat Pemda Karawang,” kata seorang peziarah.
Setelah cukup istirahat, Ustadz Abdul Qodir atau Abah Qodir mulai melakukan tawasulan, mengirim doa-doa khusus. Misteri duduk di belakang Abah Qodir sambil menyelidik ke segala arah.
Sudah lewat 20 menit Abah Qodir duduk di depan makam, namun Misteri tak menyaksikan peristiwa gaib apapun. Namun tak lama berselang, Abah Qodir tiba-tiba meraung dan merintih-rintih seperti kesakitan. Tubuhnya oleng, meliuk-liuk seperti tertiup angin.
Setengah terkejut Misteri menghampiri Abah Qodir. Dia tak bergeming. Abah Qodir tetap duduk meditasi dengan mata terpejam. Tiba-tiba angin puyuh menghembus di atas makam Eyang Haji Gentar Bumi. Kekuatannya menyingkap gamis dan sorban yang dikenakan Abah Qodir. Misteri yang berada di sisi kiri makam tentu saja kaget merasakan tiupan angin dingin yang datang tiba-tiba itu.
Belum hilang keterkejutan Misteri, tiba-tiba tubuh Abah Qodir terjerembab, telentang dengan mata melotot. Nampak jelas raut muka lelaki 48 tahun ini diliputi rasa cemas. Sesaat kemudian Abah Qodir baru bisa menguasai diri dan mengucap istighfar. “Astaghfirullah!” Ucapnya, lirih.
“Ada apa, Bah?” Tanya Misteri.
Abah Qodir tak menjawab. Dia malah bangkit dan menjauh dari makam. Dalam dalam tasnya dia kemudian mengambil minuman dan menenggaknya hampir habis.
“Tadi saya berusaha mengundang gaib penghuni makam ini. Tapi dia tidak mawujud, saya hanya melihat hewan-hewan gaib peliharannya,” jelas Abah Qodir setengah berbisik.
Sebenarnya, banyak hal yang ingin Misteri ketahui dari pengalaman Abah Qodir. Tapi melihat kondisinya yang nampak lelah, sementara Misteri memilih diam. Mungkin Abah Qodir perlu waktu sedikit untuk mengatur napas dan menghisap sebatang rokok.
Setelah tenang, Misteri mengajak Abah Qodir duduk di tangga menuju makam. Beberapa menit kemudian, Abah Qodir baru menceritakan pengalamannya.
Menurutnya, setelah tawasul dan membuka pintu alam gaib dia melihat pemandangan yang menakjubkan. Kebun yang luas dan sawah yang berada di sekeliling makam Eyang Haji Gentar Bumi itu tiba-tiba berubah dipenuhi ribuan ekor kerbau, sapi dan kambing. Hewan-hewan itu bergerombol makan rumput seperti tak memperdulikan kehadiran Abah Qodir.
Setelah diteliti, hewan-hewan itu ternyata seluruhnya berkulit dan berbulu putih atau bule. “Saya benar-benar takjub melihat pemandangan itu,” aku Abah Qodir.
Namun beberapa saat kemudian hal yang tak diinginkan terjadi. Abah Qodir melihat seekor kerbau bule dengan tanduk panjang mengamuk, membuat kawanan bintang itu panik dan berlarian ke segala arah. Abah Qodir yang berdiri tak jauh dari gerombolan kambing tentu saja ikut terkena imbasnya. Kambing-kambing berlarian. Beberapa ekor di antaranya menabrak Abah Qodir.
“Saya melihat ada hal yang tak beres di sana, lalu saya cepat kembali ke alam ini,” jelas Abah Qodir.
Makam Eyang Haji Gentar Bumi memang keramat. Misteri dapat merasakan aura gaibnya yang terpancar kuat. Hal ini pun dirasakan oleh dua orang anak muda yang datang dari dalam surau yang berada di bawah makam. Anak-anak muda yang mengaku bernama Ahmad Gibran, 20 tahun, dan Jumat, 27 tahun, ini juga pernah mengalami hal mistik di makam Eyang Haji Gentar Bumi.
Ahmad Gibran, pemuda lajang asal Ciapus, Bogor mengaku datang ke makam Eyang Gentar Bumi atas perintah gurunya Haji Uu Supriatna di Cikaret, Bogor. Sesuai perintah gurunya, Ahmad harus menyempurnakan ilmunya di makam ini dengan membaca Doa Nurbuwat sebanyak 118 kali setelah shalat Hajat.
Sejak berguru pada H. Uu Supriatna, Ahmad mengaku telah 10 kali datang ke makam Eyang Haji Gentar Bumi. Dan setiap kali datang Ahmad harus menginap paling tidak 10 hari untuk menyempurnakan ilmunya.
Disebutkan H. Uu Supriatna, makam Eyang Haji Gentar Bumi adalah tempat musyawarahnya para aulia pulau Jawa. Jika mereka hadir di sana, tanda-tandanya dapat terlihat dengan harum bunga melati di sore hari. Padahal di sekitar tempat itu tidak terdapat bunga melati atau sedap malam. Anehnya, wangi bunga-bunga itu sering tercium pada malam purnama.
Seperti juga Ahmad, Jumat datang ke makam ini untuk menyempurnakan ilmunya. Sudah 5 kali Jumat dia datang ke makam ini dan setiap kali datang dia harus nginap paling tidak 7 malam.
Ada hal gaib yang pernah dialaminya. Suatu sore setelah membacakan dzikir di depan makam, Jumat dikagetkan olah sekelebatan bayangan yang datang dari tangga menuju makam. Makin lama bayangan itu nampak jelas seorang tua berjubah hijau. Meski ada rasa takut namun Jumat menguatkan hatinya untuk tetap duduk di tempatnya. Sebab dia yakin makhluk ini bukan manusia, tapi pastilah makhluk halus.
Tak ada kata-kata apapun yang keluar dari mulut Jumat. Begitu juga dengan makhluk yang baru saja hadir itu. Makhluk itu terus berjalan melintas makam dan sejenak berdiri di depan makam. Tak jelas apa yang dilakukannya, namun pasti makhluk itu membaca sesuatu lalu mengusap wajahnya. Sesaat kemudian dia kembali berlalu menuruni anak tangga ke arah gunung Halimun dan menghilang di balik pohon.
“Saya yakin itu pastilah wujud gaib Eyang Haji Gentar Bumi. Mungkin dia hendak ke puncak Halimun,” kenang Jumat.
Menelisik dunia gaib memang tidak mudah. Tapi kita harus yakin bahwa hal-hal gaib itu benar adanya. Demikian pula dengan makam Eyang Haji Gentar Bumi. Banyak orang telah membuktikan keangkerannya.








MAMA AANG NUH GENTUR

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYGWz5gYMgrQDWo_-AOA5sjsk2kscpdzxIZG3jEDhSJocT4iqDaScw4ce8KPfSlvhQSq5CvqUi_kgDdja_ffnISw_RHbQvcotRtULCEAxaUbMCvMfkPbrqCTFs3p7ChxmtXQhsSrx-OA/s1600/Mama+Aang+Nuh.jpg

 NASABNYA :
Silsilah Keturunan Mama Aang Nuh Gentur
Dari pihak Ibu:

1.  Nabi Muhammad Saw
2.  Sayyidina Ali karroma Allahu wajhahu dan Fatimati Azzahro’
3. Sayidina Husein As.
4. Sayyidina Ali Zaenal Abidin Ra.
5. Muhammad Al Baqir
6. Ja'far Ashodiq
7. Ali AI'Aridhi
8. Muhammad
9.Isa Albasyari
10. Ahmad Al Muhajir
11. Ubaidillah
12. 'Uluwi
13. Ali Kholi'i Qosim
14. Muhammmad Shohibul Murobath
15.‘Uluwi
16. Abdul Malik
17. Abdullah Khona
18. Imam Ahmad Syah
19.Jamaludin Akbar
20.Asmar Kandi Gisik Karjo Tuban
21.Ishak Makdhum
22 Muhammad Ainul Yaqin
23. Sunan Giri Laya
24. Wira Candera
25. Kentol Sumbirana
26. Rd. Ajeng Tanganziah
27. Waliyullah Syeikh Haji Abdul Muhyi Pamijahan
28. Syekh Abdullah
29. Syekh Tubagus Nidhor
30. Syekh Abdul Qodir Cihaneut
31. Syekh Muhammad Sa`id
32. Syekh Ahmad Syathiby
33. Mama Aang Nuh Gentur

Dari ayah:

1.   Nabi Adam As.
2.   Nabi Syis As.
3.   Anwar ( Nur cahya )
4.   Sangyang Nurasa
5.   Sangyang Wenang
6.   Sangyang Tunggal
7.   Sangyang Manikmaya
8.   Brahma
9.   Bramasada
10. Bramasatapa
11. Parikenan
12. Manumayasa
13. Sekutrem
14. Sakri
15. Palasara
16. Abiyasa
17. Pandu Dewanata
18. Arjuna
19. Abimanyu
20. Parikesit
21. Yudayana
22. Yudayaka
23. Jaya Amijaya
24. Kendrayana
25. Sumawicitra
26. Citrasoma
27. Pancadriya
28. Prabu Suwela
29. Sri Mahapunggung
30. Resi Kandihawan
31. Resi Gentayu
32. Lembu Amiluhur
33. Panji Asmarabangun
34. Rawisrengga
35. Prabu Lelea ( maha raja adi mulya )
36. Prabu Ciung Wanara
37. Sri Ratu Dewi Purbasari
38. Prabu Lingga Hyang
39. Prabu Lingga Wesi
40. Prabu Susuk Tunggal
41. Prabu Banyak Larang
42. Prabu Banyak Wangi / Munding sari I
43. ( a ) Prabu Mundingkawati / Prabu Lingga Buana
             / Munding wangi (Raja yang tewas di Bubat)
      ( b ) Prabu boros ngora / Buni sora suradipati
              / Prabu Kuda lelean berputra : Ki Gedeng Kasmaya
44. Prabu Wastu Kencana / Prabu Niskala wastu kancana
      / Prabu Siliwangi I
45. Prabu Anggalarang / Prabu Dewata Niskala /
      Jaka Suruh ( Raja Galuh / Kawali )   
46. Prabu Siliwangi II / Prabu Jaya dewata
      / Raden Pamanah rasa / Sri Baduga Maha Raja
47. Ratu Galuh
48. Ratu Puhun
49. Kuda Lanjar
50. Mudik Cikawung Ading
51. Entol Penengah
52. Sembah Lebe Warto Kusumah
53. Syekh Abdul Muhyi Pamijahan
54. Syekh Abdullah
55. Syekh Tubagus Nidhor
56. Syekh Abdul Qodir Cihaneut
57. Syekh Muhammad Sa`id
58. Syekh Ahmad Syathiby
59. Mama Aang Nuh Gentur

PARA GURUNYA :

1.    Ayahnya sendiri yakni Mama Ajengan Kaler ( K.H.Ahmad Syathiby)
2.    Uaknya yakni Mama Ajengan Kidul K.H. Muhammad Qurthuby
3.    Mama Cijerah K.H. Muhammad Syafi`i

TEMAN SEPERJUANGANNYA DI PONDOK PESANTREN CIJERAH :
1. Mama Sindang Sari ( K.H.Thoha bin K.H.Muhammad Showi )
2. Mama Badaraksa ( K.H.Thoha bin K.H.Hasan Al-Mustawi )
3. Mama Gelar ( K.H.Abdus Shommad )
4. Mama Obay karawang
5. Mama Syarifuddin Ponpes Fathul Huda cipaku Samarang garut
6. Ir.Soekarno Hatta ( Presiden RI pertama )
7. Dll.
AWAL KARAMAH NYA :
di waktu beliau berziarah ke makam Habib  Husen bin Abu bakar Al-Aydrus di Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta, beliau langsung bertemu secara jaga ( yaqozhoh ) dengan Habib  Husen bin Abu bakar Al-Aydrus dan di sambut baik sambil keluar dari dalam kuburnya....kemudian ditalqin dan di baiat langsung oleh Habib  Husen bin Abu bakar Al-Aydrus pemilik makam keramat luar batang....Masya Allah....itu semua adalah kekuasaan Allah Swt.

SEBAGIAN KARAMAH NYA :
- naik di atas monas dan ditembaki oleh jepang tahu-tahu berada di rumahnya
- masuk kedalam drum di tembaki oleh blanda tahu-tahu berada di rumahnya
- orang yang sedang melamun ditempelengnya kemudian  di suruh jualan peuyeum ubi kemudian orang tersebut mendadak kaya
dan banyak lagi Karamah yang lainnya yang belum Admin. tulis.....
Beliau wafat pada tahun 1990 M. semoga beliau dirahmati Allah...Aaaaaamiiiin.


BIOGRAFI RADEN ARIA WIRATANUDATAR DALEM CIKUNDUL CIANJUR
RADEN DJAYASASANA ARIA WIRATANUDATAR DALEM CIKUNDUL
 
Rd. Kj. Aria Wiratanudatar yang dikenal sebagai Kj. Dalem Cikundul Beliau adalah penyebar Islam sekaligus Bupati Cianjur pertama, di Kp.Cijagang Ds.Majalaya Kec.Cikalong Kulon Kab. Cianjur

Dari kejauhan nampak di atas sebuah bukit yang sekelilingnya menghijau ditumbuhi pepohonan yang rin-dang. berdiri sebuah bangunan cukup megah dan kokoh.Bangunan yang sangat artistik dengan nuansa Islam itu. tiada lain makam tempat dimakamkannya Bupati Cianjur Pertama, R Aria Wira Tanu Bin Aria Wangsa Gopa-rana periode (1677-1691)yang kemudian terkenal dengan nama Dalem Cikundul.

Areal makam yang luasnya sekitar 300 meter itu. berada di atas tanah seluas 4 hektar puncak Bukit Cijagang. Kampung Majalaya, Desa Cijagang, Kecamatan Cikalong-kulon. Cianjur, Jawa Barat atau sekitar 17 Km kearah utara dari pusat kota Cianjur.Makam Dalem Cikundul, sudah sejak lama dikenal sebagai obyek wisata ziarah. Dalem Cikundul. konon tergolong kepada syuhada sholihiin yang ketika masih hidup dan kemudian menjadi dalem dikenal luas sebagai pemeluk agama Islam yang taat dan penyebar agama Islam.

Catatan sejarah dan cerita yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, tahun 1529 kerajaan Talaga direbut oleh Cirebon dari Negara Pajajaran dalam rangka penyebaran agama Islam, yang sejak itu, sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam.Tetapi raja-raja Talaga. yaitu Prabu Siliwangi. Mun-dingsari. Mundingsari Leutik, Pucuk Umum. Sunan Parung Gangsa. Sunan Wanapri, dan Sunan Ciburang, masih menganut agama lama, yaitu agama Hindu.Sunan Ciburang memiliki putra bernama Aria Wangsa Goparana. dan ia merupakan orang pertama yang memeluk agama Islam, namun tidak direstui oleh orang tuanya. Akhirnya Aria Wangsa Goparana meninggalkan keraton Talaga. dan pergi menuju Sagalaherang.

Di Sagalaherang, mendirikan Negara dan pondok pesantren untuk menyebarkan agama Islam ke daerah sekitarnya. Pada akhir abad 17. ia meninggal dunia di Kampung Nangkabeurit, Sagalaherang dengan meninggalkan dua orang putra-putri, yaitu. DJayasasana, Candramang-gala, Santaan Kumbang. Yu-danagara. Nawing Candradi-rana, Santaan Yudanagara, dan Nyai Mas Murti.Aria Wangsa Goparana, menurunkan para Bupati Cianjur yang bergelar Wira Tanu dan Wiratanu Datar serta para keturunannya. Putra sulungnya Djayasasana dikenal sangat taqwa terhadap Allah SWT. tekun mempelajari agama Islam dan rajin bertapa.

Setelah dewasa Djayasasana meninggalkan Sagalaherang. diikuti sejumlah rakyatnya. Kemudian bermukim di Kampung Cijagang, Cikalong-kulon. Cianjur, bersama .pengikutnya dengan bermukim di sepanjang pinggir-pingir sungai.Djayasasana yang bergelar Aria Wira Tanu, menjadi Bupati Cianjur atau Bupati Cianjur Pertama periode (1677-1691).
meninggal dunia antara tahun -1706 meninggalkan putra-puteri sebanyak 11 orang , masing-masing
1. Dalem Aria wiramanggala.
2. Dalem Aria Martayuda (Dalem Sarampad).
3. Dalem Aria Tirta (Di Karawang).
4. Dalem Aria natamanggala (Dalem aria kidul/gunung jati cjr),
5. R.Aria Wiradimanggala(Dalem Aria Cikondang)
6. Dalem Aria Suradiwangsa (Dalem Panembong),
7. Nyai Mas Kaluntar .
8. Nyai Mas Bogem
9. Nyai R. Mas Karangan.
10. Nyi R.mas KAra
11. Nyai Mas Djenggot

Beliau Juga memiliki seorang istri dari bangsa jin Islam, dan memiliki tiga orang putra-putri, yaitu
1. Raden Eyang Surya-kancana. yang hingga sekarang dipercayai bersemayam di Gunung Gede atau hidup di alam jin.
2. Nyi Mas Endang Kancana alias Endang Sukaesih alias Nyai Mas Kara, bersemayam di Gunung Ceremai,
3. R. Andaka Warusaja-gad (tetapi ada juga yang menyebutkan bukan putra, tetapi putri bernama Nyai Mas Endang Radja Mantri bersemayam di Karawang).

Bertitik tolak dari situlah, Dalem Cikundul sebagai leluhurnya sebagian masyarakat Cianjur, yang tidak terlepas dari berdirinya pedaleman (kabupaten) Cianjur. Maka Makam Dalem Cikundul dijadikan tempat ziarah yang kemudian oleh Pemda Cianjur dikukuhkan sebagai obyek wisata ziarah, sehingga banyak dikunjungi penziarah dari pelbagai daerah.Selain dari daerah-daerah yang ada di P Jawa, banyak juga penziarah dari luar P Jawa seperti dari Bali. Sumatra. Kalimantan, banyak juga wisatawan mancanegara. Penziarah setiap bulan rata-rata mencapai 30.000 lebih pengunjung, mulai dari kalangan masyarakat bawah, menengah, hingga kelas atas, dan ada pula dari kalangan artis.

Maksud ziarah itu sendiri sebagaimana diajarkan dalam Islam, supaya orang eling akan kematian. Disamping itu, ziarah kepada syuhada solihin selain mandoakanya juga untuk tawasul memohon kepada Allah SWT melalui syuhada solihin sebagai perantara terhadap Allah SWT. Karena syuhada solihin lebih dekat dengan Allah SWT. umumnya yang berziarah antara lain ada yang ingin memperoleh kelancaran dalam kegiatan usahanya, dipercaya atasan, cepat memperoleh jodoh, dan lainnya. Sebelum melaksanakan ziarah di pintu masuk makam harusnya diberi nasehat-nasehat oleh juru kunci, dimaksudkan agar tidak sesat(tidakmenyimpang dari akidah dan tidak terjerumus kedalam jurang kemusyrikan

Makam Dalem Cikundul. semula kondisinya sangat sederhana. Tahun 1985 diperbaiki oleh Ny Hajjah Yuyun Muslim Taher istrinya Prof Dr Muslim Taher (Alm) Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta. Biaya perbaikannya menghabiskan sekitar Rp 125 juta.Sekarang ini, biaya perawatannya Selain dari para donator tetap juga hasil infaq so-dakoh dari para pengunjung. Belum lama ini telah selesai dilakukan perbaikan atap bangunan gedung utama ber ukuran 16x20 meter, perbaikan masjid untuk wanita berukuran 7x7 meter. Menyusul akan dibangun lantai II tempat peristirahatan bagi para peziarah.

Di tempat berziarah Makam Dalem Cikundul ini. banyak disediakan Fasilitas untuk para penziarah mulai dari masjid untuk wanita dan laki-laki serta tempat peristirahatan. Dan sebelum memasuki areal tempat berziarah ada pula penginapan yang dikelola Dipenda Kabupaten Cianjur.Sebagai penziarah ada yang memiliki anggapan bila berziarah ke Makam Dalem Cikundul menghitung jumlah tangga sesuai dengan jumlah tangga sebenarnya, dapat diartikan maksud atau tujuan hidupnya akan tercapai. Itu sebabnya, tidak heran para penziarah ketika naik tangga untuk menuju sebuah bukit tempat Makam Dalem Cikundul. sambil menghitung jumlah tangga.jumlah tangga yang menuju lokasi makam yaitu tangga tahap pertama Jumlahnya 170 tangga. Kenapa tangga itu dibuat 170 buah. Dikemukakan bahwa jumlah itu diambil dari bilangan atau hitungan membaca ayat kursi yang sering dilakukan orang, yang juga sering dilakukan Dalem Cikundul. dan jumlah tangga tahap kedua sebanyak 34 buah."Mengenai ada anggapan apabila menghitung tangga sama Jumlahnya sama dengan jumlah tangga yang sebenarnya,insyaallah konon do'anya bakal dikabul segala maksud atau keinginan, tergantung kepercayaan masing-masing atau hanya sugesti saja." karena hal ini tergantung kebersihan niat dari para peziarah.

Rundayan Para Bupati Cianjur Dari periode 1940-2011

1. R.A. Wira Tanu I /Rd Djayasasana (1640-1691)/(1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II / Rd.Aria Wiramanggala)(1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III /RA. Astra Manggala(1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV/ Rd. Sabirudin(1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V /Dalem Muhyidin(1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI/Dalem Aria Enoh (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)



Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLoDhg2iA0lY4pFQijZaxJeznNhceZFHWo1QESDgDbLis3cnqJw-MY9C2O72EI-owRjMLEniYgohnehdcv3rCCoUFIAunvdKGC4F97OEWEesSRxH_a5_brcN18YWAJ7lpFe7iw2EaOfb3a/s1600/SYEKH+IHSAN+JAMPES.jpg

Syaikh Ihsan lahir pada 1901 M. dengan nama asli Bakri, dari pasangan KH. Dahlan dan Ny. Artimah. KH. Dahlan, ayah Syaikh Ihsan, adalah seorang kiai yang tersohor pada masanya; dia pula yang merintis pendirian Pondok Pesantren Jampes pada tahun 1886 M.
Tidak banyak yang dapat diuraikan tentang nasab Syaikh Ihsan dari jalur ibu. Yang dapat diketahui hanyalah bahwa ibu Syaikh Ihsan adalah Ny. Artimah, putri dari KH. Sholeh Banjarmelati-Kediri. Sementara itu, dari jalur ayah, Syaikh Ihsan adalah putra KH. Dahlan putra KH. Saleh, seorang kiai yang berasal dari Bogor Jawa Barat, yang leluhurnya masih mempunyai keterkaitan nasab dengan Sunan Gunung jati (Syayrif Hidayatullah) Cirebon.
Terkait dengan nasab, yang tidak dapat diabaikan adalah nenek Syaikh Ihsan (ibu KH. Dahlan) yang bernama Ny. Isti’anah. Selain Ny. Isti’anah ini memiliki andil besar dalam membentuk karakter Syaikh Ihsan, pada diri Ny. Isti’anah ini pula mengalir darah para kiai besar. Ny. Isti’anah adalah putrid dari KH. Mesir putra K. Yahuda, seorang ulama sakti mandraguna dari Lorog Pacitan, yang jika urutan nasabnya diteruskan akan sampai pada Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram pada abad ke-16. Itu dari jalur ayah. Adapun dari jalur ibu, Ny. Isti’anah adalah cicit dari Syaikh Hasan Besari, seorang tokoh masyhur dari Tegalsari Ponorogo yang masih keturunan Sunan Ampel Surabaya.
Berikut bagan nasab Syaikh Ihsan Jampes
Ny. Isti’anah + KH. Saleh
Pertumbuhan dan Rihlah ‘Ilmiah
Syaikh Ihsan kecil, atau sebut saja Bakri kecil, masih berusia 6 tahun ketika kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Setelah perceraian itu, Bakri kecil tinggal dilingkungan pesantren bersama sang ayah, KH. Dahlan, dan diasuh oleh neneknya, Ny. Isti’anah.
Semasa kecil, Bakri telah memiliki kecerdasan pikiran dan terkenal memiliki daya ingat yang kuat. Ia juga tekun membaca buku, baik yang berupa kiatab-kitab agama maupun bidang lain, termasuk majalah dan Koran. Selain itu, satu hal yang nyeleneh adalah kesukaannya menonton wayang. Di mana pun pertunjukan wayang digelar, Bakri kecil akan mendatanginya; tak peduli apakah seorang dalang sudah mahir ataukah pemula. Karena kecerdasan dan penalarannya yang kuat, ia menjadi paham benar berbagai karakter dan cerita pewayangan. Bahkan, ia pernah menegur dan berdebat dengan seorang dalang yang pertujukan wayangnya melenceng dari pakem.
Kebiasan Bakri kecil yang membuat risau seluruh keluarga adalah kesukaannya berjudi. Meski judi yang dilakukan Bakri bukan sembarang judi, dalam arti Bakri berjudi hanya untuk membuat kapok para penjudi dan Bandar judi, tetap saja keluarganya merasa bahwa perbuatan Bakri tersebut telah mencoreng nama baik keluarga. Adalah Ny. Isti’anah yang merasa sangat prihatin dengan tingkah polah Bakri, suatu hari mengajaknya berziarah ke makam para leluhur, khususnya makam K. Yahuda di Lorog Pacitan. Di makam K. Yahuda inilah Ny. Isti’anah mencurahkan segala rasa khawatir dan prihatinnya atas kebandelan cucunya itu.
Konon, beberapa hari setelah itu, Bakri kecil bermimpi didatangi oleh K. Yahuda. Dalam mimpinya, K. Yahuda meminta Bakri untuk menghentikan kebiasaan berjudi. Akan tetapi, Karena Bakri tetap ngeyel, K. Yahuda pun bersikap tegas. Ia mengambil batu besar dan memukulnya ke kepala Bakri hingga hancur berantakan. Mimpi inilah yang kemudian menyentak kesadaran Bakri; sejak saat itu ia lebih kerap menyendiri, merenung makna keberadaannya di dunia fana.
Setelah itu, untuk pertama kali dalam hidupnya, ia keluar dari pesantren ayahnya untuk melalalng buana mencari ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Beberapa pesantren yang sempat disinggahi oleh Bakri diantaranya:
1. Pesantren Bendo Pare Kediri asuhan KH. Khozin (paman Bakri sendiri),
2. Pondok Pesantren Jamseran Solo,
3. Pondok Pesantren asuhan KH. Dahlan Semarang,
4. Pondok Pesantren Mangkang Semarang,
5. Pondok Pesantren Punduh Magelang
6. Pondok Pesantren Gondanglegi Nganjuk,
7. Pondok Pesantren Bangkalan Madura asuhan KH. Kholil, sang ‘Guru Para Ulama’.
Yang unik dari rihlah ‘ilmiah yang dilakukan Bakri adalah bahwa ia tidak pernah menghabiskan banyak waktu di pesantren-pesantren tersebut. Misalnya, untuk belajar Alfiah Ibnu Malik dari KH. Kholil Bangkalan, ia hanya menghabiskan waktu dua bulan; belajar falak kepada KH. Dahlan Semarang ia hanya tinggal di pesantrennya selama 20 hari; sedangkan di Peantren Jamseran ia hanya tinggal selama satu bulan. Namun demikian, ia selalu berhasil menguasai dan ‘memboyong’ ilmu para gurunya tersebut dengan kemampuan di atas rata-rata.
Satu lagi yang unik, di setiap pesantren yang ia singgahi, Bakri selalu ‘menyamar’. Ia tidak mau dikenal sebagai ‘gus’ (sebutan anak kiai); tidak ingin diketahui identitas aslinya sebagai putra kiai tersohor, KH. Dahlan Jampes. Bahkan, setiap kali kedoknya terbuka sehingga santri-santri tahu bahwa ia adalah gus dari Jampes, dengan serta merta ia akan segera pergi, ‘menghilang’ dari pesantren tersebut untuk pindah pesantren lain.
Mengasuh Pesantren dan Masyarakat
Pada 1926, Bakri menunaikan ibadah haji. Sepulang dari Makkah, namanya diganti menjaid Ihsan. Dua tahun kemudian, Ihsan berduka karena sang ayah, KH. Dahlan, dipanggil oleh Allah SWT. Semenjak itu, kepemimpinan PP Jampes dipercayakan kepada adik KH. Dahlan, yakni KH. Kholil (nama kecilnya Muharror). Akan tetapi, dia mengasuh Pesantren Jampes hanya selama empat tahun. Pada 1932, dengan suka rela kepemimpinan Pesantren Jampes diserahkannya kepada Ihsan. Sejak saat itulah Ihsan terkenal sebagai pengasuh Pesantren Jampes.
Ada banyak perkembangan signifikan di Pesantren Jampes setelah Syaikh Ihsan diangkat sebagai pengasuh. Secara kuantitas, misalnya, jumlah santri terus bertambah dengan pesat dari tahun ke tahun (semula ± 150 santri menjadi ± 1000 santri) sehingga PP Jampes harus diperluas hingga memerlukan 1,5 hektar tanah. Secara kualitas, materi pelajaran juga semakin terkonsep dan terjadwal dengan didirikannya Madrasah Mafatihul Huda pada 1942.
Sebagai seorang kiai, Syaikh Ihsan mengerahkan seluruh perhatian, pikiran dan segenap tenaganya untuk ‘diabdikan’ kepada santri dan pesantren. Hari-harinya hanya dipenuhi aktivitas spiritual dan intelektual; mengajar santri (ngaji), shalat jama’ah, shalat malam, muthola’ah kitab, ataupun menulis kitab. Meskipun seluruh waktunya didesikannya untuk santri, ternyata Syaikh Ihsan tidak melupakan masyarakat umum. Syaikh Ihsan dikenal memiliki lmu hikmah dan menguasai ketabiban. Hampir setiap hari, di sela-sela kesibukannya mengajar santri, Syaikh Ihsan masih sempat menerima tamu dari berbagai daerah yang meminta bantuannya.
Pada masa revolusi fisik 1945, Syaikh Ihsan juga memiliki andil penting dalam perjuangan bangsa. PP Jampes selalu menjadi tempat transit para pejuang dan gerilyawan republik yang hendak menyerang Belanda; di Pesantren Jampes ini, mereka meminta doa restu Syaikh Ihsan sebelum melanjutkan perjalanan. Bahkan, beberapa kali Syaikh Ihsan turut mengirim santri-santrinya untuk ikut berjuang di garis depan. Jika desa-desa di sekitar pesantren menjadi ajang pertempuran, penduduk yang mengungsi akan memilih pp jampes sebagai lokasi teraman, sementara Syaikh Ihsan membuka gerbang pesantrenya lebar-lebar.
Wafat dan Warisan Syaikh Ihsan
Senin, 25 Dzul-Hijjah 1371 H. atau September 1952, Syaikh Ihsan dipanggil oleh Allah SWT, pada usia 51 tahun. Dia meninggalkan ribuan santri, seorang istri dan delapan putra-puteri. Tak ada warisan yang terlalu berarti dibandingkan dengan ilmu yang telah dia tebarkan, baik ilmu yang kemudian tersimpan dalam suthur (kertas: karya-karyanya yang ‘abadi’) maupun dalam shudur (memori: murid-muridnya).
Beberapa murid Syaikh Ihsan yang mewarisi dan meneruskan perjuangannya dalam berdakwah melalui pesantren adalah:
(1) Kiai Soim pengasuh pesantren di Tangir Tuban;
(2) KH. Zubaidi di Mantenan Blitar;
(3) KH. Mustholih di Kesugihan Cilacap;
(4) KH. Busyairi di Sampang Madura;
(5) K. Hambili di Plumbon Cirebon;
(6) K. Khazin di Tegal, dan lain-lain.
Sumbangan Syaikh Ihsan yang sangat besar adalah karya-karya yang ditinggalkannya bagi masyarakat muslim Indonesia, bahkan umat Islam seluruh dunia. Sudah banyak pakar yang mengakui dan mengagumi kedalaman karya-karya Syaikh Ihsan, khususnya masterpiecenya, siraj ath-Thalibin, terutama ketika kitab tersebut diterbitkan oleh sebuah penerbit besar di Mesir, Musthafa al-Bab- al-Halab. Sayangnya, di antara kitab-kitab karangan Syaikh Ihsan, baru siraj ath-Thalibinlah yang mudah didapat. Itu pun baru dapat dikonsumsi oleh masyarakat pesantren sebab belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Berikut daftar karya Syaikh Ihsan Jampes yang terlacak:
  1. Tashrih al-Ibarat (syarah dari kitab Natijat al-Miqat karya KH. Ahmad Dahlan Semarang), terbit pada 1930 setebal 48 halaman. Buku ini mengulas ilmu falak (astronomi).
  2. siraj ath-Thalibin (syarah dari kitab Minhaj al-Abidin karya Imam al-Ghazali), terbit pada 1932 setebal ± 800 halaman. Buku ini mengulas tasawuf.
  3. Manahij al-Imdad (syarah dari kitab Irsyad al-‘Ibad karya Syaikh Zainudin al-Malibari), terbit pada 1940 setebal ± 1088 halaman, mengulas tasawuf.
  4. Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Hukmi Syurb al-Qahwah wa ad-Dukhan (adaptasi puitik [plus syarah] dari kitab Tadzkirah al-Ikhwan fi Bayani al-Qahwah wa ad-Dukhan karya KH. Ahmad Dahlan Semarang), t.t., tebal ± 50 halaman. Buku ini berbicara tentang polemik hokum merokok dan minum kopi.

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfpOaapYznxfS0KlUs1jAC8qTImaw4BcWQ5P7Wm7Du-BEFvuZl2m_kFIy-DcAU9qzr97CIiVzyhK7Z563u0vhBVO8W989CecfFVj_q_SzMNmOjSNRzGmUrB8cl6Lmpnj4KiqiG2R2ITNt-/s320/MAMA+JENGGOT2.jpg



SILSILAH NASAB

SARSILAH RDK.H.MUSHLIH AZAMATKHON KARAWANG DARI PIHAK AYAH VERSI BANY HASYIM :


NABI MUHAMMAD SAW. nikah dengan SAYYIDAH KHODIJAH AL-KUBRO berputra :
SAYYIDAH FATIMAH AZ-ZAHRO nikah dengan  SAYYIDINA ALI BIN ABY THOLIB KWH. berputra :
IMAM MAULANA HUSAIN AS. berputra :
IMAM A`LI ZAINAL ABIDIN AS-SAJJAD , berputra :
IMAM MUHAMMAD BAQIR , berputra :
IMAM JA`FAR SHODIQ , berputra :
IMAM A`LI U`ROIDHY , berputra :
IMAM MUHAMMAD NAQIIB, berputra :
IMAM I`SA AR-RUMY , berputra :
IMAM AHMAD AL-MUHAAJIR , berputra :
IMAM U`BAIDILLAH , berputra :
IMAM A`LWI , berputra :
IMAM MUHAMMAD , berputra :
IMAM A`LWI TSANI , berputra :
IMAM A`LI KHOLI` QOSAM , berputra :
IMAM MUHAMMAD SHOHIB MARBATH , berputra :
IMAM A`LWI TSALITS , berputra :
IMAM ABDUL MALIK AZAMATKHON , berputra :
IMAM ABDULLAH AZAMATKHON , a Puputra :
IMAM AHMAD SYAH JALAAL AZAMATKHON , berputra :
IMAM JAMAALUDDIN HUSAIN AZAMATKHON , berputra :
IMAM BARKAT ZAINUL A`LAM AZAMATKHON , berputra :
IMAM A`LI NURUL A`LAM AZAMATKHON , berputra :
RAJA ABDULLAH AZAMATKHON , berputra :
SUNAN GUNUNG JATI RADEN SYARIF HIDAYATULLOH CIREBON, berputra : SULTAN  SABAKINGKIN MAULANA HASANUDDIN, berputra : SULTAN MAULANA YUSUF, berputra : MAULANA MUHAMMAD NASIRUDDIN , berputra : 
 SULTAN MAHMUD ABDUL MAFAHIR ( SULTAN ABDUL QODIR ) , berputra : SULTAN ABUL MA`ALI ( SULTAN AHMAD ) , berputra :  SULTAN AGENG TIRTAYASA ABDUL FATAH, berputra : PANGERAN SAKE  ( PANGERAN SALEH berputra: RD.THUBAGUS BIDIN, berputra : RD.SAYIDIN , berputra : RD.H.ABDUL KARIM ( MBAH SARNEHA )  , berputra: RD.H.ABDUR ROZI ( MBAH PENGHULU KADAR ) , berputra :RD.K.H.MUSHLIH AZAMATKHON

SARSILAH RDK.H.MUSHLIH AZAMATKHON KARAWANG DARI PIHAK IBU VERSI KERAJAAN PAKUAN PAJAJARAN :

PRABU SILIWANGI / SRI BADUGA MAHA RAJA ( WALIYULLOH JAYA DEWATA RADEN PAMANAH RASA ) (1459-1521M)
MAQOMNA DI RANCAMAYA NGAHIANG ( MENGHILANG  TANPA JEJAK) – BOGOR, NIKAH KA NYIMAS SUBANG LARANG / NYIMAS SEKAR KENCANA BINTI KI GEDENG TAPA  berputra :
SYARIFAH MUDA`IM NYIMAS LARA SANTANG berputra :SUNAN GUNUNG JATI RADEN SYARIF HIDAYATULLOH CIREBON, berputra :SULTAN  SABAKINGKIN MAULANA HASANUDDIN, berputra :SULTAN MAULANA YUSUF, berputra: MAULANA MUHAMMAD NASIRUDDIN , berputra : SULTAN MAHMUD ABDUL MAFAHIR ( SULTAN ABDUL QODIR ) , berputra : SULTAN ABUL MA`ALI ( SULTAN AHMAD ) , berputra : SULTAN AGENG TIRTAYASA ABDUL FATAH, berputra : PANGERAN SAKE  ( PANGERAN SALEH ), berputra:                RD.THUBAGUS BIDIN, berputra :RD.SAYIDIN , berputra:RD.H.ABDUL KARIM ( MBAH SARNEHA )  , berputra :RD.H.ABDUR ROZI ( MBAH PENGHULU KADAR ) , berputra: RD.K.H.MUSHLIH AZAMATKHON

NAMA PANGGILAN RD.K.H.MUSHLIH AZAMATKHON

Hadratus Syekh KH. Mushlih bin H. Abdurrozi yang lebih dikenal dengan panggilan Mama Ajengan Jenggot, lahir pada tahun 1905 M di Desa Loji, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, dari seorang ibu bernama Hj. Romlah. Ayahnya bernama H. Abdur Rozi atau yang lebih dikenal dengan panggilan Embah Penghulu Kadar. Keduanya merupakan keturunan dari Syekh Maulana Hasanudin, Banten. Semasa kecil Hadratus Syekh lebih dikenal dengan nama Den Enoh.

MASA BELAJAR

Pada awalnya beliau belajar kepada K.H. Masduki dari Waru, Pangkalan. Kemudian ke Citeko dan Cibogo, Plered. Lalu ke Pesantren Cigondewa , ke Mama Gedong (Ama Dimyati) Sukamiskin, Bandung, serta ke KH. Zaenal Mustofa, Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya. Sedangkan di bidang ilmu alat beliau belajar di Pesantren Sukaraja, Limbangan, Garut.

Beliau juga tercatat sebagi santri pertama Pesntren Cipasung, Tasikmalaya, karena KH. Ruchyat, pendiri pesantren tersebut bersama-sama dengan beliau belajar di Sukamanah.

Ketika KH. Ruchyat pulang dan mendirikan pesantren Cipasung, Hadratus Syekh ikut dan menjadi santri pertamanya, sekaligus menjadi ustadz / guru bagi santri baru.

Beliau juga pernah belajar ke KH. Thubagus Mansyur (Paman beliau) di Ciserang Ujung Timur, Desa Cibogo Girang, Plered, Purwakarta, untuk memperdalam ilmu silat disamping ilmu-ilmu agama, dan ilmu silat ini juga beliau dapatkan dari orang tuanya.

Dalam bidang thariqah, beliau mengambil Thariqah Qadiriyah dan bersanad ke KH. Sujai, Buah Batu, Bandung (salah seorang tokoh pendiri UNINUS Bandung), dan KH. Ja’far Shadik, Sukamiskin, tetapi tidak diketahui kepada siapa beliau berguru / mendapat ijazah thariqah, namun beliau tabaruk thariqah ke Sukamiskin, Bandung.

Dalam bidang ilmu dalail dan ilmu hikmah beliau berguru kepada Ama Ajengan (Eyang) Rende (KH. Ahmad Zakariya bin H. Muhammad Syarif), salah seorang guru yang sangat dekat dengan beliau dan pernah mukim di Masjidil Haram selama 21 tahun.



AKTIVITAS

Pada tahun 1938 Hadratus Syekh KH. Mushlih mulai mendirikan Pondok Pesantren di Telukjambe (Wisma Kerja PERURI sekarang). Mungkin ini merupakan pondok pesantren pertama di Telukjambe, bahkan di Karawang.

Satu hal yang patut diacungi jempol, beliau menidirikan pondok pesantren tanpa meminta sumbangan dari masyarakat, tetapi betul-betul dari hasil berdagang, karena beliau terkenal gesit dan tekun berdagang. Bakat dagang ini telah terlihat sejak beliau masih kecil, yaitu suka membantu neneknya berjualan ikan peda.

Beliau biasa berjualan minyak wangi dan arloji (jam tangan) dengan naik sepeda sambil keliling mengisi majelis-majelis pengajian yang tersebar di Kabupaten Karawang, antara lain ke Desa Jatiragas Kecamatan Jatisari, Desa Langseb Kecamatan Pedes dan Rawamerta (yang sekarang menjadi Pondok Pesantren Nihayatul Amal).

Konon kabarnya beliau juga pernah menjadi Penghulu di Telukjambe.

Antara tahun 1943-1945 atas panggilan gurunya, yaitu KH. Zaenal Mustofa, beliau berangkat ke Tasikmalaya dan ikut terlibat dalam perlawanan santri Singaparna melawan kolonial Jepang, yang terkenal dalam sejarah sebagai Tragedi Singaparna yang mengakibatkan gugurnya KH. Zaenal Mustofa dalam penyiksaan tentara Jepang, akibat tipu muslihat Jepang.

Sepulangnya dari Singaparna, Hadratus Syekh bersama keluarga pindah ke Loji dan santri di Telukjambe dibubarkan. Tetapi kemudian beliau mendirikan pesantren lagi di sekitar pasar Loji sekarang.

Pada tahun 1950, beliau pindah lagi ke Telukjambe (di depan Mesjid Jamie Al-Ikhlas sekarang), dan pada tahun 1976 mendirikan Mushola Al-Mushlih dengan bantuan bahan bangunan dari proyek pembangunan Asrama Kostrad 324.

Ketika PSII dan PERTI keluar dari Masyumi, NU juga keluar yang dinyatakan dalam Kongres di Palembang. Sebagai seorang Kiyai pesantren beliau mengikuti wadah NU, dan pernah datang ke H. Kustana (Ayah KH. Abdul Muhyi) berpesan supaya sejalan dalam berfikir dengan sikaf NU.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Hadratus Syekh KH. Mushlih layak disebut sebagai Tokoh Ulama Pejuang.

Pada hari Selasa, tanggal 15 Sya’ban 1405 H / 1985 M dalam usia ± 80 tahun, beliau dipanggil ke haribaan Allah SWT. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.

Sebelum wafat beliau mewakafkan sebidang tanah seluas ± 3.850 meter persegi yang disediakan bagi cucunda beliau KH. Nandang Qusyaerie, SH untuk dibangun Pondok Pesantren. Alhamdulillah, sejak tahun 1999 berdirilah secara resmi pondok pesantren dengan nama Pondok Pesantren Al-Mushlih, sebagaimana yang bapak/ibu saksikan sekarang ini.


PESAN-PESAN HADRATUS SYEKH


“Kalau kita berdo’a jangan mengingat apa yang kita inginkan (kebutuhan/hajat), tetapi kita hanya mengingat bahwa kita sedang berhadapan dengan Allah Azza wa Jalla”.

“Jika kita mendapat suatu asror (Inkisyaf), jangan tertipu oleh hal itu (jangan terpengaruh), karena tujuan kita hanya Allah".
خشوع شهود خـضورالقـلب

Supaya tidak mandek (vacum) menjalankan ibadah ubudiyah, terus hadir hati kepada Allah, Dzikir Wahid, yaitu hanya mengingat Allah Rabbul ‘Alamin”.

“Kita harus suluk, wushul, minimal ikhlash, dan juga tabarri”.

“Kita antara qadar dan ikhtiar, itulah aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah, yaitu aqidah yang berpegang teguh dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah SAW, para Shahabat r.a., para Tabi’in, para Ulama Salaf dan Khalaf serta para Ulama Mutaakhirin.

“Shalat itu ada yang dinamakan Shalat Qaim, yaitu shalat 5 waktu yang biasa dilaksanakan, dan Shalat Daim, yaitu shalat sepanjang masa (seumur hidup) dengan jalan senantiasa ingat kepada Allah (dzikrullah)”.




Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgameMlF1IAfLb8X8f34ARU5xwPFW6CmbUep9lJuOIS4BV68zyx7HDRZibGXXZc_w-cxoKn0AnpdoL0PfNEjDkP2XaYe_DF4j1dzyeMkTpIcdT8G-63HqsMwxIrYSTZ0FadGEQU5dtMDpND/s200/PRABU+SILIWANGI+II.jpgDescription: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMvp7f5XHw6ShdLA1VeIRX4f_CHZwew0ngs2prNTCmCcn5qfJAGXT2TYDSjIcXC6unI_imHwzBg_FnSBLGgMwRuPo-5ti6SmKIqqdoMKGriyx4k7WZJLzAsZMICdlQ2PkLkoR4xrpjfp0W/s320/PRABU+SILIWANGI2.jpg


SILSILAH PRABU SILIWANGI
Prabu Siliwangi seorang raja besar dari Pakuan Pajajaran seorang Muslim juga seorang Wali Allah . Putra dari Prabu Anggalarang kerajaan Gajah dari dinasti Galuh yang berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh. Pada masa mudanya dikenal dengan nama Raden Pamanah Rasa. Diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara Jati.
Silsilah Prabu Siliwangi sebagai ke turunan ke-12 dari Maharaja Adimulia.

MAHA RAJA ADI MULYA / RATU GALUH AJAR SUKARESI nikah ka Dewi Naganingrum / Nyai Ujung Sekarjingga a Puputra :
PRABU CIUNG WANARA a Puputra :
SRI RATU PURBA SARI a Puputra :
PRABU LINGGA HIANG a Puputra :
PRABU LINGGA WESI a Puputra :
PRABU SUSUK TUNGGAL a Puputra :
PRABU BANYAK LARANG a Puputra :
PRABU BANYAK WANGI a Puputra :
PRABU MUNDING KAWATI / PRABU LINGGA BUANA a Puputra :
PRABU WASTU KENCANA ( PRABU NISKALA WASTU KANCANA ) a Puputra :
PRABU ANGGALARANG ( PRABU DEWATA NISKALA ) nikah ka Dewi Siti Samboja / Dewi Rengganis a Puputra :
SRI BADUGA MAHA RAJA ( WALIYULLOH JAYA DEWATA RADEN PAMANAH RASA ) (1459-1521M)
 ( GELAR : PRABU SILIWANGI )
 GADUH ASISTEN MAUNG BODAS TI BANGSA JIN NGARANA SI TABLO / PRABU GILING WESI SAKTI DI CURUG SAWER TALAGA MAJALENGKA MAQOM PRABU SILIWANGI DI RANCAMAYA – BOGOR ngaosna ka Syekh Quro Karawang ( Syekh Hasanuddin bin Yusuf Al-Husainy madzhab Hambaliy,

GURU PRABU SILIWANGI
1.   Syekh Quro Karawang ( Syekh Hasanuddin bin Yusuf  bani Al-Husain cucu Nabi Saw. ) dan
2.   Syekh Datuk Kahfi Cirebon yang juga dari bani Al-Husain cucu Nabi Saw.
SEKILAS SIROH / RIWAYAT HIDUP PANGERAN PAMANAH RASA ( PRABU SILIWANGI ) :
Pangeran Pamanah Rasa Menjadi Raja Di Kerajaan Gajah
Semenjak abad empat belas setelah Pangeran Anggalarang mengajarkan kembali keilmuanya untuk mejadi seorang raja, agar bisa memimpin kerajaan dan rakyat-rakyatnya, dari situ Pangeran Pamanah Rasa di angkat oleh ayahnya pangeran Anggalarang menjadi raja ke dua dari kerajaan Gajah, yang disebut-sebut kerajaan Gajah itu simbol atau tanda lambang kerajaan yang di bawa dari adat atau budaya, karena jika punya kerajaan harus tahu nama kerajaannya.

Pangeran Pamanah Rasa berkelana, dan mempunyai  Macan Putih ( dari bangsa Jin )
Pangeran Pamanah Rasa ingin mencoba keluar meninggalkan saudara-saudaranya ( yakni Prabu Rangga Pupukan dan Prabu Jaya Pupukan ) dan rakyat gajah, untuk keluar dari kerajaan gajah  guna mencari ilmu dan mengunjungi kerajaan-kerajaan yang lain sambil beliau memperkenalkan diri bahwa beliau yang memegang kerajaan Gajah, Beliau pergi sendiri tidak di kawal oleh satu orang pun padahal prajurit-prajuritnya banyak yang menawarkan diri agar di kawal, tetapi beliau tetap pergi sendiri.
Setelah beliau keluar dari hutan, beliau merasa haus lalu mencari air untuk minum. Akhirnya Pangeran Pamanah Rasa menemukan air terjun yang besar (air terjun ini bernama curug sawer di Majalengka). Setelah beliau mendatangi air terjun tersebut Pangeran Pamanah Rasa kaget karena di sekelilingnya banyak harimau putih nan besar.
Harimau Putih tersebut menghampiri Pangeran Pamanah Rasa, sudah hampir sampai tinggal beberapa langkah lagi Harimau Putih itu mau menerkam Pangeran Pamanah Rasa.
Pangeran Pamanah Rasa memakai keilmuannya membuat gulungan angin besar, dan angin tersebut di bentuk dan dipadukan dengan air terjun yang mengalir menggunakan tenaga dalam ilmu kanuragan, di bentuklah menjadi gulungan angin dan air yang dijadikan senjata untuk melawan Harimau Putih itu ternyata tak ada pengaruhnya bagi harimau putih itu , karena harimau putih itu jelmaan dari jin ifrit, sehingga harimau putih itu menerkam Pangeran Pamanah Rasa dan Pangeran Pamanah Rasa pun menakisnya dengan gelang timah yang ada di tangannya, sehingga Harimau putih itu pun menjerit kesakitan, dari situlah  Pangeran Pamanah Rasa mengetahui kelemahan Harimau putih itu yakni dengan gelang yang terbuat dari Timah , maka dibukalah 2 gelang timah itu dari kedua tangannya, ketika harimau putih itu mau menerkam dengan gesitnya Pangeran Pamanah Rasa memasukan gelang dari timah itu ke kedua tangan Harimau putih itu dan satu gelang lagi ke kedua kaki Harimau putih itu sehingga dari situlah Harimau Putih pun kalah tak berdaya , menjerit meminta ampun kepada Pangeran Pamanah Rasa. Dari kejadian itulah Pangeran Pamanah Rasa mengetahuinya bahwa harimau putih itu bukan harimau biasa karena harimau itu bisa berbicara seperti manusia, maka Harimau Putih jadijadian yang mau mencelakakan Pangeran Pamanah Rasa itu bertobat, dan ia akan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya yang sudah di lakukan padanya, Sebelum Pangeran Pamanah Rasa berangkat Harimau Putih jadijadian itu memberi pakaian, Karena pakaian pangeran sobek bekas pertarungan tadi. Pangeran Pamanah Rasa di kasih pakaian dari kulit harimau oleh Harimau Putih jelmaan dari Jin itu. Harimau Putih jelmaan dari jin itu merasa kurang cukup apabila hanya memberi pakaian saja, jadi dia memutuskan untuk mengabdi kepada Pangeran Pamanah Rasa dengan mendampingi beliau.

Pangeran Pamanah Rasa kembali ke kerajaan Dengan Mongol Pati
Pangeran Pamanah Rasa perasaannya tidak tenang, beliau takut ada apa-apa sesuatu yang buruk menimpa pada kerajaannya.Pangeran Pamanah Rasa menempuh perjalanan dalam waktu tiga hari untuk sampai ke kerajaan.
Eyang Jaya Perkasa yang disuruh dan yang dititipi memegang kerajaan mendapatkan surat dari kerajaan Mongol Pati untuk masalah wilayah, surat dari kerajaan Mongol Pati, yang isi suratnya mengajak berperang. Eyang Jaya Perkasa menggantikan Pangeran Pamanah Rasa dikarenakan tiga hari lagi dari kerajaan Mongol Pati mau nyerang ke kerajaan Gajah. Secara terus menerus berlangsung dengan hebatnya, saling hantam senjata tajam dan sebagainya. Tidak lama kemudian Harimau Putih jelmaan dari jin itu mendadak keluar berhamburan entah dari mana datangnya, ada beberapa Harimau Putih muncul , menyerang prajurit Mongol Pati, tak lama kemudian prajurit kerajaan Mongol Pati mundur kocar kacir di amuk Harimau Putih, sebagian lagi mati oleh Harimau Putih.
Siang itu juga perang selesai, Harimau Putih berjejer menghadap Panglima Eyang Jaya Perkasa dan prajuritnya. Tak lama kemudian dihadapan Harimau Putih yang berbaris, Pangeran Pamanah Rasa mendadak ada disamping Harimau Putih yang lebih besar, dari sana prajurit-prajurit tertunduk nyembah kepada beliau, seketika Harimau Putih yang berbaris lenyap menghilang, tinggal satu lagi yang disamping Pangeran Pamanah Rasa.

Mengganti Nama Kerajaaan Gajah menjadi PAKUAN PEJAJARAN
Dan Membuat Simbol Senjata Kujang Yang Pertama
Pangeran Pamanah Rasa sudah menghitung nama apa yang baik untuk mengganti nama kerajaan yang sekarang. Terus beliau mempertimbangkan bersama panglimanya, kata Pangeran Pamanah Rasa
Negara kita Negara sunda, maka kita bisa disebut orang sunda, kemudian sekarang jamannya sudah agak beda bukan jaman purba lagi, memang sejak dulu kerajaan Gajah terkenal, berkat Ramahanda saya, yang masih termasuk jaman purba, dengan simbol Gajah, disatukan jadi simbol kerajaan, datang dari petunjuk yang jadi kekuatan berdirinya kerajaan Gajah. juga sama, Negara ini juga ada nama, yaitu Negara yang kita diami adalah tataran sunda yang termasuk dari simbolnya yaitu binatang yang paling buas yaitu Harimau sunda tersebut harus benar-benar dipegang oleh saya, jadi harus dipercepat membuat barang-barang yang membentuk pisau untuk ciri dari kerajaan sunda sebagai simbol yang bisa menyimpan kekuatan, buatkan pisau berbentuk Harimau sebanyak tiga buah..
Pada waktu itu juga Pangeran Pamanah Rasa menyuruh ke Eyang Jaya Perkasa untuk membuat senjata, yaitu harus menyimbolkan tataran sunda, senjata sunda yaitu pisau yang berbentuk Harimau, sebagai awal mula sejarah dibuatnya tiga senjata yang berbentuk Harimau tiga warna, yaitu kuning, hitam, putih senjata-senjata tersebut diminta untuk langsung dibuatkan.
Senjata pertama yang berwarna hitam, dibuat dari batu yang jatuh dari langit yang sering disebut meteor, yang dibakar oleh Pangeran Pamanah Rasa sendiri, dibentuk besi yang diperuntukkan untuk membuat senjata tersebut.
Senjata Kedua dibuat dari air api yang dingin, yang warnanya kuning dibekukan menjadi besi kuning.
Senjata ketiga dari besi biasa yang direndam dalam air hujan menjadi putih berkilau.
Barang sudah jadi tinggal namanya, semalam penuh Pangeran Pamanah Rasa memikirkan nama untuk barang itu, tepat ayam berkokok tepat ditemukan nama untuk ketiga barang tersebut, yaitu dengan bahasa sandi, bahasa itu sangat tepat untuk barang senjata yang sudah jadi, yaitu namanya KUJANG, dikarenakan barangnya ada tiga, beda beda warna tapi bentuknya sama disebut jadi KUJANG TIGA SERANGKAI, YANG ARTINYA BEDA-BEDA TAPI TETAP SAMA atau nama yang beda warna tapi berkaitan, dikarenakan bentuknya sama, Pangeran Pamanah Rasa bicara lagi,
Nah saya ini ada petunjuk yaitu jika dari barang sudah selesai sekarang masalah nama kerajaan, dikarenakan saya ada yang membantu yaitu bangsa jin atau Harimau Harimau ghaib, jadi saya membawa nama kerajaan dari Negara Gajah dengan kerajaan Harimau, bila disatukan maka namanya disebut PAKUAN PAJAJARAN disatukan lagi oleh barang yang tiga itu yang namanya KUJANG jadi tepat sudah, nah ditatar sunda ini lahir Kerajaan Pajajaran.
Eyang saat mengganti kerajaan ini namanya bukan untuk saya sendiri tapi untuk rakyat semua supaya ada perubahan untuk semuanya, oleh karena itu kita semua harus mengikuti jaman, sekarang sudah agak maju jamannya dikarenakan harus di iringi oleh ilmu ekonomi, hal itu dari melihat kerajaan yang lain, hal itu juga untuk merebut kerajaaan Galuh yang membayar Mongol Pati untuk menyerang kerajaan kita, jadi kita juga sama kita serang kerajaan Galuh dengan tenaga baru, prajurit Gajah dan prajurit Harimau kita satukan memakai Bahasa sandi, jadi nama ini Pajajaran. Nah begitu barangkali rencana saya,
Pangeran Pamanah Rasa bicara begitu ke panglimanya dikarenakan ingin didukung oleh panglimanya, jawab Eyang Jaya Perkasa;
Iya Pangeran, saya mengikuti, dikarenakan itu petunjuknya, laksanakan saja jangan takut dibantu oleh saya Insya Allah, nah itu jawaban Eyang Jaya Perkasa dengan menyebut Insya Allah dikarenakan Eyangnya seorang yang beragama islam beda dengan Pangerannya.

Pangeran Pamanah Sari Masuk Islam Oleh Syekh Quro
Pangeran Pamanah Rasa berganti nama menjadi Pangeran Pamanah Sari untuk menaklukan Syekh Quro ( yakni Syekh Hasanuddin bin Yusuf  dari bani Husain cucu Nabi Saw. ) atas perintah ayahandanya Prabu Anggalarang , namun waktu mau menyerang ke pesantren Quro yang berada di karawang milik Syekh Quro,  Pangeran Pamanah Sari mendengar Alunan Bacaan Al-Qur`an yang merdu sekali , sehingga penyeranganpun dibatalkan akhirnya Pangeran Pamanah Sari menyelidiki siapakah gerangan yang telah membaca Al-qur`an itu ? ternyata setelah diselidiki yang membaca Al-Qur`an itu seorang Gadis yang Cantik Jelita , sehingga Pangeran Pamanah Sari terpikat oleh kecantikannya , kemudian Pangeran Pamanah Sari mendatangi Syekh Quro untuk melamar Gadis Cantik Jelita itu, yang tadinya bertujuan menyerang jadi berbalik haluan menjadi bentuk pelamaran, namun Syekh Quro menyarankan agar mendatangi ayah aslinya yang bernama ki Gedeng Tapa,beberapa hari kemudian Pangeran Pamanah Sari meminta kepada ki Gendeng Tapa membawa putrinya untuk dinikahi oleh Pangeran Pamanah Sari, penawaran itu sudah diserahkan semuanya kepada Syekh Quro sebab Nyi Subang Larang sudah menjadi putri angkatnya Syekh Quro.
Pangeran Pamanah Sari datang lagi ke Syekh Quro. Setelah sampai ditempatnya Syekh Quro, Pangeran Pamanah Sari berbicara hanya pokok masalah penting saja, yaitu tentang mau menikahi Nyimas Subang Larang, Syekh Quro menerima lamaran Pangeran Pamanah Sari namun dalam masalah itu Syekh Quro meminta syarat yang harus di penuhi dan dilakukan yaitu ada 3 syarat :
Yang pertama harus masuk islam, yang kedua harus belajar ngaji, yang ketiga harus berangkat dulu ke haji, itulah 3 syarat yang diberikan oleh Syekh Quro kepada Pangeran Pamanah Sari.
Pangeran Pamanah Sari Kebingungan dengan persyaratan tersebut karena terlalu berat buat beliau karena beliau dari agama Hindu, tetapi karena ada yang ingin dicapai oleh Pangeran Pamanah Sari maka Pangeran Pamanah Sari memutuskan untuk menerima 3 syarat tersebut dan Syekh Quro berjanji menentukan waktu untuk mengislamkan Pangeran Pamanah Sari yaitu satu hari setelah Pangeran Pamanah Sari menyanggupinya, tidak terlalu lama waktu yang ditunggu telah tiba. Pangeran Pamanah Sari siap untuk di Islamkan, beliau datang kepada Syekh Quro untuk di Islamkan ketika sampai ke tempatnya Syekh Quro. Semua orang dikumpulkan ke dalam ruangan, ki Gendeng Tapa menyaksikan Pangeran Pamanah Sari di Islamkan, tidak terlalu lama Pengeran Pamanah Sari diberikan janji oleh Syekh Quro sambil memegang tangannya dengan mengucapkan dua kalimah Syahadat ( Syahadatain ) setelah selesai membaca Syahadat kemudian dicukur Rambut kekufurannya dan mandi masuk Islam kemudian disunat dan Pangeran Pamanah Sari dianggap sah menjadi muslim, seminggu kemudian  Pangeran Pamanah Sari langsung menjalankan syarat yang kedua yaitu belajar ngaji.
Syekh Quro langsung mengajarkan, siang malam Pangeran Pamanah Sari belajar ngaji dengan Syekh Quro, karena ingin bisa serta ingin cepat mengejar pada syarat yang ketiga, tidak lama kemudian setelah 5 bulan Pangeran Pamanah Sari bisa ngaji seperti membaca huruf arab, sholat, dan pemikiran Islam seperti apa artinya Islam, semua ilmu agama islam telah diserapnya.
Syekh Quro bingung dan heran Pangeran Pamanah Sari bisa belajar dengan cepat, padalah sampai tingkatan semua itu, bisa butuh waktu sekitar dua atau tiga tahun. Pangeran Pamanah Sari langsung meminta syarat yang ketiga yaitu naik haji, Syekh Quro langsung menyiapkan Pangeran Pamanah Sari sebab Pangeran Pamanah Sari mau dibawa ke Arab yaitu ke Mekah tampat orang naik Haji, beliau dikasih tahu dulu oleh Syekh Quro harus itikaf, berdiam diri di Mekah selama empat puluh hari.
Pangeran Pamanah Sari Berangkat ke Haji
Setelah Syekh Quro menjelaskan, Pangeran Pamanah Sari mengerti dan menyanggupi, pada malam itu juga Syekh Quro membawa Pangeran Pamanah Sari ke Mekah. Pangeran Pamanah Sari berangkat ke Mekah di bawa terbang oleh Syekh Quro sampai ke Mekah membutuhkan waktu satu malam, berangkat malam sampai subuh tiba di Mekah langsung sholat shubuh, setelah sholat subuh Syekh Quro dengan Pangeran Pamanah Sari istirahat dulu, setelah istirahat langsung melaksanakan ibadah haji sejak pertama melaksanakan sholat berjamaah sampai amalan-amalan yang diajarkan oleh Syekh Quro diamalkan, sehari penuh berkeliling Kabah.
Pangeran Pamanah Sari kebingungan kenapa dirinya jadi begini, sudah beberapa hari Pangeran Pamanah Sari ada perubahan dalam dirinya sedikit-sedikit dosa dan kajadian-kajadian oleh beliau yang dialami seperti nyata kelihatan nampak seperti mimpi buruk atau jelek, Pangeran Pamanah Sari sampai menangis habis-habisan di depan Kabah. Semenjak itu Pangeran Pamanah Sari percaya Islam dan percaya adanya Allah, empat puluh hari tidak terasa sudah berlalu Pangeran Pamanah Sari dibawa pulang oleh Syekh Quro setelah sampai kembali ke tempat, banyak yang berkumpul menunggu yang pulang dari haji.
Malam itu juga Syekh Quro dengan Pangeran Pamanah Sari sudah sampai ditempat, pulang dari haji. Karena malam itu sudah pada lelah tidak terlalu lama setelah mengobrol lalu istirahat.
Ayam sudah bekokok yang artinya waktu sholat subuh, Pangeran Pamanah Sari yang biasanya bangun pagi setelah mata hari bersinar, tetapi sekarang masih gelap juga sudah bangun untuk sholat subuh dengan Syekh Quro, setelah sholat subuh Pangeran Pamanah Sari melanjutkan Wirid dan dzikir sampai matahari terbit.
Setelah selesai wirid dan Dzikir , Pangeran Pamanah Sari ditanya oleh Syekh Quro dalam masalah pernikahannya dengan Nyai Subang Larang, dari situ Pangeran Pamanah Sari ingin bicara dulu kepada semuanya, karena sebelumnya beliau ada niat hati yang jelek, setelah belajar dengan Syekh Quro, Pangeran Pamanah Sari mengalami banyak perubahan dalam dirinya dan tahu mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang salah, oleh karena itu Pangeran Pamanah Sari menjelaskan yang sebenarnya bahwa dia yang sebenarnya adalah Raja di Kerajaan Pajajaran, setelah di jelaskan ada yang terkejut, ada yang langsung menyembah dan sebagainya, tetapi Syekh Quro biasa saja karena sudah tahu dari awalnya juga, tidak ada yang membuat marah satupun malahan senang Pangeran Pamanah Sari berterus terang.

Pamanah Sari Menikah dengan Nyimas Subang Larang
Dikarenakan Syekh Quro sudah berjanji kepada Pangeran Pamanah Sari dalam syarat yang ketiga yaitu menikahkan Nyimas Subang Larang dengan Pangeran Pamanah Sari. Pangeran Pamanah Sari langsung gembira mendengar perkataan Syekh Quro, semua yang ada disitu terus memastikan atau menentukan hari-harinya untuk pernikahan yang baik, Itu semua diserahkan kepada Syekh Quro yang lebih mengetahui waktu yang baik. Tidak lama waktu sudah ditentukan oleh Syekh Quro, ada waktu tiga hari untuk mempersiapkannya. Waktu tiga hari terasa cepat tidak disangka-sangka Pangeran Pamanah Sari menikah juga dengan Nyimas Subang Larang, pada hari itu pesta besar dilaksanakan, namun hanya dipenuhi oleh para santri Syekh Quro saja dari pertama sampai akhir ( yakni tanpa memberitahukan ayahandanya dan  rakyat pajajaran ).
Pangeran Pamanah Sari Menjadi Penguasa di Cirebon dan Bergelar Prabu Siliwangi
Kemudian Pangeran Pamanah Sari Menikah dengan Nyimas  Ambet Kasih putri kandung Raja Sindang kasih ( Majalengka ) yakni putri Ki Gedeng Sindangkasih
Pangeran Pamanah Sari dengan Nyimas  Ambet Kasih sudah resmi menjadi suami istri. Pangeran Pamanah Sari berkumpul dengan istri-istrinya menjadi hidup bersama-sama. Tidak lama kemudian Ki Gedeng Sindangkasih menyerahkan sebagian tanah Cirebon karena yang sebagian lagi kepunyaan Ki Gendeng Tapa Raja singapura, lantas Pangeran Pamanah Sari menerima pemberian mertuanya itu, tidak lama kemudian Ki Gendeng Tapa sudah tua dan berusia lanjut akhirnya yang sebagiannya lagi di berikan juga kepada Pangeran Pamanah Sari, jadi tanah Cirebon di pegang oleh Pangeran Pamanah Sari semuanya, tidak lama kemudian para sesepuh berkumpul dengan Pangeran Pamanah Sari, Ki Gedeng Tapa, Ki Gedeng Sindangkasih, Ki Dampu Awang dan Ki Susuk tunggal, beserta istri-istrinya Pangeran Pamanah Sari yakni ada 4 : Nyimas  Ambet Kasih putri kandung Ki Gedeng Sindangkasih, Nyimas Subang Larang, Nyimas  Aciputih Putri dan Nyimas Ratna Mayang Sunda/ Nyimas Kentring Manik
Istri yang pertama Nyimas Aciputih Putri dari Ki Dampu Awang, istri yang kedua yaitu Nyimas Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa yang ketiga yaitu Nyimas  Ambet Kasih putri kandung Ki Gedeng Sindangkasih yang ke empat yaitu Nyimas Ratna Mayang Sunda / Nyimas Kentring Manik putri Ki Susuk Tunggal. Semuanya pada kumpul sebab Pangeran Pamanah Sari sakti mandra guna dan pintar, terkenal dimana-mana yang menguasai kerajaan Pajajaran, Pangeran Pamanah Sari oleh sesepuh di beri julukan SANG PRABU SILIWANGI yang artinya raja kerajaan Pajajaran yang harum dimana-mana terkenal dimana-mana, Pangeran Pamanah Rasa atau Pangeran Pamanah Sari menjadi terkenal dengan gelar Sang Prabu Siliwangi.
Prabu Siliwangi hidup jaya sampai dengan beliau mempunyai putra dari istri yang pertama
Yakni dari Nyimas  Aciputih Putri dari Ki Dampu Awang  berputra :
1.      Mundingsari Ageung  / Raden Arya Seta
2.      Munding Kelemu Wilamantri / Mantri Kasurudan Tapa / Mantri Kasurutapa
3.      Munding Dalem
4.      Dalem Manggu Larang
5.      Balik Layaran alias Sunan Kebo Warna
Dan dari istri yang kedua,
Yakni dari Nyimas Subang Larang mempunyai 2 orang putra dan 1 orang putri :
1.      Pangeran Cakrabuana / Walangsungsang ( H. Abdullah Iman bergelar  Sunan Caruban),
2.      Syarifah Muda`im  Nyimas Lara Santang dan
3.      Raja Sangara / prabu kiansantang ( H.Mansur bergelar Sunan Rohmat Suci Godog garut ). Ketiga-tiganya masuk Islam.seperti kata pepatah orang sunda “uyahmah tara tees ka luhur “ artinya Sifat orang tua turun ke anak, mana mungkin ayahnya hindu anaknya Islam, karena keumuman orang sunda menganut Islam tabi`i yakni islam turunan , karena ayahnya Islam maka anaknya juga Islam.
Dan dari istri yang ketiga,
Yakni dari Nyimas  Ambet Kasih mempunyai 2 putra yakni :
1.   Prabu Liman Sanjaya, dan
2.   Raden Sake alias Prabu Wastu Dewata/ prabu basudewa
Dan dari istri yang keempat,
1.   Yakni dari Nyimas Ratna Mayang Sunda / Nyimas Kentring Manik berputra:
Prabu  Surawisesa / Raden Jaka mangundra Prabu Guru Gantangan / Munding Laya Dikusuma/ Jaka Puspa / Raden  Gantangan Wangi Mangkurat Mangkunagara Raden Gantang Nagara Raden Gantang Pakuan / Raden Ne-Eukeun Raden Meumeut raden Ameut / Raden Ceumeut
Prabu Siliwangi Menghilangkan Kerajaan Pajajaran Pindah ke Alam Jin ( Alam Ghaib )
Prabu Siliwangi dari keempat istrinya beliau mempunyai keturunan sampai beliau lupa terlalu lama tinggal di Cirebon. Tidak lama kemudian datanglah perajurit Pajajaran yang di utus oleh panglimanya untuk menjemput Prabu Siliwangi kembali pulang ke kerajaan, karena Kerajaan Pajajaran membutuhkan seorang Raja.
Prabu Siliwangi bingung karena sudah berbeda agama. Prabu Siliwangi sudah muslim sedangkan di kerjaan Pajajaran masih beragama Hindu. Akhirnya prabu Siliwangi Mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah itu.
Sebelum Pergi Prabu Siliwangi berpesan kepada seluruh istrinya agar tanah Cirebon dan ajarannya harus turun-temurun sampai pada anak cucu mereka. Lalu Prabu Siliwangi berangkat kembali ke karajaan Pajajaran bersama para prajurit dan ditemani oleh macan putih dari bangsa jin yang telah diangkat menjadi panglima oleh Prabu Siliwangi.
Waktu Yang dibutuhkan untuk kembali ke kerajaaan pajajaran sekitar 3 hari, tetapi karena Prabu Siliwangi telah mempunyai Ilmu Saefi Angin maka tak disangka-sangka mereka bisa sampai tujuan hanya dalam waktu setengah hari.
Seluruh rakyat Kerajaan dan segenap keluarga Menyambut kedatangan Prabu Siliwangi,mereka menyembah Prabu sepanjang jalan menuju Kerajaan, lalu Prabu di sambut dengan suka cita oleh kakeknya Panglima Eyang Jaya Karsa, Prabu Siliwangi masuk ke dalam kerajaan tak ada yang berubah satu pun di kerajaan masih seperti waktu di tinggalkan dulu.
Beberapa hari terakhir Prabu Siliwangi memikirkan bagaimana Fitnah dari rakyat-rakyatnya apabila mereka tahu bahwa dirinya Sudah di Islamkan oleh Syekh Quro. Sebenarnya Beliau Telah memikirkan hal ini semenjak berada di tanah Cirebon bagaimana caranya supaya menghilangkan Fitnah atau perkataan-perkataan dari rakyatnya yang tidak tahu tentang agama, tidak lama kemudian Prabu Siliwangi mendatangi Macan Putih panglimanya Supaya Membantu Negara Pajajaran Di Pindahkan Ke alam Jin ( alam Ghaib ). Prabu Siliwangi Menunggu datangnya Bulan Purnama untuk menjalankan Rencananya itu Ketika Pintu GHAIB terbuka, kebetulan datangnnya Bulan purnama hanya 2 Hari lagi, sambil menunggu Prabu Siliwangi bersama macan putih malam-malam pergi ke batas Kerajaan Pajajaran untuk menanam pohon jeruk, dari batas kerajaan supaya ketika Menghilang tidak meninggalkan jejak sedikitpun dan tidak ada bukti apapun.
Akhirnya Malam kedua di bulan Purnama waktu yang telah ditentukan oleh Prabu Siliwangi Datang Juga, Beliau Bersama Macan Putih menyireup agar semua rakyatnya tidak ada yang mengetahui satu juga pindahnya karajaan Pajajaran dari alam dzohir ke alam ghaib. Prabu Siliwangi langsung memindahkan kerajaan tersebut dengan orang-orangnya, memakai ilmu dengan dibantu oleh Macan Putih menghilang. Nah semua negara kerajaan Pajajaran pindah dari alam dzohir ke alam ghaib.

Raden Haji Abdul Manaf, Ulama Sunda di Bandung Selatan Abad ke-17/18
Raden Haji Abdul Manaf disebut juga Eyang Dalem Mahmud adalah seorang ulama Sunda yang hidup pada abad peralihan abad ke-17/18, hidup diperkirakan antara tahun 1650–1725. Hingga saat ini, riwayat ulama ini belum banyak diketahui. Belum ada penelitian mendalam yang mengungkap peranannya di Kota Bandung pada abad tersebut. Tentang tempat asalnya, beredar dua versi: dari keturunan Cirebon dan dari keturunan Mataram. Mungkin, dari Mataram, ke Cirebon terus ke Bandung. Tapi melihat para leluhurnya, ia adalah seorang keturunan Sunda. Bukti pasti bahwa ia seorang ulama berpengaruh adalah makamnya yang dianggap keramat dan hingga kini banyak diziarahi banyak orang. Selain makam, ia pun meninggalkan peninggalannya yaitu sebuah kampung unik yang disebut Kampung Mahmud di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih. Kampung ini berada dipinggiran Sungai Citarum yang melewati kawasan Bandung Selatan. Letaknya yang di pinggiran sungai ini, membuat kampung ini eksklusif, menutup komunikasi langsung sehari-hari warganya dengan dunia luar sehingga dalam waktu cukup lama keaslian tradisinya terjaga. Keunikannya adalah, rumah-rumah di kawasan Mahmud bentuknya sama yaitu rumah panggung, pantangan memakai kaca, menggali sumur dan bertembok. Kemudian, dilarang menyetel musik dan memelihara binatang. Namun, seperti akan diuraikan, nilai-nilai adat ini kini sudah banyak dilanggar. Keadaan mulai banyak berubah. Riwayat Haji Abdul Manaf
[1] Menurut tradisi lisan, diceritakan oleh Raden Haji Mangkurat Natapradja (Lurah Desa Babakan Ciparay tahun 1915-1950), bahwa bupati saat itu bernama Dalem Dipati Agung Suriadinata. Ia mempunyai putra bernama Dalem Natapradja. Natapraja ini adalah ayahnya Raden Haji (RH) Abdul Manaf atau dikenal dengan sebutan Dalem Mahmud. Suatu saat, RH. Abdul Manaf pergi menunaikan haji ke Mekkah. Ketika ia berada di depan Ka’bah ia bermunajat kepada Allah dan mendapat ilham (wangsit) berbentuk perintah: “Kamu harus mengambil segenggam tanah dari pelataran Ka’bah ini untuk dibawa pulang ke tanah air. Setibanya di kampung halamanmu, tanah itu harus ditebarkan di sekitar rumah kemudian namailah kampungmu itu dengan nama Mahmud. Kemudian kampung Mahmud itu harus dijadikan kawasan “haram” (tanah suci) yang tidak boleh dikunjungi dan diinjak oleh seseorang yang tidak beragama Islam. Selanjutnya, tandailah dengan sebuah tugu yang menjadi tanda bahwa tanah itu adalah tanah haram.” Sepulang dari Mekkah, Abdul Manaf melaksanakan perintah itu. Kampung Mahmud itu bertahan beratus-ratus tahun berhasil menjadi kampung yang terjaga sesuai pesan dari Mekkah itu. Setelah kampung itu bernama Mahmud, tempat itu berkembang menjadi salah satu pusat pelajaran spiritual Islam
[2] terkenal di tatar Sunda dan sekaligus menjadi sebuah tempat perlindungan (persembunyian) dan pengayoman bagi mereka yang mencari perlindungan. Sebuah kisah diceritakan R. Endih Natapraja dan pernah ditulis oleh R. Suandi Natapraja sebagai berikut: Suatu ketika, Eyang Dalem Mahmud kedatangan seoang pria setengah baya yang mengaku berasal dari daerah timur bernama Zainal Arif. Tamu itu menceritakan bahwa kedatangannya dalam rangka melarikan diri karena ia dituduh membahayakan keamanan penguasa Kolonial Belanda. Setelah menempuh perjalanan sekian jauh, atas petunjuk beberapa orang yang ditemuinya, sampailah ia ke kawasan Mahmud tersebut dan menemui RH. Abdul Manaf. Ia kemudian memohon perlindungan. Abdul Manaf menerimanya dan menjadikannya sebagai murid serta pengikutnya. Setelah sekian lama mengikuti pelajaran, ternyata didapati bahwa Zainal Arif adalah seorang pemuda yang pandai, cerdas dan cekatan dalam menerima pelajaran yang diberikan. Karena ia pun menunjukkan kesetiaannya sebagai murid Eyang, ia pun akhirnya dinikahkah dengan salah seorang keturunannya kemudian diberi gelar Eyang Agung. Zainal Arif yang telah menjadi menantu Eyang Dalem kemudian berpengaruh dan tumbuh menjadi “Eyang kedua.” Eyang Dalem Mahmud Haji Abdul Manaf diperkirakan wafat tahun 1725. Dari catatan keturunannya yang masih hidup hingga sekarang, terdapat urutan silsilahnya leluhur dan keturunannya sebagai berikut:
Prabu Linggawastu Prabu Mundingkawati (Siliwangi I)
Prabu Anggalarang (Siliwangi II)
Parubu Pucuk Umum (Siliwangi III)
Prabu Anggalarang (Siliwangi IV)
Prabu Seda (Siliwangi V)
Prabu Guru Bantangan
Prabu Lingga
Pakuan Panandean Ukur
Dipati Ukur Ageung
Dipati Ukur Anom
Dipati Ukur Delem Suriadinata
Dalem Nayadireja (Sontak Dulang)
Raden Haji Abdul Manaf
Raden Saedi
Raden Jeneng
Raden Jamblang
Raden Brajayuda Sepuh (Jagasatru I)
Raden Haji Abdul Jabar (Jagasatru II)
Raden Brajayuda Anom (Jagasatru III)
Raden Haji Mangkurat Natapradja (H. Abdulmanap)
Sedangkan silsilah Zainal Arif, nyambung kepada Syekh Haji Abdul Muhyi di Pamijahan, Tasikmalaya.
Syekh Abdul Muhyi
Sembah Dalem Bojong
Sembah Eyang Samadien
Sembah Eyang Asmadien
Sembah Eyang Zainal Arif
Embah Ta’limudin KH. Marjuki (Mama Prabu Cigondewah)
[3]Komplek Makam Raden Haji Abdul Manaf dikebumikan di bawah pohon beringin yang rindang berdekatan dengan makam Zainal Arif, berjarak sekitar 15 meter. Tugu yang dibangun berdasarkan ilham di tanah suci hingga kini terpelihara karena dilestarikan dengan dibangun sebuah bangunan yang tertutup dan terkunci, dikelilingi pagar besi dan beratap. Makam RH. Abdul Manaf merupakan makam utama dibangun dari lempengan batu murni berbentuk segi empat. Di sekitarnya, terdapat pula beberapa makam murid dan keluarga dekat Abdul Manaf. Komplek makam ini cukup nyaman sebagai tempat ziarah yang sepertinya dibangun sengaja untuk para penziarah. Ziarah pada saat hari-hari besar Islam seperti bulan Maulud dan Rajab melebihi jumlah hari-hari biasa. Sejarah dan Nilai Strategis Kampung Mahmud Hingga saat ini, kampung Mahmud masih sebagai kampung “tertutup” atau “tanah haram” yang hanya boleh dikunjungi oleh orang yang beragama Islam. Untuk menjaga keutuhan kampung, hanya terdapat satu jalan masuk yang dipintunya memakai gapura atau portal bertuliskan “Kampung Mahmud.” Askes ke Kampung Mahmud sekarang semakin mudah dengan angkutan umum langsung ke lokasi. Sepanjang pengetahuan kuncen, sejak zaman Belanja, kemudian Jepang, kampung Mahmud hingga saat ini belum pernah diinjak oleh orang non-Muslim. Karenanya, tidak ditemukan orang asing disini atau non-pribumi yang berani membuka usaha. Semua kegiatan ekonomi atau perniagaan dipegang oleh orang-orang pribumi. Di kawasan luar kampung, baru ditemui beberapa toko dan usaha kelompok “non-pribumi.” Adat Kampung Mahmud melarang pembunyian alat-alat musik, beduk dan pemeliharaan hewan piaraan. Lokasi di pinggiran Citarum ternyata adalah pilihan strategis Raden Haji Abdul Manaf dalam situasi penjajahan Belanda. Kampung Mahmud dulunya adalah rawa-rawa yang sulit dilalui. Daerah itu dikelilingi Sungai Citarum lama dan sepotong Sungai Citarum baru. Secara geologis, daerah yang kini dihuni sekitar 400 keluarga tersebut berbentuk cekungan. Tempat yang menjorok dari kota dan terpisahkan oleh Sungai Citarum membuat kampung ini sulit tersentuh oleh Belanda sehingga aman sebagai tempat persembunyian dan untuk mengembangkan ajaran Islam. Larangan menyembunyikan alat-alat musik, pewayangan, gamelan, beduk dan pemeliharaan binatang (terutama kambing dan angsa) bukanlah mitos atau paham keagamaan kolot melainkan sebuah kearifan tradisional. Larangan itu adalah amanat RH. Abdul Manaf agar tidak menimbulkan kebisingan yang bisa mengundang kecurigaan dan kehadiran pihak penjajah Belanda ke kampung itu. Jadi, dari berbagai sisi, RH. Abdul Manaf berusaha menjadikan tempat itu sebuah kampung yang aman dan nyaman sebagai tempat persembunyian. Di sisi lain, sebagai ulama, ia juga mengajarkan dan menanamkan rasa kebersamaan, kesederajatan sosial, saling membantu dan sikap gotong royong seperti yang diajarkan Islam. Ajaran ini ditanamkannya melalui amanat pembuatan rumah yang sama yaitu bentuk panggung. Sedangkan larangan bangunan bertembok, pembuatan sumur dan pemasangan kaca karena pertimbangan daerah itu labil. Tembok, sumur dan kaca tidak fleksibel terhadap guncangan dan mudah ambruk. Di sisi lain, larangan ini untuk menanamkan nilai-nilai kesamaan diantara warga penduduk kampung Mahmud. Ajaran-ajaran inilah yang membuat kampung ini aman, tenang dan asri. Dampak Modernisasai: Tak Lagi Asri Namun, sejak pasca pertengahan abad ke-20, perubahan zaman dan modernisasi yang tidak terhindarkan, pengaruh teknologi mulai masuk. Komunikasi dengan dunia luar semakin terbuka. Media komunikasi seperti telepon sudah mulai masuk. Media elektronik seperti radio dan televisi sekarang sudah diterima, termasuk media cetak seperti surat kabar, majalah, atau buku. Mereka juga sudah terbiasa dengan kunjungan para peziarah dari luar. Sebagaimana terjadi di banyak tempat di Indonesia, modernisasi mengakibatkan akibat-akibat buruk di kampung ini: Pertama, sungai Citarum yang dulu bersih dan asri, digunakan oleh masyarakat kampung Mahmud untuk mandi dan mencuci, kini berpolusi limbah pabrik dan tidak bisa digunakan lagi. Ini mendorong penduduk membuat sumur masing-masing. Pada perubahan-perubahan yang sifatnya tidak bisa dihindari dan untuk kebutuhan semua orang, seperti kebutuhan air ini, biasanya para pupuhu disitu berdialog meminta izin dulu kepada Eyang RH. Abdul Manaf. Dan karena direstui, tidak terjadi akibat apa-apa. Kedua, penggunaan alat-alat teknologi modern mulai masuk dan secara kultural merusak keaslian adat dan tradisinya. Televisi banyak merubah cara pandang dan gaya hidup. Selain sikap materialistik mulai tumbuh, gaya bicara remaja-pemuda yang mulai “ngota” (tidak berbahasa Sunda), kini warga Mahmud terbiasa menyaksikan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti menyaksikan tayangan-tayangan artis selebritis dan sinetron di televisi. Ketiga, perkembangan ekonomi dan pandangan hidup materialistik mulai merubah tradisi dan nilai-nilai adat kampung Mahmud yang sebelumnya memegang asas kesederajatan dan kebersamaan. Kini rumah-rumah mulai bertembok, memakai genteng mewah dan kaca. Kebun-kebun bambu milik penduduk kampung pun dijual kepada masyarakat kota untuk dijadikan lahan-lahan pemakaman. Atas pelanggaran-pelanggaran itu, menurut Syafe’i, yang dituakan di kampung itu, terbukti mereka yang melanggar biasanya sakit, rumah tangganya tidak rukun, atau ekonominya mandek. “Bukan karena sumpah leluhur, tapi karena perilaku mereka sendiri, kata Syafe’i yang menjelaskan adat masyarakatnya memang menerapkan keseragaman agar masyarakat tak saling menonjolkan diri, berperilaku sederhana, dan menekan rasa sombong. Kini Kampung Mahmud tak lagi asri. Saya tidak tahu, bagaimana nanti kalau mereka sudah meninggal, ke mana mereka akan memakamkan keluarganya?”


SILSILAH KETURUNAN CIGONDEWAH ( VERSI MAMA EYANG ADROI )
SILSILAH KETURUNAN DARI SILIWANGI

MAHARAJA ADIMULYA Puputra
1.Prabu Ciung Wanara
2.Sri Ratu Purbasari
3.Prabu Lingga Hiang
 Prabu Lingga Hiang BERPUTRA:2
1. Prabu Lingga Wesi
2. Cakrawati

1. Cakrawati PUPUTRA:
1. Kakasih Raja
2. Kian Santang

1. Prabu Lingga Wesi PUPUTRA:

1.Susuk Tunggal Puputra
2.Banyak Larang Puputra
3.Banyak Wangi Puputra
4.Prabu Linggawastu Prabu Mundingkawati (Siliwangi I)Puputra
5.Prabu Anggalarang (Siliwangi II) Puputra

Angga Larang BERPUTRA:
1. Prabu Siliwangi
2. R. Rangga Pupukan
3. Prabu Jaya Pupukan

ISTRI-ISTRI PRABU SILIWANGI:
1. Nyai. Ambet Kasih (Putri ki Gedeng Kasih)
2. Nyai. Subang Larang (Putri ki Gedeng Tapa)
1.       Prabu Linggawastu Prabu Mundingkawati (Siliwangi I)
2.       Prabu Anggalarang (Siliwangi II)
3.       Parubu Pucuk Umum (Siliwangi III)
4.       Prabu Anggalarang (Siliwangi IV)
5.       Prabu Seda (Siliwangi V)
6.       Prabu Guru Bantangan
7.       Prabu Lingga
8.       Pakuan Panandean Ukur
9.       Dipati Ukur Ageung
10.    Dipati Ukur Anom
11.    Dipati Ukur Delem Suriadinata
12.    Dalem Nayadireja (Sontak Dulang)
13.    Raden Haji Abdul Manaf
14.    Raden Saedi
15.    Raden Jeneng
16.    Raden Jamblang
17.    Raden Brajayuda Sepuh (Jagasatru I)
18.    Raden Haji Abdul Jabar (Jagasatru II)
19.    Raden Brajayuda Anom (Jagasatru III)
20.    Raden Haji Mangkurat Natapradja (H. Abdulmanap)
21.   Sedangkan silsilah Zainal Arif, nyambung kepada Syekh Haji Abdul Muhyi di Pamijahan, Tasikmalaya.
Syekh Abdul Muhyi. Di dalam silsilah keturunan Bupati Sukapura, Raden Yudanegara I ini disebutkan sebagai anak kedua Raden Tumenggung Anggadipa Wiradadaha III dan cucu Raden Adipati Wirawangsa Wiradadaha I, Bupati Sukapura yang memerintah pada paruh pertama abad XVII.
Abdul Muhyi, Syeikh Haji (Mataram, Lombok, 1071 H/1650 M-Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya, Jawa Barat 1151 H/1730 M). Ulama tarekat Syattariahdi dalam naskah Kitab Istiqlal Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah juga disebutkan bahwa ada tiga guru tarekat yang diwarisi tasawuf Pamijahan yaitu: Abdul Qadir Jaelani, Abdul Jabbar dan Abdul Rauf Singkel. Apabila Abdul Qadir Jaelani disebut sebagai ‘wali awal’, maka Abdul Muhyi dianggap sebagai ‘wali penutup’. Kedudukan ini memang dibuktikan oleh kenyataan bahwa setelah wafatnya, keturunan Abdul Muhyi tidak lagi menggunakan gelar Syekh. Istilah ‘wali penutup’ memang menjadi pertanyaan, sebab dalam sejarah Islam wali akan tetap ada setiap zaman, tetapi hanya para ‘wali’ yang mengetahui keberadaan seorang ‘wali’.  
Sebagai keturunan raja, tidak banyak disebutkan dalam Kitab Istiqlal Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah perihal garis silsilah bapak, tetapi dijelaskan di dalam naskah lain yang disebut Sejarah Sukapura, yaitu dari Ratu Galuh. Ayah Syekh Abdul  Muhyi yang bernama Lebe Warta Kusumah, yang adalah keturunan ke-6 dari Ratu Galuh. Perkawinan Lebe Warta dengan Sembah Ajeng Tangan Ziah melahirkan dua orang anak: pertama adalah Syekh Abdul Muhyi dan kedua adalah Nyai Kodrat (menjadi isteri Syekh Khotib Muwahid). Dari Syekh Khotib Muwahid ini Syekh Abdul Muhyi mempunyai hubungan kekerabatan tidak langsung dengan Sultan Pajang, Pangeran Adiwijaya (Jaka Tingkir), karena yang terakhir ini merupakan leluhur Sembah Khotib Muwahid.
Silsilah Bupati Sukapura menurut naskah Leiden Cod. Or. 7445 secara Genealogi dimulai dari empat orang isteri Syekh Abdul Muhyi, itupun terutama dari isteri yang pertama (Sembah Ayu Bakta) sebagai leluhur para bupati Sukapura dari pihak ibu, adalah putri dari Sembah Dalem Sacaparana.
Selain itu, R. Ajeng Halimah atau disebut juga Ayu Salamah, putri ketiga dari Raden Tumenggung Anggadipa Wiradadaha III, penguasa Sukapura (Tasikmalaya) waktu itu, dan juga adik bungsu dari Raden Yudanagara I, adalah juga salah seorang istri Syekh Abdul Muhyi.

“MAKOM PAMIJAHAN TASIKMALAYA” :
SYEKH ABDUL MUHYI PAMIJAHAN
  1. Syekh Abdul Muhyi
  2. Sembah Dalem Bojong
  3. Sembah Eyang Samadien
  4. Sembah Eyang Asmadien
  5. Sembah Eyang Zainal Arif
  6. Embah Ta’limudin KH. Marjuki (Mama Prabu Cigondewah)



 “KETURUNAN MAKOM MAHMUD” :
 Embah Ta’limudin KH. Marjuki (Mama Prabu Cigondewah) Punya 3 putra:
1. Mama Eyang Adra'i (Putra.1 Mama Prabu Cigondewah )- di Cigondewah
2. Eyang Endah (Putra.2 Mama Prabu Cigondewah )- di Cigondewah
3) Eyang H Pakih (Putra.3 Mama Prabu Cigondewah ) di Cigondewah 

Al-Habib Husein Bin Abubakar Alaydrus (Habib Keramat Luar Batang)

Beliau lahir di Migrab, dekat Hazam, Hadramaut, Datang di Betawi sekitar tahun 1746 M. Berdasarkan cerita, bahwa beliau wafat di Luar Batang, Betawi tanggal 24 Juni 1756 M. bertepatan dengan 17 Ramadhan 1169 Hijriyah dalam usia lebih dari 30 tahun ( dibawah 40 tahun ). Jadi diduga sewaktu tiba di Betawi berumur 20 tahun. Habib Husein bin Abubakar Alaydrus memperoleh ilmu tanpa belajar atau dalam istilah Arabnya “ Ilmu Wahbi “ , yaitu pemberian dari Allah tanpa belajar dahulu. Silsilah beliau : Habib Husein bin Abubakar bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Husein bin Abdullah bin Abubakar Al-Sakran bin Abdurrahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath.
Habib Husein yang lebih terkenal dengan sebutan Habib Keramat Luar Batang, mempunyai perilaku “ Aulia “ (para wali) yang di mata umum seperti ganjil. Seperti keganjilan yang dilakukan beliau, adalah :
Habib Husein tiba di Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta, yang merupakan benteng pertahanan Belanda di Jakarta. Kapal layar yang ditumpangi Habib Husein terdampat didaerah ini, padahal daerah ini tidak boleh dikunjungi orang, maka Habib Husein dan rombongan diusir dengan digiring keluar dari teluk Jakarta. Tidak beberapa lama kemudian Habib Husein dengan sebuah sekoci terapung-apung dan terdampar kembali di daerah yang dilarang oleh Belanda. Kemudian seorang Betawi membawa Habib Husein dengan menyembunyikannya. Orang Betawi ini pun berguru kepada Habib Husein. Habib Husein membangun Masjid Luar Batang yang masih berdiri hingga sekarang. Orang Betawi ini bernama Haji Abdul Kadir. Makamnya di samping makam Habib Husein yang terletak di samping Masjid Luar Batang.
Habib Husein sering tidak patuh pada Belanda. Sekali Waktu beliau tidak mematuhi larangannya, kemudian ditangkap Belanda dan di penjara di Glodok. Di Tahanan ini Habib Husein kalau siang dia ada di sel, tetapi kalau malam menghilang entah kemana. Sehingga penjaga tahanan (sipir penjara) menjadi takut oleh kejadian ini. Kemudian Habib Husein disuruh pulang, tetapi beliau tidak menghiraukan alias tidak mau pulang, maka Habib Husein dibiarkan saja. Suatu Waktu beliau sendiri yang mau pergi dari penjara.
Sumber dari Buku Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi – Idrus Alwi Almasyhur

Al-Habib Abu Bakar Al-Aidrus

Al-Habib Abu Bakar Al-Aidrus
Abu Bakar Al-Aidrus adalah seorang wali besar jarang yang dapat menyamai beliau di masanya. Beliau termasuk salah seorang imam dan tokoh tasawuf yang terkemuka. Beliau belajar tasawuf dari ayahnya dan dari para imam tasawuf yang terkemuka. Selain itu beliau juga pernah belajar hadis Nabi dari Muhaddis Imam Shakawi.
Sebahagian dari karamahnya pernah diceritakan bahawa ketika beliau pulang dari perjalanan hajinya beliau mampir di Kota Zaila’ yang waktu itu wali kotanya bernama Muhammad bin Atiq. Kebetulan waktu itu beliau berkunjung kepada wali kota yang katanya kematian isteri yang dicintainya. Syeikh Abu Bakar menyatakan ikut berdukacita dan menyuruhnya untuk tetap bersabar atas musibah yang dihadapinya itu. Rupanya nasihat Syeikh itu rupanya tidak dapat menenangkan hati wali kota itu. Bahkan ia makin menangis sejadi-jadinya sambil menciumi telapak kaki Syeikh Abu Bakar minta doa padanya. Melihat kejadian itu Syeikh Abu Bakar segera menyingkap tutup kain dari wajah wanita yang telah mati itu. Kemudian beliau memanggil mayat itu dengan namanya sendiri. Dengan izin Allah, wanita itu hidup kembali.
Syeikh Ahmad bin Salim Bafadhal pernah menceritakan pengalamannya bersama Syeikh Abu Bakar: “Pernah aku disuruh Muhammad bin Isa Banajar untuk membawakan hadiah buat Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus. Ketika aku beri salam padanya ia telah memberitahukan dahulu apa yang kubawa sebelum kukatakan kepadanya tentang isi hadiah itu. Kemudian Syeikh Abu Bakar berkata: “Berikan kepada si fulan besar ini, berikan pada si fulan demikian dan seterusnya. Ketika Syeikh Umar bin Ahmad Al-Amudi datang berkunjung padanya waktu itu beliau menghormatinya dan mengeluarkan semua makanan yang dimilikinya. Melihat hal itu, Syeikh Umar berkata dalam hatinya: “Perbuatan semacam ini adalah membazir”. Dengan segera Syeikh Abu Bakar berkata dengan sindiran: “Mereka itu kami jamu tapi mereka katakan perbuatan itu adalah membazir. Mendengar sindiran itu Syeikh Umar Amudi segera minta maaf.
Termasuk karamahnya jika seorang dalam keadaan bahaya kemudian ia menyebut nama Syeikh Abu Bakar memohon bantuannya. Dengan segera Allah akan menolongnya.
Kejadian semacam itu pernah dialami oleh seorang penguasa bernama Marjan bin Abdullah. Ia termasuk bawahannya bernama Amir bin Abdul Wahab. Katanya: “Ketika aku sampai di tempat pemberhentian utama di kota San’a, tiba-tiba kami diserang oleh sekelompok musuh. Kawan-kawanku berlarian meninggalkan aku. Melihat aku sendirian, musuh mula menyerang aku dari segala penjuru. Di saat itulah aku ingat pada Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus dan kupanggil namanya beberapa kali. Demi Allah di saat itu kulihat Syeikh Abu Bakar datang dan memegang tali kudaku dan menghantarkan aku sampai ke tempat tinggal. Setelah aku sampai di rumahku, kudaku yang penuh luka ditubuhnya mati”.
Syeikh Dawud bin Husin Alhabani pernah bercerita: “Ada seorang penguasa di suatu daerah yang hendak menganiaya aku. Waktu sedang membaca surah Yaasin selama beberapa hari untuk memohon perlindungan dari Allah, tiba-tiba aku bermimpi seolah-olah ada orang berkata: “Sebutlah nama Abu Bakar Al-Aidrus”. Tanyaku: “Abu Bakar Al-Aidrus yang manakah, aku belum pernah mengenalnya”. Jelas orang itu: “Ia berada di Kota Aden (Hadhramaut).” setelah kuucapkan nama itu, Allah menyelamatkan aku dari gangguan penguasa itu. Waktu aku berkunjung ke tempat beliau, kudapati beliau memberitahu kejadian yang kualami itu padaku sebelum aku menceritakan cerita pada beliau”.
Sayid Muhammad bin Ahmad Wathab juga bercerita tentangnya: “Pernah aku pergi ke negeri Habasya (Ethiopia). Di sana aku dikeronok oleh gerombolan dan dirampas kudaku serta hartaku. Hampir mereka membunuhku. Kemudian aku menyebut nama Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus mohon pertolongan sebanyak sebanyak tiga kali. Tiba-tiba kulihat ada seorang lelaki besar tubuhnya, datang menolongku dan mengembalikan kuda beserta hartaku yang dirampas. Orang itu berkata: “Pergilah ke tempat yang kami inginkan”.
Dipetik dari: Kemuliaan Para Wali – karangan Zulkifli Mat Isa, terbitan Perniagaan Jahabersa

BAB 1
                SEJARAH IBU RATU KIDUL 
SUMBER : AL-ALLAMAH QUTHBUL SANIYYAH SYARE’ATUL KHOTAM SAYID SYEIKH AL-HABIB IDRIS NAWAWI BIN YAHYA AZHOMATUL KHAN Tj

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEPtChFmyzqn6yhIIP8FBedE-UId2i3k6_JCFi7F-yFjk2uWVfl-XyJiu-8UdUKWadPjFAQMzOKY7XhFLBXMMgJ79K3eW9T0EcBrOZJMxXUWpwM_qjszabS8azVbK57ipfb70-wt-y52A/s200/images.jpgSecara fakta, Ibu Ratu Kidul, adalah penguasa laut Selatan, dan secara garis kepemimpinan, Ratu Kidul yang dimaksudkan disini, bukan status nama orang atau nama pribadi, tapi Gelar sebagai penguasa dari sifat Mulukul Ardi, seperti orang sering mengatakan "Raja Jawa" kata majmuk ini, bukan simbolis nama orang, tapi lebih disudutkan pada Gelar kebangsawanan.

Nah, silsilah Ibu ratu Kidul sejak permulaan. Dikepalai oleh Ratu Bilqist atau istri Nabi Sulaiman A.S, (Dari bangsa Siluman Azrak) beliau bagian kepala tertinggi yang mengepalai semua Ratu Kidul yang ada.

Dibawahnya bernama Ratu Alam Azrak, yang mengepalai Laut Merah (beliau tangan kanan Ratu Bilqist) Sebawahnya dinamakan Ratu Kidul Sejagat (mengepalai Lautan Pasifik dan India) Dibawahnya lagi bernama Ratu Kidul Naga Biru (mengepalai dasar laut terdalam) Ratu Naga Biru, akan menampakkan wujudnya disela Qiamat akan tiba sebagai perusak dasar Gunung, Kawah,dan Tsunami. Dibawahnya lagi Ratu Kidul Jawa, disini banyak pemimpin, diantaranya Dewi Nawang Wulan istri dari Jaka Tarub, yang mengepalai Lautan Jawa-Timur. Dewi Nawang Wulan dan Nawang Sari (anak dari Prabu Siliwangi) yang mengepalai Lautan Jawa Barat dan sekitarnya. Dewi Nyai Blorong (mengepalai laut Cilacap) Dewi Fathimah, anak dari Prabu Demak Bintoro, yang dinikah oleh Prabu Siliwangi, mengepalai Laut Yogya. Dewi Kedthon, mengepalai Laut Purworejo. Dewi Sekar Arum dan Sekar Kuning, mengepalai Laut Kebumen dan sekitarnya. Dewi Selaasih atau Kedasih, mengepalai Laut Jakarta.

Adapun kelahiran Pulau Jawa adalah terlahir dari Tokoh Legenda Ciung wanara, yang mengawini Nyimas ratu Ayu Purbaya, beliau terlahir dari Periapt?l Sakti (keturunan Sanghyang,Prabu Lalijan) atau Raja pertama Padjajaran. Dari pertalian darah ini, Ciung Wanara dan Purbaya,mempunyai 7 turunan, yang semuanya menjadi Raja Padjajaran, yaitu,
  1. Lingga Meong, 
  2. Lingga Wesi, 
  3. Lingga Wastu, 
  4. Prabu Susuk Tunggal, 
  5. Prabu Munding, 
  6. Kawati
  7. Prabu Siliwangi.

Nah terlahirnya Para Wali Jawa, dan penutupnya Para Sanghyang, dari seorang Prabu Siliwangi dari seorang istri Nyimas Rara Santang Marta Singa, Putri dari Syeikh Qurrotul ‘Ain. Punya Anak Tiga yaitu:
  1. Prabu Walangsungsang atau Mbah kuwu Cakra Buana.  
  2. Kiansantang atau Raden Rahmat-Godog Garut. 
  3. Nyimas Rara santang atau Syarifah Mudaim.
Adapun penutup Bangsa Sanghyang, Prabu Siliwangi pernah nikah dengan Ratu Palaga Inggris, dari Bangsa Siluman Seleman, punya anak Tiga yaitu:
  1. Ucuk Umun (Nghayang di Banten Girang,setelah ditaklukkan oleh Mbah Kuwu Cakra Buana) 
  2. Nawang Wulan dan 
  3. Nawang Sari (Ngahyang dilaut Selatan Karang Bolong Banten) setelah tahu ayahandanya Raib/Ngahyang.

Lalu bagaimana Prabu Siliwangi menjadi Bapaknya Wali Jawa ? Inilah kronologinya. Dari Mbah Kuwu Cakra Buana, melahirkan Ratu Pakungwati.yang dinikahkan sama Kanjeng Syeikh Syarif Hidayatulloh,Putra dari Nyimas Rara Santang (Adiknya Mbah Kuwu Cakra Buana) lalu Prabu Siliwangi,juga nikah dengan Putri Tumenggung Demak, yang keturunannya dinikah oleh Sunan kalijaga, Sunan Bonang dan Sunan Muria.

Adapun dari Putra Kanjeng Syeikh Syarif, ada yang di nikah oleh Kanjeng Sunan kali Jaga (Putri kacirbonan) dan ada juga yang di nikah oleh Pangeran Suta Wijaya (Putri Cimanuk) dari salah Satu Putra Prabu Siliwangi,ada juga yang nikah dengan keluarga Sunan Ampel dan Sunan Giri, yang putranya di nikah oleh Sunan Bonang, lalu dari keluarga istri Demak, ada juga yang dinikah sama Arya Bengah, Aray kemuning dan Syeikh Muhy
;lj bi Pamijahan.
Dari Tumenggung Syahid (Sunan Kali Jaga) ada yang nikah  dengan Pangeran Sapu jagat dan Ki.Gede Antas Angin. Dari sini hampir 90% keluarga Prabu Siliwangi,masuk semua ke sifat keluarga Wali Songo.

BAB 2
        
KISAH IBU DEWI LANJAR DAN IBU RATU KIDUL
SUMBER : 
AL-ALLAMAH QUTHBUL SANIYYAH SYARE’ATUL KHOTAM
SAYYID SYEIKH AL-HABIB IDRIS NAWAWI BIN YAHYA AZHOMATUL KHAN Tj.A

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidLl0ev3Oox7h0K8-hLNwtqJUxc8PucQSWrIAIjyspj-lqWD_L4TkaVeqH95zH7YnPVOWsclM59p8Y1THq45wDyVjSy_rV6PbkuxDwHwJoxK-9WQdes0sZz06qWXk230Bh_mqQGdhXi1w/s200/NYI+RORO+KIDUL.jpgSecara pandangan umum, mereka berdua bagian dari kemusyrikan agama. Bahkan tak sedikit yang mengatakan, mereka ini salah satu ratu yang menyediakan pesugihan. Namun bila anda paham tentang KETAUHIDAN dan keluasan ilmu Allah, mereka adalah bagian Abdul Jumud setingkat Waliyulloh. Inilah kisah selengkapnya.

Ibu Ratu Kidul, atau ratu penguasa laut Selatan, mempunyai beragam versi, seperti halnya pandangan luar Jawa, yang mengatakan : " bumi Jawa adalah tanah raja" namun sewaktu ditanya, raja siapa saja yang ada di tanah Jawa, mereka tidak bisa menjawab. Pandangan ini sama halnya dengan ibu Ratu Kidul. Dalam Hakikat yang ada.

Ibu Ratu Kidul yang ada melegendaris di seluruh dunia :

  1. Ratu Bilqist (Istri Nabi Sulaiman AS) beliau adalah ratu dari semua ratu bangsa Ahlus Simar,turun di zaman Ketauhidan.
  2. Ratu Kidul Hizib Azrak. Beliau menguasai Laut Selatan bagian Bagdad dan sekitarnya, beliau juga bagian dari tangan Ratu Bilqist.
  3. Ratu Naga Biru Lapis tiga, beliau salah satu ratu dedemit sebelum Walisongo, dan pernah menduduki sebagai penguasa Laut Selatan. Ratu Naga biru salah satu dari guru semua Ratu Pantai Selatan yang ada di pulau Jawa.
  4. Dewi Nawang Wulan
  5. Nawang Sari. Beliau berdua putri dari Prabu Siliwang, dari Ratu Palaga Iggris (bangsa Ahmar Seleman) yang pada akhirnya ngahyang dan menjadi penguasa Laut Selatan, bagian Jawa Barat dan Cilacap
  6. Dewi Nawang Wulan, istri dari Joko Tarub, menguasai bagian laut Selatan Jawa Tengah dan Solo.
  7. Siti Fathimah Demak Bintoro, beliau salah satu putri Prabu Siliwangi dari keluarga Demak Bintoro, yang akhirnya ngahyang dan menjadi penguasa laut Selatan bagian Yogyakarta.
  8. Dewi Kencono Wungu, istri dari Joko Tingkir, penguasa laut Selatan bagian Wonosobo dan Magelang.
  9. Dewi Andini, Putra dari Ibu Ratu Kidul Nawang Wulan bin Prabu Siliwangi, yang menguasai bagian Tasik dan sekitarnya. 
10.   Nyi Blorong,putri Prabu Siliwangi, dari ratu Seleman, yang menguasai bagian Cilacap dan pulau Penyu (nusa kambangan) 
11.   Ratu Sejagat Alam  dan putrinya, menguasai dari 7 generasi dan paling lama menduduki ratu pantai Selatan, terhitung dari zaman Togog, Adli, Seleman, Lelembut dan baru ngahyang pada zaman Wali Songo.

Sedangkan Dewi Lanjar atau Siti Hj.Khodijah binti pangeran Demak Raja Pulasaren, beliau adalah ratu tunggal yang menguasai laut Utara. Dewi lanjar ini pernah menjadi istri dari Mbah Kuwu Cakra Buana, Cirebon, yang menempati pulau Selamaran Pekalongan.

Dari semua Ibu Ratu diatas, kita hanya paham satu ibu Ratu kidul, yaitu, era WaliSongo, Dewi Nawang Wulan dan Nyi Blorong. Nah, sekedar ulasan kecil, kami akan ceritakan kronologi perjalanan Ibu Dewi nawang Wulan dan Dewi Lanjar, di era yang sama.

Dalam nasab atau sifat keturunan, Allah telah menjadikan dua arah yang saling bersebrangan tapi satu ikatan, yaitu dari Anwas dan Anfus,dari keduanya melahirkan dua jalur yang berbeda : Turun ke para Nabi - Turun ke Sanghyang.

Dari nasab Nabi menghadirkan keturunan para Waliyulloh dan dari nasab Sanghyang,menurunkan Para Ahlul Bathin atau kesaktian.Dari perjalanan Ahlul Bathin, Allah menempatkan keturunan Sanghyang ini ke sifat penjaga alam atau disebut Abdul Jumud (bangsa lelembut) Sedangkan dari nasab sampai ke Nabi Allah menciptakan sifat kholifah atau pemimpin umat.

Secara ilmu Tauhid,seluruh Bangsa Abdul Jumud,diciptakan sebagai pendamping kekuatan Walisongo,sebab mereka tercipta sebagai hamba Abdul Jumud, dan hanya tunduk terhadap Bangsa Athob. Adapun Abdul jumud disini, terbagi menjadi 2 kelompok, 

1. Kelompok Abyad (putih) 
2. Kelompok Aswad (hitam)

Sama seperti manusia, Baik (lembut) anarkis (jahat) Kisah Ibu Ratu Dewi Nawang Wulan, dalam hidupnya beliau pernah di nikahi oleh beberapa Waliyulloh, diantaranya : Syeikh Abdurrahman atau Pangeran Panjunan, Ki.Gede Plered, Arya Panangsang, Raja Samudra, pangeran Bulakamba, Arya Bengah dan yang terakhir kanjeng Sunan Kali Jaga. Adapun Dewi lanjar,pernah dinikah oleh Raja Mataram, Kiyai Tubagus Ampel,  pangeran Samudra, Arya sabakingking dan terakhir Mbah Kuwu Cakra Buanakedua penguasa laut ini masih golongan sanghyang atau abdul jumud (lelembut) lalu bagaimana dengan pandangan orang umum dalam menyikapi mereka yang konon sebagi lambang pesugihan ?????  

Dalam ilmu tauhid dijelaskan : Bahwa Allah SWT, akan membagi rejekinya di tiga golongan : Para nabi seturunannya/ Manusia.Bangsa Jin dan Lelembut. Dari perjalanan rejeki ini yang diberikan oleh Allah, hanya para lelembutlah yang mampu mengendalikan keuangan. Sebab mereka tercipta sebagi hamba yang selalu memakai aturan. Sedangkan bangsa Nabi, Wali atau Manusia serta bangsa Jin, semuanya lebih memasrahkan hartanya demi agama (perjalanan secara hukum agama)

Jadi masuk akal secara pandangan Hukum, bila para abdul jumud, lebih memperkaya dalam hal materi dari pada sifat manusia atau jin, sehingga dengan sifat anarkis dan nafsu sahwatnya para mansuia dan jin, mereka yang kurang iman, memohon kepada para abdul jumud.Nah...disini proses terjadinya PESUGIHAN.manusia dan jin, memaksa kehendak, seperti secara lahiriyyah, mereka masuk dalam sifat RENTENIR semakin kita masuk semakin hidup kita hancur.

Adapun bangsa Abdul Jumud, tinggal menerima segala apa yang dijanjikan manusia bejat dan tak bermoral. Sudah jelas bahwa Allah SWT, telah membagi rejekinya dengan cara kasbi, tapi ada saja manusia dan jin memakai caranya sediri dengan wasilah bangsa lainnya. Maka secara hukum SAH para abdul jumud menunutut kita.

Inilah susunan Alam, menurut kitab : Bumi, tercipta bagi manusia dan jin, juga lelembut dan ahmar serta bangsa Abdul jumud lainnya. Bumi tercipta 7 lapis astral / hijab dan mempunyai 70 alam yang berbeda sampai ke tingkat alam Kubur. Dan dalam beribadah, hanya manusia, jin, serta bangsa Malaikat yang ibadahnya sama (mengikuti Al-Hadi/Rosululloh SAW)

Adapun alam kedua paling atas, disebut bangsa Togog/Siluman Seleman, yang dipimpin oleh Ratu Sejagat atau zaman ini di sebut sebagai era kegelapan. Alam atas ke Tiga disebut Adlun atau Masa akhir, dihuni oleh Naga, dan dipimpin oleh Raja Naga Biru. Alam ini akan menyatu bersama kita / manusia di hari akhir (akan kiamat) Sebab sudah diFirmankan oleh Allah SWT : 

"Semua mahkluk Qun / naga besar, akan bermunculan seiring zaman akhir mulai terbuka. Alam ke Empat disebut Azrak. alam ini dikepalai oleh istri Nabi Sulaiman AS, yaitu Ratu Bilqist. Alam ke lima disebut Syayatin atau setan, alam ini disebut alam penghancur jin dan manusia. Adapun alam seterusnya di huni oleh bangsa Wali yang sudah wafat maupun belum yaitu, Alam Barry dan alam Thuroby. Alam di atasnya lagi di huni para nabi dan malaikat serta seterusnya".

Jadi salah besar jika kita berfikir bahwa apapun bangsa halus itu disebut bangsa Jin, sebab masih banyak alam lain yang kita tidak paham. 

Seperti ucapannya Imam Ibnu Salam : " Sesungguhnya alam yang ada diseluruh alam jagat ini mempunyai 600 alam yang berbeda dan semua terpenghuni dengan mahkluknya dengan sifat berbeda pula. Namun alam yang paling mulia dihadapan Allah, adalah alam manusia/dunia.Sebab alam dunia tempatnya derajat dan alam mulia pula terlahir adanya para Nabi dan Rosululloh SAW ".




NASEHAT GURU AGUNG PANGERSA ABAH RA

Sulthon Aulia Fii Hadza zaman Syach Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin Qs ( Semoga Alloh mensucikan rahasianya )

1. Manusia mendapaatkan kebahagiaan itu harus mengalami dulu musibah, maka perbanyklah dzikir:
" Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dholimin "

2. Merasa diri penuh dosa jangan hanya sekedar dibibir saja, merasa salah tapi tidak mau beranjak meninggalkan kesalahan tersebut, yg sperti itulah yg dinamakan munafik, dzolim terhadap diri sendiri.

3. Jadikan malam hari sebagai alat untuk isro, ibadah taqorub kepada Alloh. Sebab biasanya kita lebih khusyu Taqorub kalau dalam keadaan yg sunyi.

4. Kosongkan fikiran dari selain Alloh, kalau tdk fokus akan menghalangi ibadah ( tujuan Ilalloh tidak tercapai )

5. Gunakan fikiran untuk memperbanyak istighfar dg cara dzikir dan khotaman

6. Janganlah kita meladeni jika ada yg menyalahkn, tapi jangan sampai kita ikut-ikutan menyalahkannya.

7. Kalau ada yg menghina, jangan balas menghina.

8. Berdzikirlh dengan berbobot, yaitu dalam hati kita tidak ada yg lain kecuali Alloh, Itulah Dzikir khofi yg tidak terganggu dg ingatan yg lain.

9. Dzikir jamaah suaranya harus teratur, tepat sasarannya.

10. Jika anda berdzikir jangan berpikir dan jika berpikir maka banyak-banyaklah berdzikir

11. Jangan merasa pandai, tetapi anda harus pandai merasa

12. Jadi orang yang penting itu baik, tetapi lebih penting lagi jadi orang yang baik
SKEMA WASILAH
Description: Description: SKEMA WASILAH

Description: silsilah-cirebon1
SYEKH AULIA MAULANA MANSYURUDDIN CIKADUEUN – PANDEGLANG
Description: Description: http://humaspdg.files.wordpress.com/2010/03/wisata-ziarah-22.jpg?w=640
PANDEGLANG, Bila anak bangsa sudah mulai melupakan sejarahnya, maka hilanglah kebesaran generasi bangsanya. Manusia adalah makhluk pelupa. Kemarin seharusnya menjadi sejarah hari ini. Hari ini menjadi sejarah esok hari. Dan esok menjadi sejarah untuk lusa yang lebih baik. Begitu seterusnya tiada berkesudahan. Tapi ternyata tidak berlaku untuk manusia-manusia pelupa. Fakta-fakta sejarah yang menunjukkan betapa signifikannya peran-peran Ulama dan Santri. Para Ulama dan Santri sudah memperhatikan sejarah mereka di esok hari. Tinggal kita sekarang, apakah akan melanjutkannya atau tetap nyaman menjadi manusia-manusia amnesia. Peristiwa sejarah yang terjadi di tengah bangsa Indonesia sampai hari ini, hakikatnya merupakan kesinambungan masa lalu yang mana fondasinya sudah dipancangkan kuat oleh para Ulama dan Santri. Dan tidak akan cukup kalau kita menuliskannya dalam lembaran artikel sederhana ini. Setidaknya, gambaran sederhana di atas bisa memantik kesadaran kolektif kita tentang sejarah.
———————————————————————–
Cerita rakyat yang berhubungan dengan Islamisasi di Banten salah satunya adalah cerita Syekh Mansyuruddin. Menurut ceritanya Sang syekh adalah salah seorang yang menyebarkan agama Islam di derah Banten Selatan. Dengan peninggalannya berupa Batu Qur’an yang sekarang banyak berdatangan wisatawan untuk berzirah atau untuk mandi di sekitar patilasan, karena disana ada kolam pemandian yang ditengah kolam tersebut terdapat batu yang bertuliskan Al-Qur’an.
Syekh Maulana Mansyuruddin dikenal dengan nama Sultan Haji, beliau adalah putra Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa (raja Banten ke 6). Sekitar tahun 1651 M, Sultan Agung Abdul Fatah berhenti dari kesutanan Banten, dan pemerintahan diserahkan kepada putranya yaitu Sultan Maulana Mansyurudin dan beliau diangkat menjadi Sultan ke 7 Banten, kira-kira selama 2 tahun menjabat menjadi Sultan Banten kemudian berangkat ke Bagdad Iraq untuk mendirikan Negara Banten di tanah Iraq, sehingga kesultanan untuk sementara diserahkan kepada putranya Pangeran Adipati Ishaq atau Sultan Abdul Fadhli. Pada saat berangkat ke Bagdad Iraq, Sultan Maulana Mansyuruddin diberi wasiat oleh Ayahnya, ”Apabila engkau mau berangkat mendirikan Negara di Bagdad janganlah menggunakan/ memakai seragam kerajaan nanti engkau akan mendapat malu, dan kalau mau berangkat ke Bagdad untuk tidak mampir ke mana-mana harus langsung ke Bagdad, terkecuali engkau mampir ke Mekkah dan sesudah itu langsung kembali ke Banten. Setibanya di Bagdad, ternyata Sultan Maulana Mansyuruddin tidak sanggup untuk mendirikan Negara Banten di Bagdad sehingga beliau mendapat malu. Didalam perjalanan pulang kembali ke tanah Banten, Sultan Maulana Mansyuruddin lupa pada wasiat Ayahnya, sehingga beliau mampir di pulau Menjeli di kawasan wilayah China, dan menetap kurang lebih 2 tahun di sana, lalu beliau menikah dengan Ratu Jin dan mempunyai putra satu.
Selama Sultan Maulana Mansyuruddin berada di pulau Menjeli China, Sultan Adipati Ishaq di Banten terbujuk oleh Belanda sehingga diangkat menjadi Sultan resmi Banten, tetapi Sultan Agung Abdul Fatah tidak menyetujuinya dikarenakan Sultan Maulana Mansyuruddin masih hidup dan harus menunggu kepulangannya dari Negeri Bagdad, karena adanya perbedaan pendapat tersebut sehingga terjadi kekacauan di Kesultanan Banten. Pada suatu ketika ada seseorang yang baru turun dari kapal mengaku-ngaku sebagai Sultan Maulana Mansyurudin dengan membawa oleh-oleh dari Mekkah. Akhirnya orang-orang di Kesultanan Banten pun percaya bahwa Sultan Maulana Mansyurudin telah pulang termasuk Sultan Adipati Ishaq. Orang yang mengaku sebagai Sultan Maulana Mansyuruddin ternyata adalah raja pendeta keturunan dari Raja Jin yang menguasai Pulau Menjeli China. Selama menjabat sebagai Sultan palsu dan membawa kekacauan di Banten, akhirnya rakyat Banten membenci Sultan dan keluarganya termasuk ayahanda Sultan yaitu Sultan Agung Abdul Fatah. Untuk menghentikan kekacauan di seluruh rakyat Banten Sultan Agung Abdul Fatah dibantu oleh seorang tokoh atau Auliya Alloh yang bernama Pangeran Bu`ang (Tubagus Bu`ang), beliau adalah keturunan dari Sultan Maulana Yusuf (Sultan Banten ke 2) dari Keraton Pekalangan Gede Banten. Sehingga kekacauan dapat diredakan dan rakyat pun membantu Sultan Agung Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang sehingga terjadi pertempuran antara Sultan Maulana Mansyuruddin palsu dengan Sultan Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang yang dibantu oleh rakyat Banten, tetapi dalam pertempuran itu Sultan Agung Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang kalah sehingga dibuang ke daerah Tirtayasa, dari kejadian itu maka rakyat Banten memberi gelar kepada Sultan Agung Abdul Fatah dengan sebutan Sultan Agung Tirtayasa.
Peristiwa adanya pertempuran dan dibuangnya Sultan Agung Abdul Fatah ke Tirtayasa akhirnya sampai ke telinga Sultan Maulana Mansyuruddin di pulau Menjeli China, sehingga beliau teringat akan wasiat ayahandanya lalu beliau pun memutuskan untuk pulang, sebelum pulang ke tanah Banten beliau pergi ke Mekkah untuk memohon ampunan kepada Alloh SWT di Baitulloh karena telah melanggar wasiat ayahnya, setelah sekian lama memohon ampunan, akhirnya semua perasaan bersalah dan semua permohonannya dikabulkan oleh Alloh SWT sampai beliau mendapatkan gelar kewalian dan mempunyai gelar Syekh di Baitulloh. Setelah itu beliau berdoa meminta petunjuk kepada Alloh untuk dapat pulang ke Banten akhirnya beliau mendapatkan petunjuk dan dengan izin Alloh SWT beliau menyelam di sumur zam-zam kemudian muncul suatu mata air yang terdapat batu besar ditengahnya lalu oleh beliau batu tersebut ditulis dengan menggunakan telunjuknya yang tepatnya di daerah Cibulakan Cimanuk Pandeglang Banten di sehingga oleh masyarakat sekitar dikeramatkan dan dikenal dengan nama Keramat Batu Qur`an. Setibanya di Kasultanan Banten dan membereskan semua kekacauan di sana, dan memohon ampunan kepada ayahanda Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa. Sehingga akhirnya Sultan Maulana Mansyuruddin kembali memimpin Kesultanan Banten, selain menjadi seorang Sultan beliau pun mensyiarkan islam di daerah Banten dan sekitarnya.
Dalam perjalanan menyiarkan Islam beliau sampai ke daerah Cikoromoy lalu menikah dengan Nyai Sarinten (Nyi Mas Ratu Sarinten) dalam pernikahannya tersebut beliau mempunyai putra yang bernama Muhammad Sholih yang memiliki julukan Kyai Abu Sholih. Setelah sekian lama tinggal di daerah Cikoromoy terjadi suatu peristiwa dimana Nyi Mas Ratu Sarinten meninggal terbentur batu kali pada saat mandi, beliau terpeleset menginjak rambutnya sendiri, konon Nyi Mas Ratu Sarinten mempunyai rambut yang panjangnya melebihi tinggi tubuhnya, akibat peristiwa tersebut maka Syekh Maulana Mansyuru melarang semua keturunannya yaitu para wanita untuk mempunyai rambut yang panjangnya seperti Nyi mas Ratu Sarinten. Nyi Mas Ratu Sarinten kemudian dimakamkan di Pasarean Cikarayu Cimanuk. Sepeninggal Nyi Mas Ratu Sarinten lalu Syekh Maulana Mansyur pindah ke daerah Cikaduen Pandeglang dengan membawa Khodam Ki Jemah lalu beliau menikah kembali dengan Nyai Mas Ratu Jamilah yang berasal dari Caringin Labuan. Pada suatu hari Syekh Maulana Mansyur menyebarkan syariah agama islam di daerah selatan ke pesisir laut, di dalam perjalanannya di tengah hutan Pakuwon Mantiung Sultan Maulana Mansyuruddin beristirahat di bawah pohon waru sambil bersandar bersama khodamnya Ki Jemah, tiba-tiba pohon tersebut menjongkok seperti seorang manusia yang menghormati, maka sampai saat ini pohon waru itu tidak ada yang lurus.
Ketika Syekh sedang beristirahat di bawah pohon waru beliau mendengar suara harimau yang berada di pinggir laut. Ketika Syekh menghampiri ternyata kaki harimau tersebut terjepit kima, setelah itu harimau melihat Syekh Maulana Mansyur yang berada di depannya, melihat ada manusia di depannya harimau tersebut pasrah bahwa ajalnya telah dekat, dalam perasaan putus asa harimau itu mengaum kepada Syekh Maulana Mansyur maka atas izin Alloh SWT tiba-tiba Syekh Maulana Mansyur dapat mengerti bahasa binatang, Karena beliau adalah seorang manusia pilihan Alloh dan seorang Auliya dan Waliyulloh. Maka atas izin Alloh pulalah, dan melalui karomahnya beliau kima yang menjepit kaki harimau dapat dilepaskan, setelah itu harimau tersebut di bai`at oleh beliau, lalu beliau pun berbicara “Saya sudah menolong kamu ! saya minta kamu dan anak buah kamu berjanji untuk tidak mengganggu anak, cucu, dan semua keturunan saya”. Kemudian harimau itu menyanggupi dan akhirnya diberikan kalung surat Yasin di lehernya dan diberi nama Si Pincang atau Raden Langlang Buana atau Ki Buyud Kalam. Ternyata harimau itu adalah seorang Raja/Ratu siluman harimau dari semua Pakuwon yang 6. Pakuwon yang lainnya adalah :
1. Ujung Kulon yang dipimpin oleh Ki Maha Dewa
2. Gunung Inten yang dipimpin oleh Ki Bima Laksana
3. Pakuwon Lumajang yang dipimpin oleh Raden Singa Baruang
4. Gunung Pangajaran yang dipimpin oleh Ki Bolegbag Jaya
5. Manjau yang dipimpin oleh Raden Putri
6. Mantiung yang dipimpin oleh Raden langlang Buana atau Ki Buyud Kalam atau si pincang.
Setelah sekian lama menyiarkan islam ke berbagai daerah di banten dan sekitarnya, lalu Syekh Maulana Manyuruddin dan khadamnya Ki Jemah pulang ke Cikaduen. Akhirnya Syekh Maulana Mansyuruddin meninggal dunia pada tahun 1672M dan di makamkan di Cikaduen Pandeglang Banten. Hingga kini makam beliau sering diziarahi oleh masyarakat dan dikeramatkan.
Keterangan :
  • Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa dimakamkan di kampung Astana Desa Pakadekan Kecamatan Tirtayasa Kawadanaan Pontang Serang Banten.
  • Cibulakan terdapat di muara sungai Kupahandap Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang Banten
  • Makam Cicaringin terletak di daerah Cikareo Cimanuk Pandeglang Banten
  • Ujung Kulon Desa Cigorondong kecamatan Sumur Kawadanaan Cibaliung kebupaten Pandeglang Banten
  • Gunung Anten terletak di kecamatan Cimarga Kawadanaan Leuwi Damar Rangkas Bitung
  • Pakuan Lumajang terletak di Lampung
  • Gunung Pangajaran terletak di Desa Carita Kawadanaan Labuan Pandeglang, disini tempat latihan silat macan.
  • Majau terletak didesa Majau kecamatan Saketi Kawadanaan Menes Pandeglang Banten
  • Mantiung terletak di desa sumur batu kecamatan Cikeusik Kewadanaan Cibaliung Pandeglang.
  • Ki Jemah dimakamkan di kampong Koncang desa Kadu Gadung kecamatan Cimanuk Pandegang Banten.


Ulama besar Banten yang penuh dengan ibadah dan mengajarkan ilmu agama islam
Assalamualikum ya ikhwani lihatlah, perhatikanlah,bayangkanlah wajah auliya Allah ini beliau-beliau ini tiada hari tanpa ibadah. airmatanya selalu bercucuran menangis mengahadap Allah selalu mengingatnya. selalu berdzikir padanya setiap saat, mengagungkan nilai-nilai keislaman yng luhur nan agung.
SILSILAH – SILSILAH ULAMA BESAR BANTEN
* SYEIKH MUHAMMAD NAWAWI – TANARA – SERANG – BANTEN (Sayyid Ulama Hijaz).
- syeikh muhamad nawawi bin umar bin arobi bin ali bin jamad bin janta bin masbugil bin masqun bin masnun bin maswi bin syeikh tajul arsy (pangeran sunyararas ) bin syeikh maulana hasanudin ( pangeran sebakingking) bin syeikh maulana syarif hidayatulloh (sunan gunung jati) bin syeikh sultan mahmud syarif abdulloh (mesir) menikah dengan syarifah mudaim (nyi mas rarasantang) binti sri mahaprabu siliwangi (sri sang ratu dewata wisesa)-raja kerajaan pajajaran.
* SYEIKH ASNAWI – CARINGIN – PANDEGLANG – BANTEN (Santri Syekh Nawawi – kiyai sekaligus pejuang banten).
- syeikh agung asnawi bin syeikh abdurohman bin syeikh afifudin bin syeikh mahdi bin syeikh adjib bin syeikh daud cigondang bin syeikh sohib ( jasinga – bogor ) bin raja rahantika bin raja indra manggala bin raja uba manggala bin tumenggung widadaha bin tumenggung wiradadaha II bin pangeran entol wirahan bin syarhan buni agung bin pangeran adiningrat bin sultan agung mataram.
* SYEIKH MAULANA MANSYUR – CIKADUEN – PANDEGLANG ( maung banten ).
- syeikh mansurudin bin sultan ageng tirtayasa bin syeikh abul mahali ahmad kenari bin syeikh abdul mafakhir bin syeikh muhamad nasrudin bin syeikh maulana yusuf bin syeikh maulana hasanudin – banten lama.
* TB.ABUYA ABDUL HALIM – KD.PESING – PANDEGLANG ( Residen Pandeglang & Ahli Jam’ul Jawami).
- tubagus abuya abdul halim bin tubagus muhamad amin bin tubagus mamin bin tubagus qosim bin tubagus hasyim bin tubagus raden agung surya bin tubagus lanang bin tubagus sultan abdul fatah tirtayasa – pontang – serang ( masa kejayaan kerajaan banten dan akhir masa kehancuran banten ).
* ABUYA NACHROWI – GEREH CAREH – CIPEUCANG – PANDEGLANG (Ulama Tasawuf Yang Juhud).
- abuya kh.muhamad nachrowi bin tarunajaya bin sanawi bin sa’id bin rifa’i bin abdul fatah bin syeikh mansyur ( yang mana syekh mansyur mempunyai sembilan istri diantara istrinya yaitu nyibuyut sarinten cikarae – cibulakan. Dari sekian istrinya dikarunai banyak putra-putri, yang tersebar dimana – mana demi meneruskan perjuangan da’wah islamiah).
” dan ulama-ulama banten lainnya,,yang tidak bisa disebutkan satu persatunya “!!!
” kesimpulannya,,hampir sebagian besar ulama-ulama besar banten yang tersebar mulai dari banten lama, serang, pandeglang, tangerang, lebak, cilegon dll, Yang kesemua ulama tersebut bermura ke datuknya yaitu sultan banten. Tapi adapula ulama banten yang berasal dari banten asli dan dari kalangan rakyat biasa….( rohimallohu taala alaihim warodiallohu anhum allohumma barik fi baldati banten,,aamiiin)
*** mautul alim mautul alam ***
— sesunggunya para alimil ulama itu pakunya dunia,kekasih allah swt,penolak bencana,penerang alam,pewaris ilmu para nabi,penunjuk ke jalan yg dirido’i allah,dzul ilmi,selalu mengingat allah,pembawa berkah,penuntun umat—
namun kini kita tinggal mengenang mereka & menangis karena mereka serta ilmunya di ambil kembali oleh sang penciptanya yaitu allah swt.


PARA LELUHUR ORANG SUNDA DAN MAKAM-MAKAMNYA:
1.           Pangeran Jayakarta (Rawamangun Jakarta)
2.           Eyang Prabu Kencana (Gunung Gede, Bogor)
3.           Syekh Jaenudin (Bantar Kalong)
4.           Syekh Maulana Yusuf (Banten)
5.           Syekh Hasanudin (Banten)
6.           Syekh Mansyur (Banten)
7.           Aki dan Nini Kair (Gang Karet Bogor)
8.           Eyang Dalem Darpa Nangga Asta (Tasikmalaya)
9.           Eyang Dalem Yuda Negara (Pamijahan Tasikmalaya)
10.       Prabu Naga Percona (Gunung Wangun Malangbong Garut)
11.       Raden Karta Singa (Bunarungkuo Gn Singkup Garut)
12.       Embah Braja Sakti (Cimuncang, Lewo Garut)
13.       Embah Wali Tangka Kusumah (Sempil, Limbangan garut)
14.       Prabu Sada Keling (Cibatu Garut)
15.       Prabu Siliwangi (Santjang 4 Ratu Padjadjaran
16.       Embah Liud (Bunarungkup, Cibatu Garut)
17.       Prabu Kian Santang (Godog Suci, garut)
18.       Embah Braja Mukti (Cimuncang, Lewo Garut)
19.       Embah Raden Djaenuloh (Saradan, Jawa Tengah)
20.       Kanjeng Syekh Abdul Muhyi (Pamijahan Tasikmalaya)
21.       Eyang Siti Fatimah (Cibiuk, Leuwigoong Garut)
22.       Embah Bangkerong (Gunung Karantjang)
23.       Eyang Tjakra Dewa (Situ Lengkong, Pandjalu Ciamis)
24.       Eyang Prabu Tadji Malela (Gunung Batara Guru)
25.       Prabu Langlang Buana (Padjagalan, Gunung Galunggung
26.       Eyang Hariang Kuning (Situ Lengkong Pandjalu Ciamis)
27.       Embah Dalem Salinggih (Cicadas, Limbangan Garut)
28.       Embah Wijaya Kusumah (Gunung Tumpeng Pelabuhan Ratu)
29.       Embah Sakti Barang (Sukaratu)
30.       Syekh Abdul Rojak Sahuna (Ujung Kulon Banten)
31.       Prabu Tjanar (Gunung Galunggung)
32.       Sigit Brodjojo (Pantai Indramayu)
33.       Embah Giwangkara (Djayabaya Ciamis)
34.       Embah Haji Puntjak (Gunung Galunggung)
35.       Dewi Tumetep (Gunung Pusaka Padang, Ciamis)
36.       Eyang Konang Hapa/Embah Wrincing Wesi (Dayeuh Luhur, Sumedang)
37.       Embah Terong Peot/Batara Cengkar Buana (Dayeuh Luhur, Sumedang)
38.       Embah Sanghyang Hawu/Embah Djaya Perkosa (Dayeuh Luhur, Sumedang)
39.       Embah Nanggana (Dayeuh Luhur, Sumedang)
40.       Prabu Geusan Ulun (Dayeuh Luhur, Sumedang)
41.       Nyi Mas Ratu Harisbaya (Dayeuh Luhur, Sumedang)
42.       Eyang Anggakusumahdilaga (Gunung Pusaka Padang Ciamis)
43.       Eyang Pandita Ratu Galuh Andjarsukaresi (Nangerang)
44.       Embah Buyut Hasyim (Tjibeo Suku Rawayan, Banten)
45.       Eyang Mangkudjampana (Gunung Tjakrabuana, Malangbong Garut)
46.       Embah Purbawisesa (Tjigorowong, Tasikmalaya)
47.       Embah Kalidjaga Tedjakalana (Tjigorowong, Tasikmalaya)
48.       Embah Kihiang Bogor (Babakan Nyampai, Bogor)
49.       Aki Wibawa (Tjisepan, Tasikmalaya)
50.       Embah wali Mansyur (Tomo, Sumedang)
51.       Prabu Nagara Seah (Mesjid Agung Tasikmalaya)
52.       Sunan Rumenggang (Gunung Batara Guru)
53.       Embah Hadji Djaenudin (Gunung Tjikursi)
54.       Eyang Dahian bin Saerah (Gunung ringgeung, garut)
55.       Embah Giwangkarawang (Limbangan Garut)
56.       Nyi Mas Layangsari (Gunung Galunggung)
57.       Eyang Sunan Cipancar (Limbangan garut)
58.       Eyang Angkasa (Gunung Kendang, Pangalengan)
59.       Embah Kusumah (Gunung Kendang, Pangalengan)
60.       Eyang Puspa Ligar (Situ Lengkong, Panjalu Ciamis)
61.       Kimandjang (Kalapa 3, Basisir Kidul)
62.       Eyang Andjana Suryaningrat (Gunung Puntang Garut)
63.       Gagak Lumayung (Limbangan Garut)
64.       Sri Wulan (Batu Hiu, Pangandaran Ciamis)
65.       Eyang Kasepuhan (Talaga Sanghiang, Gunung Ciremai)
66.       Aki manggala (Gunung Bentang, Galunggung)
67.       Ki Adjar Santjang Padjadjaran (Gunung Bentang, Galunggung)
68.       Eyang Mandrakuaumah (Gunung Gelap Pameungpeuk, Garut)
69.       Embah Hadji Muhammad Pakis (Banten)
70.       Eyang Boros Anom (Situ Lengkong, Pandjalu Ciamis)
71.       Embah Raden Singakarta (Nangtung, Sumedang)
72.       Raden Rangga Aliamuta (Kamayangan, Lewo-Garut)
73.       Embah Dalem Kasep (Limbangan Garut)
74.       Eyang Imam Sulaeman (Gunung Gede, Tarogong)
75.       Embah Djaksa (Tadjursela, Wanaraja)
76.       Embah Wali Kiai Hadji Djafar Sidik (Tjibiuk, Garut)
77.       Eyang Hemarulloh (Situ Lengkong Pandjalu)
78.       Embah Dalem (Wewengkon, Tjibubut Sumedang
79.       Embah Bugis (Kontrak, Tjibubut Sumedang)
80.       Embah Sulton Malikul Akbar (Gunung Ringgeung Garut)
81.       Embah Dalem Kaum (Mesjid Limbangan Garut)
82.       Mamah Sepuh (Pesantrean Suralaya
83.       Mamah Kiai hadji Yusuf Todjiri (Wanaradja)
84.       Uyut Demang (Tjikoneng Ciamis)
85.       Regregdjaya (Ragapulus)
86.       Kiai Layang Sari (Rantjaelat Kawali Ciamis)
87.       Embah Mangun Djaya (Kali Serayu, Banjarnegara)
88.       Embah Panggung (Kamodjing)
89.       Embah Pangdjarahan (Kamodjing)
90.       Syekh Sukri (Pamukiran, Lewo Garut)
91.       Embah Dipamanggakusumah (Munjul, Cibubur)
92.       Aki Mandjana (Samodja, Kamayangan)
93.       Eyang Raksa Baya (Samodja, Kamayangan)
94.       Embah Dugal (Tjimunctjang (
95.       Embah Dalem Dardja (Tjikopo)
96.       Embah Djaengranggadisastra (Tjikopo)
97.       Nyi Mas Larasati (Tjikopo)
98.       Embah Dalem Warukut (Mundjul, Cibubur)
99.       Embah Djaya Sumanding (Sanding)
100.   Embah Mansur Wiranatakusumah (Sanding)
101.   Embah Djaga Alam (Tjileunyi)
102.   Sembah Dalaem Pangudaran (Tjikantjung Majalaya)
103.   Sembah Dalem Mataram (Tjipantjing)
104.   Eyang Nulinggih (Karamat Tjibesi, Subang)
105.   Embah Buyut Putih (Gunung Pangtapaan, Bukit Tunggul)
106.   Embah Ranggawangsa (Sukamerang, bandrek)
107.   Eyang Yaman (Tjikawedukan, Gunung Ringgeung Garut)
108.   Embah Gurangkentjana(Tjikawedukan, Gunung Ringgeung Garut)
109.   Embah Gadjah Putih (Tjikawedukan Gunung Wangun)
110.   Ratu Siawu-awu (Gunung Gelap, Pameungpeuk Sumedang)
111.   Embah Mangkunegara (Cirebon)
112.   Embah Landros (Tjibiru Bandung)
113.   Eyang Latif (Tjibiru Bandung)
114.   Eyang Penghulu (Tjibiru Bandung)
115.   Nyi Mas Entang Bandung (Tjibiru Bandung)
116.   Eyang Kilat (Tjibiru Bandung)
117.   Mamah Hadji Umar (Tjibiru Bandung)
118.   Mamah Hadji Soleh (Tjibiru Bandung)
119.   Mamah Hadji Ibrahim (Tjibiru Bandung)
120.   Uyut Sawi (Tjibiru Bandung)
121.   Darya bin Salmasih (Tjibiru Bandung)
122.   Mamah Hadji Sapei (Tjibiru Bandung)
123.   Embah Hadji Sagara Mukti (Susunan Gunung Ringgeung)
124.   Eyang Istri (Susunan Gunung Ringgeung)
125.   Eyang Dewi Pangreyep (Gunung Pusaka Padang Garut)
126.   Ratu Ayu Sangmenapa (Galuh)
127.   Eyang Guru Adji panumbang (Tjilimus Gunung Sawal)
128.   Eyang Kusumah Adidinata (Tjilimus Gunung Sawal)
129.   Eyang Rengganis (Pangandaran Ciamis)
130.   Ki Nurba’in (Sayuran, Gunung Tjikursi)
131.   Buyut Dasi (Torowek Tjiawi)
132.   Embah Buyut Pelet (Djati Tudjuh Kadipaten)
133.   Embah Gabug (Marongge)
134.   Eyang Djayalaksana (Samodja)
135.   Nyi Mas Rundaykasih (Samodja)
136.   Nyi Mas Rambutkasih (Samodja)
137.   Eyang Sanghiang Bongbangkentjana (Ujung Sriwinangun)
138.   Eyang Adipati Wastukentjana (Situ Pandjalu Ciamis)
139.   Eyang Nila Kentjana (Situ Pandjalu, Ciamis)
140.   Eyang Hariangkentjana (Situ Pandjalu Ciamis)
141.   Embah Dalem Tjikundul (Mande Cianjur)
142.   Embah Dalem Suryakentjana (PantjanitiCianjur)
143.   Embah Keureu (Kutamaneuh Sukabumi)
144.   Ibu Mayang Sari (Nangerang Bandrek Garut)
145.   Eyang Prabu Widjayakusumah (Susunan Payung Bandrek Garut)
146.   Embah Sayid Kosim (Gunung Alung Rantjapaku)
147.   Embah Bang Sawita (Gunung Pabeasan Limbangan Garut)
148.   Uyut Manang Sanghiang (Banten)
149.   Eyang Ontjar (Nyampai Gunung Bungrangrang)
150.   Eyang Ranggalawe (Talaga Cirebon)
151.   Ibu Siti Hadji Djubaedah (Gunung Tjupu Banjar Ciamis)
152.   Mamah Sepuh ((Gunung Halu Tjililin Bandung)
153.   Embah Sangkan Hurip (Ciamis)
154.   Embah Wali Abdullah (Tjibalong Tasikmalaya)
155.   Mamah Abu (Pamidjahan Tasikmalaya)
156.   Embah Dalem Panungtung Hadji Putih Tunggang Larang Curug Emas (Tjadas Ngampar Sumedang)
157.   Raden Astu Manggala (Djemah Sumedang)
158.   Embah Santiung (ujung Kulon Banten)
159.   Eyang Pandita (Nyalindung Sumedang)
160.   Embah Durdjana (Sumedang)
161.   Prabu Sampak Wadja (Gunung Galunggung Tasikmalaya)
162.   Nyi Mas Siti Rohimah/Ratu Liongtin (Jambi Sumatera)
163.   Eyang Parana (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)
164.   Eyang Singa Watjana (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)
165.   Eyang Santon (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)
166.   Eyang Entjim (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)
167.   Eyang Dempul Wulung (Djaga Baya Ciamis)
168.   Eyang Dempul Walang (Djaga Baya Ciamis)
169.   Eyang Giwangkara (Djaga Baya Ciamis)
170.   Embah Wali Hasan (Tjikarang Bandrek, Lewo Garut)
171.   Embah Raden Widjaya Kusumah (Tjiawi Sumedang)
172.   Dalem Surya Atmaja (Sumedang)
173.   Eyang Rangga Wiranata (Sumedang)
174.   Eyang Mundinglaya Dikusumah (sangkan Djaya, Sumedang)
175.   Eyang Hadji Tjampaka (Tjikandang, Tjadas Ngampar Sumedang)
176.   Eyang Pangtjalikan (Gunung Ringgeung Garut)
177.   Eyang Singa Perbangsa (Karawang)
178.   Embah Djaga Laut (Pangandaran)
179.   Raden Ula-ula Djaya (Gunung Ringgeung Garut)
180.   Raden Balung Tunggal (Sangkan Djaya, Sumedang)
181.   sembah dalem wirasuta (Majalaya )
182.   Embah Raja Peduni (majalaya)
183.   Eyang santoan Qobul (Banjaran, bandung)
184.   pangeran qudratulloh di gunung cabe / g. sunda pelabuhan ratu
185.   prabu ciung wanara di belakang SMU 7 Bogor komplek Bantar jati
186.   raden mbah jangkung kp. cilumayan – sisi cibereno , bayah – banten
Leluhur-leluhur dari pihak wanita.
187.        Yang ada di situs Medang Kamulan Ciamis dan Situs Medang Kamuliaan di Gunung Padang Cianjur
1. Ibu Sakti Pertiwi Gilang Gumilang Herang
2. Ibu Ratu Siti Dewi Hasta
3. Ibu Ratu Siti Dewi Banjaransari
4. Ibu Ratu Siti Dewi Pohaci
5. Ibu Ratu Siti Dewi Ratna Nastuna Larang Lancang Kamurang Galuh Pakuwon
6. Ibu Ratu Siti Dewi Cakrawati
7. Ibu Ratu Siti Dewi Sekar Jagat
8. Ibu Ratu Siti Dewi Niti Suari Sunan Ambu
9. Ibu Sakti Pertiwi Dewi Poerbasari
10. Ibu Ratu Siti Dewi Cempo Kemuning
11. Ibu Ratu Siti Dewi Ayu Jendrat
12. Eyang Sepuh Tunggal Dewa Sinuhun Rama Agung
13. Eyang Sepuh Prabu Manikmaya
14. Eyang Sepuh Prabu Ismaya
15. Syech Sulton Jannawiyah
16. Sri Baduga Maharaja Prabu Wangi (Lingga Buana) – Kakek dr Sri Baduga Maharaja Siliwangi
17. Sri Prabu Dewa Naskala Ningrat Kencana (Ayahanda dr Prabu Siliwangi)
18. Hyang Makukuhun Wali Haji Sakti Galuh Pakuwon.
  1. GARUT. 
1.      GYANG RANGGA MEGAT SARI ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
2.      RD.LENGGANG NINGRAT ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
3.      RD.LENGGANG SARI ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
4.      RD.LENGGANG KENCANA ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
5.      RD.RANGGA MEGAT SARI ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
6.      RD.WANGSA DITA 1 ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
7.      RD.WANGSA DITA 2 ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
8.      RD.LENGGANG KENCANA ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
9.      EYANG GEUSAN ULUN ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
10.  EYANG SEREN SUMEREN / PAKU BUMI ( PASIR ASTANA LIMBANGAN )
11.  SUNAN RUMENGGONG ( PORONGGOL LIMBANGAN )
12.  EYANG SEPUH ( GUNUNG AGEUNG PANGEUREUNAN LIMBANGAN )
13.  EYANG BANGKERONG ( PANGEUREUNAN LIMBANGAN )
14.  EYANG BATARA KUSUMAH ( PANGEUREUNAN LIMBANGAN )
15.  EYANG DIPATI UKUR ( GUNUNG TANJUNG LIMBANGAN )
16.  EYANG GEUREUDOG PANTO ( GUNUNG TANJUNG LIMBANGAN )
17.  EYANG JAGAT NATA ( GUNUNG BATARA GURU LIMBANGAN )
18.  EYANG TAJI MALELA ( KAKI GUNUNG BATARA GURU LIMBANGAN )
19.  EYANG PRABU ADNAN WISESA ( CIHANJUANG LIMBANGAN )
20.  NYIMAS RATU RATNA NINGRUM ( CIHANJUANG LIMBANGAN )
21.  EYANG SIMPAY ( CIHANJUANG LIMBANGAN )
22.  DALEM EMAS ( CIKILUWUT LIMBANGAN )
23.  DALEM SANTRI ( CIKILUWUT LIMBANGAN )
24.  DALEM PETINGGI ( CIKILUWUT LIMBANGAN )
25.  DALEM SABA DORA ( CIKILUWUT LIMBANGAN )
26.  DALEM PARAJI ( CIKILUWUT LIMBANGAN )
27.  DALEM DUKUN ( CIKILUWUT LIMBANGAN )
28.  EYANG TONGKA KUSUMAH ( SEMPIL LIMBANGAN )
29.  EYANG GIWANG KAWANGAN ( SEMPIL LIMBANGAN )
30.  EYANG GAGAK LUMAYUNG ( SEMPIL LIMBANGAN )
31.  EYANG SURYA KANTA KANCANA ( REMA / SEMPIL LIMBANGAN )
32.  EYANG RD.INDRA TRIWILIS / JAGA RIKSA ( PASIR PARANJE LIMBANGAN )
33.  EMBAH KHOTIB ( LEUWI KARET PASIR ASTANA LIMBANGAN )
34.  DALEM DEMANG ( LEUWI KARET PASIR ASTANA LIMBANGAN )
35.  EMBAH RONGGENG ( LEUWI KARET PASIR ASTANA LIMBANGAN )
36.  EMBAH TANJUNG ( BATU ROMPE ASTANA LIMBANGAN )
37.  DALEM SANTRI ( SIMPEN LIMBANGAN )
38.  EYANG TONGERET,EYANG RONGKAH, EYANG SANTRI ( SIMPEN )
39.  UYUT ASEP ( CISALAM SIMPEN LIMBANGAN )
40.  EBAH MULUD,EYANG RAKSA, EYANG AGUS ASAR PUGEURAN (SIMPEN)
41.  EYANG GARADA ( SIMPEN LIMBANGAN )
42.  EYANG BENTANG ( CIJOLANG LIMBANGAN )
43.  EYANG SLAMARA ( SLAMARA LIMBANGAN )
44.  MAMA KINDAM ( CIJOLANG LIMBANGAN )
45.  EYANG ANWAR ( CIBALAMPU LIMBANGAN )
46.  EYANG SALINGGIH ( CICADAS LIMBANGAN )
47.  DALEM RANGGA PRANA / KIARA LAWANG ( KIARA LAWANG LIMBANGAN )
48.  EYANG BUSTAMIL ( ASTANA BALONG LIMBANGAN )
49.  SYEH YUSUF ( ASTANA BALONG LIMBANGAN )
50.  DALEM KAUM / WANGSA REJA ( KAUM LIMBANGAN )
51.  EYANG BALUNG TUNGGAL ( MONGGOR LIMBANGAN )
52.  DALEM KASEP / WIJAYA KUSUMAH ( BATU KARUT LIMBANGAN )
53.  EYANG PASIR RAKIT ( SAAPAN LIMBANGAN )
54.  EYANG NURIYYAH ( LEUWI BOLANG LIMBANGAN )
55.  EYANG SITI BAGDAD ( CIKEULEUPU LIMBANGAN )
56.  EYANG WIRA BANGSA ( CIKEULEUPU LIMBANGAN )
57.  DALEM PAKEMITAN ( CIMANJAH LIMBANGAN )
58.  DALEM SAYITA ( LEUWI BAGONG LIMBANGAN )
59.  EYANG CARIOS ( PASIR WARU LIMBANGAN )
60.  UYUT ASEP ( RANCA PANJANG LIMBANGAN )
61.  EYANG NANGKA BAYA ( CIPICUNG CIGAGADE LIMBANGAN )
62.  EYANG JAKSA ( BADUYUT CIPEUJEUH LIMBANGAN )
63.  DALEM CIBINGBIN ( CIBINGBIN SELAAWI )
64.  EMBAH YADI ( GARELA SELAAWI )
65.  DALEM CAMAT ( NAGROG SELAAWI )
66.  EYANG ABDUL MUTHOLIB ( KP. SITU GEDE PUTRA JAWA SELAAWI )
67.  EYANG JAWA / ARIA JAYA KUSUMAH ( PUTRA JAWA SELAAWI )
68.  EYANG REUNTAS KIKIS ( KP. DADAP PUTRA JAWA SELAAWI )
69.  EYANG SUTA BANGSA,JAGA SATRU, JAGA BELA ( PUTRA JAWA SELAAWI)
70.  MAQOM KIAYA / NUR A’SIM ( CIKUYA SELAAWI )
71.  MAQOM SEMPUR,MAQOM DAPA,MAQOM DALEM CIKUYA ( CIKUYA )
72.  EYANG KESREK PANGANGONAN ( GUNUNG PABEASAN SELAAWI )
73.  EYANG MUNDING WANGI ( CISOROK GUNUNG PABEASAN SELAAWI )
74.  BANGUN REBANG,MANGUN DIPA ( CIHASEUM)
75.  BANGSUWITA / ANTIYEUM ( GUNUNG PABEASAN)
76.  NYIMAS MAYANG SARI ( GUNUNG PALASARI SELAAWI )
77.  PRABU KARTADIKUSUMAH ( LEUMAH PUTIH SELAAWI )
78.  PRABU SURYA KENCANA, ( DEPOK SELAAWI )
79.  EYANG MANGKUDJAMPANA (G. TJAKRABUANA, MALANGBONG GARUT)
80.  EYANG DAHIAN BIN SAERAH (GUNUNG RINGGEUNG, GARUT)
81.  EMBAH MANSUR WIRANATAKUSUMAH (SANDING,MALANGBONG GARUT)
82.  EMBAH SULTON MALIKUL AKBAR (GUNUNG RINGGEUNG GARUT)
83.  EMBAH GURANGKENTJANA (TJIKAWEDUKAN, G. RINGGEUNG MALANGBONG GARUT)
84.  EYANG ISTRI (SUSUNAN GUNUNG RINGGEUNG MALANGBONG)
85.  EMBAH HADJI SAGARA MUKTI (SUSUNAN GUNUNG RINGGEUNG)
86.  EYANG YAMAN (TJIKAWEDUKAN, GUNUNG RINGGEUNG GARUT)
87.  EYANG PANGTJALIKAN (GUNUNG RINGGEUNG MALANGBONG GARUT)
88.  RADEN ULA-ULA DJAYA (GUNUNG RINGGEUNG MALANGBONG GARUT)
89.  EYANG ANDJANA SURYANINGRAT (GUNUNG PUNTANG GARUT )
90.  EYANG MANDRAKUAUMAH (GUNUNG GELAP PAMEUNGPEUK, GARUT)
91.  RADEN RANGGA ALIAMUTA (KAMAYANGAN, LEWO-GARUT)
92.  EAYANG WALI KIAI HADJI DJAFAR SIDIK (TJIBIUK LIMBANGAN, GARUT)
93.  EYANG PRABU MULIH / SYEH ABDUL JABAR (TJIBIUK LIMBANGAN)
94.  EYANG A’SYIM (TJIBIUK LIMBANGAN, GARUT)
95.  EYANG SITI FATIMAH (TJIBIUK LIMBANGAN, GARUT)
96.  EYANG IMAM SULAEMAN (GUNUNG GEDE, TAROGONG GARUT)
97.  EMBAH DJAKSA (TADJURSELA, WANARAJA GARUT )
98.  MAMAH KIAI HADJI YUSUF TODJIRI (WANARADJA GARUT)
99.  SYEKH SUKRI (PAMUKIRAN, LEWO GARUT)
100.   EMBAH RANGGAWANGSA (SUKAMERANG, BANDREK, GARUT)
101.   EMBAH DJAYA SUMANDING (SANDING GARUT)
102.   EYANG DEWI PANGREYEP (GUNUNG PUSAKA PADANG GARUT)
103.   IBU MAYANG SARI (NANGERANG BANDREK, KERSAMANAH GARUT)
104.   EYANG PRABU WIDJAYAKUSUMAH (SUSUNAN PAYUNG BANDREK CIBATU GARUT)
105.   EMBAH WALI HASAN (TJIKARANG BANDREK, KERSAMANAH GARUT)
106.   PRABU NAGA PERCONA (GUNUNG WANGUN MALANGBONG GARUT)
107.   RADEN KARTA SINGA (BUNGARUNGKUP GN SINGKUP GARUT)
108.   EMBAH BRAJA SAKTI (CIMUNCANG, LEWO MALANGBONG GARUT)
109.   PRABU SADA KELING (CIBATU GARUT)
110.   EMBAH LIUD (BUNARUNGKUP, CIBATU GARUT)
111.   PRABU KIAN SANTANG (GODOG SUCI, GARUT)
112.   EMBAH BRAJA MUKTI (CIMUNCANG, LEWO GARUT)
113.   EYANG MANGKUDJAMPANA (GUNUNG TJAKRABUANA, MALANGBONG)
114.   EYANG ADNAN WISESA (GUNUNG TJAKRABUANA, MALANGBONG GARUT)
115.   EYANG MANDRAKUAUMAH (GUNUNG GELAP PAMEUNGPEUK, GARUT)
116.   RADEN RANGGA ALIAMUTA (KAMAYANGAN, LEWO-GARUT)
117.   AKI MANDJANA (SAMODJA, KAMAYANGAN LEWO-GARUT)
118.   EYANG RAKSA BAYA (SAMODJA, KAMAYANGAN LEWO-MALANGBONG-GARUT)
119.   SYEKH SUKRI (PAMUKIRAN, LEWO MALANGBONG GARUT)
120.   EMBAH DJAYA SUMANDING (SANDING)
121.   EMBAH MANSUR WIRANATAKUSUMAH (SANDING)
122.   EYANG SAKTI BARANG / EMBAH WALI JAENULLOH ( SANDING )
123.   EYANG PRABU WIDJAYAKUSUMAH (SUSUNAN PAYUNG BANDREK KERSAMANAH )
124.   EYANG JAYA KELANA (SADA KEELING SUKAWEUNING GARUT)
125.   EYANG SITI SAKTI (SADA KEELING SUKAWEUNING GARUT)
126.   EYANG JAYA PERKOSA ( GUNUNG SADAKELING SUKAWEUNING )
127.   SYEH ABDUL JALIL ( KP.DUKUH CIKELET )
128.   EYANG NUR YAYI ( SUCI )
129.   EYANG WANGSA MUHAMAD / EYANG PAPAK ( CINUNUN WANARAJA)
130.   EYANG ARIF MUHAMAD ( SITU CANGKUANG LELES )
131.   EYANG JAYA KARANTENAN (TIMANGANTEN)
  1. TASIKMALAYA.
    1. EMBAH PURBAWISESA (TJIGOROWONG, TASIKMALAYA)
    2. EMBAH KALIDJAGA TEDJAKALANA (TJIGOROWONG, TASIKMALAYA)
    3. AKI WIBAWA (TJISEPAN, TASIKMALAYA)
    4. PRABU NAGARA SEAH (MESJID AGUNG TASIKMALAYA)
    5. KI ADJAR SANTJANG PADJADJARAN (GUNUNG BENTANG, GALUNGGUNG)
    6. NYI MAS LAYANGSARI (GUNUNG GALUNGGUNG)
    7. AKI MANGGALA (GUNUNG BENTANG, GALUNGGUNG )
    8. MAMAH SEPUH (PESANTREAN SURALAYA )
    9. EYANG HEMARULLOH (SITU LENGKONG PANDJALU)
    10. EMBAH DALEM JAYASRI (CALINGCING TASIKMALAYA)
    11. EMBAH WALI ABDULLAH (TJIBALONG TASIKMALAYA)
    12. MAMAH ABU (PAMIDJAHAN TASIKMALAYA)
    13 EYANG PARANA (KULUR TJIPATUJAH, TASIKMALAYA)
    14. PRABU SAMPAK WADJA (GUNUNG GALUNGGUNG TASIKMALAYA)
    15. EYANG ENTJIM (KULUR TJIPATUJAH, TASIKMALAYA)
    16. EYANG SANTON (KULUR TJIPATUJAH, TASIKMALAYA)
    17. EYANG SINGA WATJANA (KULUR TJIPATUJAH, TASIKMALAYA
    18. KANJENG SYEKH ABDUL MUHYI (PAMIJAHAN TASIKMALAYA)
    19. EYANG DALEM DARPA NANGGA ASTA (TASIKMALAYA)
    20. EYANG DALEM YUDA NEGARA (PAMIJAHAN TASIKMALAYA)
    21. PRABU LANGLANG BUANA (PADJAGALAN, GUNUNG GALUNGGUNG )
    22. PRABU TJANAR (GUNUNG GALUNGGUNG)
    23. EMBAH HAJI PUNTJAK (GUNUNG GALUNGGUNG)
    24. AKI WIBAWA (TJISEPAN, TASIKMALAYA)
    25. PRABU NAGARA SEAH (MESJID AGUNG TASIKMALAYA)
    26. DALEM SAWIDAK ( SUKAPURA )
    27. EYANG PADAKEMBANG ( PADAKEMBANG )
    28. EYANG TUBAGUS ANGGARIJI ( PUSPAHIYANG )
  2. CIAMIS.
    1. EYANG ADIPATI HARIANG KUNING (SITU LENGKONG, PANJALU CIAMIS)
    2. EYANG BOROS NGORA (SITU LENGKONG, PANDJALU CIAMIS)
    3. KIAI LAYANG SARI (RANTJAELAT KAWALI CIAMIS)
    4. UYUT DEMANG (TJIKONENG CIAMIS)
    5. EYANG RENGGANIS (PANGANDARAN CIAMIS)
    6. SRI WULAN (BATU HIU, PANGANDARAN CIAMIS)
    7. EYANG ADIPATI WASTUKENTJANA (SITU PANDJALU CIAMIS)
    8. RATU AYU SANGMENAPA (GALUH)
    9. EYANG NILA KENTJANA (SITU PANDJALU, CIAMIS)
    10. EYANG HARIANGKENTJANA (SITU PANDJALU CIAMIS)
    11. IBU SITI HADJI DJUBAEDAH (GUNUNG TJUPU BANJAR CIAMIS)
    12. EMBAH SANGKAN HURIP (CIAMIS)
    13. EMBAH DJAGA LAUTAN (PANGANDARAN)
    14. EYANG GIWANGKARA (DJAGA BAYA CIAMIS)
    15. EYANG DEMPUL WALANG (DJAGA BAYA CIAMIS)
    16. EYANG DEMPUL WULUNG (DJAGA BAYA CIAMIS)
    17. EYANG TJAKRA DEWA (SITU LENGKONG, PANDJALU CIAMIS)
    18. EYANG HARIANG KUNING (SITU LENGKONG PANDJALU CIAMIS)
    19. DEWI TUMETEP (GUNUNG PUSAKA PADANG , CIAMIS)
    20. KI AJAR SUKARESI PERMANA DIKUSUMAH (G. PADANG , CIAMIS)
    21. EYANG NAGA WIRU (GUNUNG PUSAKA PADANG , CIAMIS)
    22. EYANG ANGGAKUSUMAHDILAGA (GUNUNG PUSAKA PADANG CIAMIS)
    23. EYANG PUSPA LIGAR (SITU LENGKONG, PANJALU CIAMIS)
  3. SUMEDANG.
    1. EMBAH WALI MANSYUR (TOMO, SUMEDANG)
    2. EMBAH RADEN SINGAKARTA (NANGTUNG, SUMEDANG)
    3. EMBAH DALEM (WEWENGKON, TJIBUBUT SUMEDANG
    4. EMBAH BUGIS (KONTRAK, TJIBUBUT SUMEDANG)
    5. RATU SIAWU-AWU (GUNUNG GELAP, PAMEUNGPEUK SUMEDANG )
    6. EMBAH GABUG (MARONGGE)
    7. EMBAH SETAYU (MARONGGE)
    8. EMBAH NAIDAH(MARONGGE)
    9. EMBAH NAIBAH (MARONGGE)
    10. EMBAH AJI PUTIH JAGA RIKSA (MARONGGE)
    11. EMBAH NUR ALIM ( PARUNG GAUL )
    12. EMBAH RADEN PANGANTEN ( PARUNG GAUL )
    13. EYANG GEUSAN ULUN ( DAYEUH LUHUR )
    14. EYANG JAYA PERKOSA ( DAYEUH LUHUR )
    15. EMBAH NANGANAN ( DAYEUH LUHUR )
    16. EMBAH TERONG PEOT ( DAYEUH LUHUR )
    17. NYIMAS RATU HARISBAYA ( DAYEUH LUHUR )
    18. EYANG TAJI MALELA ( GUNUNG LINGGA )
    19. EMBAH DURDJANA (SUMEDANG)
    20. EMBAH PANUNGTUNG HAJI PUTIH TUNGGANG LARANG CURUG EMAS (TJADAS NGAMPAR )
    21. RADEN ASTUMANGGALA (DJEMAH SUMEDANG)
    22. EYANG PANDITA (NYALINDUNG SUMEDANG)
    23. RADEN BALUNG TUNGGAL (SANGKAN DJAYA, SUMEDANG)
    24. EYANG HADJI TJAMPAKA (TJIKANDANG, TJADAS NGAMPAR )
    25. EYANG MUNDINGLAYA DIKUSUMAH (SANGKAN DJAYA, SUMEDANG)
    26. EYANG RANGGA WIRANATA (SUMEDANG)
    27. DALEM SURYA ATMAJA (SUMEDANG)
    28. EMBAH RADEN WIDJAYA KUSUMAH (TJIAWI SUMEDANG)
    29. EMBAH RADEN SINGAKARTA (NANGTUNG, SUMEDANG)
  4. BANDUNG.
    1. EYANG ANGKASA (GUNUNG KENDANG, PANGALENGAN)
    2. EMBAH KUSUMAH (GUNUNG KENDANG, PANGALENGAN)
    3. EMBAH DJAGA ALAM (TJILEUNYI)
    4. SEMBAH DALAEM PANGUDARAN (TJIKANTJUNG MAJALAYA,BANDUNG
    5. EMBAH LANDROS (TJIBIRU BANDUNG))
    6. EYANG LATIF (TJIBIRU BANDUNG)
    7. EYANG PENGHULU (TJIBIRU BANDUNG)
    8. NYI MAS ENTANG BANDUNG (TJIBIRU BANDUNG)
    9. EYANG KILAT (TJIBIRU BANDUNG)
    10. MAMAH HADJI UMAR (TJIBIRU BANDUNG)
    11. MAMAH HADJI SOLEH (TJIBIRU BANDUNG)
    12. MAMAH HADJI IBRAHIM (TJIBIRU BANDUNG)
    13. UYUT SAWI (TJIBIRU BANDUNG)
    14. DARYA BINSALMASIH (TJIBIRU BANDUNG)
    15. MMAH HADJI SAPEI (TJIBIRU BANDUNG)
    16. MAMAH SEPUH ((GUNUNG HALU TJILILIN BANDUNG)
    17. SEMBAH DALEM PANGUDARAN (TJIKANTJUNG CICALENGKA)
  5. BANTEN.
    1. EMBAH HADJI MUHAMMAD PAKIS (BANTEN)
    2. UYUT MANANG SANGHIANG (BANTEN)
    3. EMBAH SANTIUNG (UJUNG KULON BANTEN)
    4. SYEH MUHAMMAD SHOLEH GUNUNG SANTRI CILEGON
    5. SYEH MUHAMMAD SHIHIB TAGAL PAPA MENGGER
    6. SYEH ABDUL RO’UF PARAJAGATI CINGENGE
    7. SYEH ABDUL GHANI MENES
    8. SYEH MAHDI CARINGIN LABUAN
    9. SYEH ABDURROHMAN ASNAWI CARINGIN LABUAN
    10. SYEH WALI DAWUD CINGINDANG LABUAN
    11. SYEH MACHDUM ABDUL DJALIL KALIMAH BARRONI G. RAMA SUKOWATI LABUAN
    12. SYEH CINDRAWULUNG GUNUNG SINDUR TANGERANG
    13. SYEH HAJI KAISAN
    14. SYEH HAJI SILAIMAN GUNUNG SINDUR
    15. SYEH KANJENG KYAI DALEM MUSTOFA GUNUNG SINDUR
    16. SYEH KYAI BAGUS ATIK SULAIMAN QHOLIQ SERPONG
    17. NYAIMAS RATU PEMBAYUN DIPANG UTARA BLORA
    18. NYAIMAS RATU SARANENGAH JAMBI
    19. NYAIMAS RATU KAMUDARAGI PALEMBANG
    20. PANGERAN JUPRIE RATU JEPARA
    21. PANGERAN PRINGGALAYA RATU BETAWI
    22. PANGERAN PEJAJARAN RATU BOGOR
    23. PANEMBAHAN PEKALONGAN MAULANA YUSUF RATU BANTEN
    24. SULTHON MUCHAMMAD SABAKINGKING RATU BANTEN
    25. SULTHON ABUL MUFAQIR ‘ABDUL QODIR KENARI
    26. SULTHON ABUL MA’ANALI ACHMAD KENARI
    27. SULTHON AGUNG ABUL FATEHI ABDUL FATTAH TIRTAYASA
    28. SULTHON ABUNNASRI MAULANA MANSUR ABD QOHHAR CIKADUEUN
    29. SULTHON ABUL FADLOLI
    30. SULTHON ABUL MAHASIN MA’SUM
    31. SULTHON ABDUL FATTAH MUHAMMAD SYIFA ZAINUL ‘ARIFIN
    32. SULTHON SYARIFUDDIN RATU WAKIL MUHAMMAD WASI’
    33. SULTHON ZAINUL ‘ASIKIN
    34. SULTHON ABDUL MAFAQIR MUHAMMAD ALIYUDIN AWWAL
    35. SULTHON ABDUL FATTAH MUHAMMAD MUHYIDIN ZAINUL SOLIHIN
    36. SULTHON MUHAMMAD ISHAQ ZAINUL MUTTAQIN
    37. SULTHON WAKIL PANGERAN NATAWIJAYA
    38. SULTHON MUHAMMAD AKILLUDI TSANI
    39. SULTHON WAKIL PANGERAN SURAMENGGALA
    40. SULTHON MUHAMMAD SHOFIYUDIN
    41. SULTHON MUHAMMAD ROFI-UDDA (DIASINGKAN DISURABAYA)
    42. PARABU DEWARATU PULO PANAITAN
    43. PRABU LANGLANG BUANA GUNUNG LOR PULA SARI
    44. PRABU MUDING KALANGON PUNCAK MANIK GUNUNG LOR PULASARI
    45. PRABU SEDASAKTI TAJO POJOK
    46. PRABU MANDITI GUNUNG KARANG
    47. PRABU BANGKALENG CANGKANG
    48. NYAIMAS RATU WIDARA PUTIH SERAM TENGAH LAUTAN
    49. NYAIMAS DJONG
    50. KYAI AGU DJU
    51. INDRA KUMALA GUNUNG KARANG PEPITU PAKUAN
    52. MANIK KUMALA SUNGAI CIUJUNG
    53. RADEN MBAH JANGKUNG KP. CILUMAYAN – SISI CIBERENO , BAYAH – BANTEN
    54. SYEKH MAULANA YUSUF (BANTEN)
    55. SYEKH HASANUDIN (BANTEN)
    56. SYEKH MANSYUR (BANTEN)
    57. SYEKH ABDUL ROJAK SAHUNA (UJUNG KULON BANTEN)
    58. EMBAH BUYUT HASYIM (TJIBEO SUKU RAWAYAN, BANTEN)
    59. EMBAH KUSUMAH (GUNUNG KENDANG, PANGALENGAN)
    VII. CIREBON.
    1. SUNAN GUNUNG JATI
    2. EYANG KASEPUHAN (TALAGA SANGHIANG, GUNUNG CIREMAI)
    3. EMBAH MANGKUNEGARA (CIREBON)
    4. EYANG RANGGALAWE (TALAGA CIREBON)
    5. SYEH LEMAH ABANG
    6. NYIMAS GANDASARI ( ARJAWINANGUN )
    7. EYANG KUWU SANGKAN
  6. BOGOR.
    1. EMBAH DIPAMANGGAKUSUMAH (MUNJUL, CIBUBUR)
    2. EMBAH KIHIANG BOGOR (BABAKAN NYAMPAI, BOGOR)
    3. EMBAH DALEM WARUKUT (MUNDJUL, CIBUBUR)
    4. EYANG PRABU KENCANA (GUNUNG GEDE, BOGOR )
    5. AKI DAN NINI KAIR (GANG KARET BOGOR)
  7. SUBANG.
    1. EYANG NULINGGIH (KARAMAT TJIBESI, SUBANG)
  8. CIANJUR.
    EMBAH DALEM TJIKUNDUL (MANDE CIANJUR)
    3. EMBAH DALEM SURYAKENTJANA (PANTJANITICIANJUR)
  9. SUKABUMI.
1.      EMBAH KEUREU (KUTAMANEUH SUKABUMI)
2.      PANGERAN QUDRATULLOH DI GUNUNG CABE / G. SUNDA PELABUHAN RATU
3.      EMBAH WIJAYA KUSUMAH (G. TUMPENG PELABUHAN RATU)
4.      KH. AHMAD SANUSI (GUNUNG PUYUH SUKABUMI)
5.      MAMA KH. MUNIR (MAKAM ARCA SELAAWI SUKABUMI)
6.      MAMA KH. JUPRI (BABAKAN BANDUNG SUKABUMI)
7.      MAMA KH.ILYAS (BABAKAN BANDUNG SUKABUMI)
8.      MAMA KH.NUR QOSYIM (CIPACING SUKABUMI)
9.      MAMA SYEKH (TAMAN ROHMAT SUKABUMI)

  1.  KARAWANG.
    1. EYANG SINGA PERBANGSA (KARAWANG)
2. AKI DAWUD (WANAYASA)
  1. KADIPATEN.
    1. EMBAH BUYUT PELET (DJATI TUDJUH KADIPATEN)
  2. INDRAMAYU.
    1. SIGIT BRODJOJO (PANTAI INDRAMAYU)
  3. KUNINGAN.
    1. EYANG KUWU SAKTI ( GUNUNG HALU )



Misteri 9 Macam ROH Yang Ada Pada Tubuh MANUSIA Roh adalah bagian dari tubuh kita yang tidak dapat dihindari keberadaanya bahkan Allah SWt pun berfirman pada "surat Al-isra'17 ayat 85 yang artinya dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. katakanlah roh itu termasuk urusanku. dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit" dengan pengetahuan ini yang telah dilakuakan pengkajian dari dahulu secara sangat sangat mendalam oleh nenek moyang kita ternyata memang tubuh manusia itu terdiri dari 9 jenis roh dan mereka memiliki fungsi dan tugas nya masing masing berikut 9 Macam Roh Pada Manusia Serta Fungsinya :

Description: Description: roh un1x project - [ Blog Misteri Beda Dunia ]

  1. Roh idhofi atau dalam bahasa kejawen sering disebut dengan roh ilafi/ilofi : 
Alam tinggal roh idhofi ini adalah nur (cahaya) yang terang benderang dan sangat sejuk. roh idhofi adalah roh central atau pusat dalam tubuh manusia roh ini yang memiliki peranan paling besar/penting dan roh inilah yang memerintah dari ke 8 roh lainya maka dari itu roh idhofi diberi julukan "johar awal suci" roh inilah yang membuat manusia hidup. roh idhofi adalah roh sumber dari 8 roh lainya bila mana roh idhofi ini keluar dari raga manusia maka dapat dipastikan roh yang ke 8 akan ikut serta keluar dari raga dan kejadian inilah yang disebut Kematian maka dari itu roh idhofi disebut "Nyawa" namun bila kebalikanya yaitu ke 8 roh keluar dari tubuh kita namun 1 roh(Idhofi) tetap tinggal dalam raga dapat dipastikan manusia masih bisa hidup namun pasti saja memiliki kekurangan dikarenakan 8 fungsi yang mengatur tubuh kita hilang. 'bagi seseorang yang mempunyai tingkat ilmu kebatinan tinggi dapat menjumpai wujud dari roh idhofi ini. wujud dari roh idhofi tidak jauh berbeda dengan tubuh kita dari rupa, suara, tingkah dan segala sesuatunya persis seperti wujud kita sendiri yang memiliki (tidak ada yang berbeda) sifat inilah yang membedakan roh idhofi berbeda dengan roh lainya.

  1. Roh Rabbani : Alam tinggal roh ini dalam nur (cahaya) berwarna kuning diam tak bergerak. 
Sifat roh rabbani ini tidak mempunyai kehendak apa apa. memiliki ketentraman hati. dan tubuh tidak merasakan apa apa. karena roh ini tidak memiliki hawa nafsu maka roh ini sering dipergunakan para kaum supranaturalis sebagai titik acuan dalam semedi / bertapa. untuk mencapai ketenangan dan penyatuan dengan alam

  1. Roh Rohani : roh ini yang mengendalikan hawa nafsu manusia. 
Roh ini mimiliki 2 sisi kehendak yang berbeda. roh yang membuat kita sering merasakan kadang menyukai sesuatu hal. dan kadang tidak menyukai hal tersebut (membenci). roh ini pun yang memiliki pengaruh akan perbuatan baik dan buruk roh ini pun menemoati 4 jenis nafsu yaitu 1. Nafsu luwama (aluamah) 2.Nafsu Amarah 3.Nafsu Supiyah 4.Nafsu mulamah (mutmainah). jika roh ini meninggalkan tubuh manusia maka manusia makan manusia tidak akan mempunyai nafsu lagi. bilamana manusia mampu menguasai roh ini maka ia akan hidup dalam keilmuan. roh ini memiliki sifat mengikuti penglihatan. apa yang kita pandang apa yang kita lihat disitulah roh rohani berada. untuk melihat / menjumpai roh ini kita akan menjumpai terlebih dahulu melihat macam macam nur (cahaya) seperti kunang kunang. setelah cahaya tersebut hilang barulah kita dapat menjumpai roh ini

Description: Description: gambar roh un1x project - [ Blog Misteri Beda Dunia ]

  1. Roh Nurani : roh ini membawa sifat terang. 
Karena roh inilah manusia bisa merasakan  suatu petunjuk yang menuntun dan keterangan dalam hati & pikiran. bilamana roh nurani meninggalkan tubuh maka orang tersebut akan merasakan gelap nya hati dan pikiran. Roh Nurani menguasai nafsu mutmainah yang menonjol yang dapat mengalahkan nafsu lainya sehingga membawa kebaikan yang terjaga. hati terasa tentram, prilaku baik dan terpuji, air muka pun akan terlihat bersinar (bercahaya) tidak banyak berbicara, tidak ragu dalam mengambil keputusan, serta tidak mengeluh jika ditimpa kesusahan/musibah. bagi yang bisa menguasai roh ini semua perkara, suka, duka akan dipandang sama rata

  1. Roh kudus     : biasa dikenal dengan sebutan roh suci. 
Roh ini membawa pengaruh sifat welas asih pada semua makhluk. tidak segan memberi pertolongan dan berbuat kebajikan serta mempengaruhi perbuatan amal ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya

  1. Roh Rahmani            : Roh diberi nama yang mengambil dari kata "Rahman" yang artinya pemurah. 
Karena roh ini memiliki sifat pemurah suka memberi dan bersifat sosialitas
[ Blog Misteri Beda Dunia ]
  1. Roh Jasmani :           pemahaman sifat kerja roh ini sering diterapkan dalam ilmu pengobatan dikarenakan roh inilah yang mengatur seluruh sistem peredaran darah, urat syaraf pada manusia. 
Karena roh inilah kita memiliki rasa sakit, cape, segar, roh inipun memiliki nafsu amarah dan nafsu hewani nafsu inilah yang membuat kita malas, menyuakai hubungan badan, serakah, dan ingin dimengerti sendiri. salah satu tantangan seseorang mempelajari ilmu kebatinan untuk mencapai taraf supranatural yang paling utama adalah menundukan sifat roh jasmani ini dalam tubuh. karena tanpa terlebih dahulu menundukan sifat roh ini maka tidak akan mampu menguasai ilmu kebatinan tingkat tinggi yang selalu terhalang oleh rasa sakit malas dan sebagainya

  1. Roh Nabati    : roh ini yang mengendalikan perkembangan pertumbuhan pada tubuh

  1. Roh Rewani   : roh inilah yang menjaga tubuh kita. bila roh ini keluar dari tubuh maka kita akan tertidur. 
Dan apa bila roh ini kembali dari tubuh maka kita akan kembali terbangun. jika seseorang tertidur bermimpi dengan arwah seseorang. maka roh rewani dari orang yang bermimpilah yang menjumpainya. jadi mimpi tersebut adalah hasil kerja roh rewani yang mengendalikan otak manusia. pergi dan keluarnya roh rewani pun yang diatur oleh roh idhofi. begitupun degan roh yang lainya masih tetap dalam kekuasaan roh idhofi.

Description: latifah 2

MEMAHAMI LATHIFAH 7 DALAM THORIQOH AL-MU'TABAROH
Ke 7 Titik Batin Yang Kita Sebut Dengan Lathifah, yaitu:
1.        Latifatul-Qolby: Di sini letaknya sifat-sifat syetan, iblis, kekufuran, kemusyrikan, ketahayulan dan lain-lain, letaknya dua jari dibawah susu sebelah kiri. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya, Insya Allah pada tingkat ini diganti dengan Iman, Islam, Ihsan, Tauhid dan Ma’rifat.
2.        Latifatul-Roh :    Di sini letaknya sifat bahimiyah (binatang jinak) menuruti hawa nafsu, , letaknya dua jari dibawah susu sebelah kanan. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah di isi dengan khusyu’ dan tawadhu’.
3.        Latifatus-Sirri :  Di sini letaknya sifat-sifat syabiyah (binatang buas) yaitu sifat zalim atau aniaya, pemarah dan pendendam, , letaknya dua jari diatas susu sebelah kiri. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat kasih sayang dan ramah tamah.
4.        Latifatul-Khafi :Di sini letaknya sifat-sifat pendengki, khianat dan sifat-sifat syaitoniyah, letaknya dua jari diatas susu sebelah kanan. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat syukur dan sabar.
5.        Latifatul-Akhfa :Di sini letaknya sifat-sifat robbaniyah yaitu riya’, takabbur, ujub, suma’ dan lain-lain, letaknya ditengah-tengah dada. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat ikhlas, khusyu’, tadarru dan tafakur.
6.        Latifatun-Nafsun-Natiqo : Di sini letaknya sifat-sifat nafsu amarrah banyak khayalan dan panjang angan-angan, , letaknya tepat diantara dua kening. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat tenteram dan pikiran tenang.
7.        Latifah Kullu-Jasad : Di sini letaknya sifat-sifat jahil “ghaflah” kebendaan dan kelalaian, , letaknya diseluruh tubuh mengendarai semua aliran darah kita yang letak titik pusatnya di tepat ditengah-tengah ubun-ubun kepala kita. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat ilmu dan amal.
Mengenal Lathifah-lathifah Batin dalam Thariqat Sufi
Acuan dalam pengamalan tarekat bertumpu kepada tradisi dan akhlak nubuwah (kenabian), dan mencakup secara esensial tentang jalan sufi dalam melewati maqomat dan ahwal tertentu. Setelah ia tersucikan jasmaniahnya, kemudian melangkah kepada aktivitas-aktivitas, yang meliputi:
Pertama  : Tazkiyah an nafs atau pensucian jiwa, artinya mensucikan diri dari berbagai kecenderungan buruk, tercela, dan hewani serta menghiasinya dengan sifat sifat terpuji dan malakuti.
Kedua      : tashfiyah al qalb, pensucian kalbu. Ini berarti menghapus dari hati kecintaan akan kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara dan kekhawatirannya atas kesedihan, serta memantapkan dalam tempatnya kecintaan kepada Allah semata.
Ketiga      : takhalliyah as Sirr atau pengosongan jiwa dari segenap pikiran yang bakal mengalihkan perhatian dari dzikir atau ingat kepada Allah.
Keempat : tajalliyah ar-Ruh atau pencerahan ruh, berarti mengisi ruh dengan cahaya Allah dan gelora cintanya.
Qosrun         =      Merupakan unsur jasmaniah, berarti istana yang menunjukan betapa keunikan struktur tubuh manusia.
Shodrun       = (Latifah al-nafs) sebagai unsur jiwa
Qalbun         = (Latifah al-qalb) sebagai unsur rohaniah
Fuadun        = (Latifah al-ruh) Unsur rohaniah
Syaghofun   = (Latifah al-sirr) unsur rohaniah
Lubbun        = (Latifah al-khafi) unsur rohaniah
Sirrun           = (Latifah al-akhfa) unsur rohaniah
Hal ini relevan dengan firman Allah SWT. dalam Hadist Qudsi :
“Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia) itu qasrun (istana), di situ ada sadrun (dada), di dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak balik ingatan), didalamnya ada lagi fu’ad (jujur ingatannya), di dalamnya pula ada syagaf (kerinduan),di dalamnya lagi ada lubbun (merasa terialu rindu), dan di dalam lubbun ada sirrun(mesra), sedangkan di dalam sirrun ada “Aku”.Ahmad al-Shirhindi dalam Kharisudin memaknai hadist qudsi di atas melalui system interiorisasi dalam diri manusia yang strukturnya yang dapat diperhatikan dalam gambar di atas.
Pada dasarnya lathifah-lathifah tersebut berasal dari alam amri (perintah) Allah “Kun fayakun”, yang artinya, “jadi maka jadilah” (QS.36:82) merupakan al-ruh yang
bersifat immaterial. Semua yang berasal dari alam al-khalqi (alam ciptaan) bersifat
material. Karena qudrat dan iradat Allah ketika Allah telah menjadikan badan jasmaniah manusia, selanjutnya Allah menitipkan kelima lathifah tersebut ke dalam
badan jasmani manusia dengan keterikatan yang sangat kuat.
Lathifah-lathifah itulah yang mengendalikan kehidupan batiniah seseorang, maka tempatnya ada di dalam badan manusia. Lathifah ini pada tahapan selanjutnya merupakan istilah praktis yang berkonotasi tempat. Umpamanya lathifah al-nafsi sebagai tempatnya al-nafsu al-amarah. Lathifah al-qalbi sebagai tempatnya nafsu allawamah.
Lathifah al-Ruhisebagai tempatnya al-nafsu al-mulhimmah, dan seterusnya. Dengan
kata lain bertempatnya lathifah yang bersifat immaterial ke dalam badan jasmani manusia adalah sepenuhnya karena kuasa Allah. Lathifah sebagai kendaraan media bagi ruh bereksistensi dalam diri manusia yang bersifat barzakhiyah (keadaan antara kehidupan jasmaniah dan rohaniah).
Pada hakekatnya penciptaan ruh manusia (lima lathifah), tidak melalui system evolusi. Ruh ditiupkan oleh Allah ke dalam jasad manusia melalui proses. Ketika jasad Nabi Adam a.s telah tercipta dengan sempurna, maka Allah memerintahkan ruh Nya untuk memasuki jasad Nabi Adam a.s. Maka dengan enggan ia menerima perintah tersebut. Ruh memasuki jasad dengan berat hati karena harus masuk ke tempat yang gelap. Akhirnya ruh mendapat sabda Allah: “Jika seandainya kamu mau
masuk dengan senang, maka kamu nanti juga akan keluar dengan mudah dan senang, tetapi bila kamu masuk dengan paksa, maka kamupun akan keluar dengan
terpaksa”.
Ruh memasuki melalui ubun-ubun, kemudian turun sampai ke batas mata, selanjutnya sampai ke hidung, mulut, dan seterusnya sampai ke ujung jari kaki. Setiap anggota tubuh Adam yang dilalui ruh menjadi hidup, bergerak, berucap, bersin dan memuji Allah. Dari proses inilah muncul sejarah mistis tentang karakter
manusia, sejarah salat (takbir, ruku dan sujud), dan tentang struktur ruhaniah manusia (ruh, jiwa dan raga).
Bahkan dalam al Qur’an tergambarkan ketika ruh sampai ke lutut, maka Adam sudah tergesa gesa ingin berdiri. Sebagaimana firman Allah : “Manusia tercipta dalam ketergesa-gesaan” (QS.21:37). Pada proses penciptaan anak Adam pun juga demikian, proses bersatunya ruh ke dalam badan melalui tahapan. Ketika sperma berhasil bersatu dengan ovum dalam rahim seorang ibu, maka terjadilah zygot (sel calon janin yang diploid ).
Ketika itulah Allah meniupkan sebagian ruhnya (QS.23:9), yaitu ruh al-hayat. Pada tahapan selanjutnya Allah menambahkan ruhnya, yaitu ruh al-hayawan, maka jadilah ia potensi untuk bergerak dan berkembang, serta tumbuh yang memang sudah ada bersama dengan masuknya ruh al-hayat.
Sedangkan tahapan selanjutnya adalah peniupan ruh yang terakhir, yaitu ketika proses penciptaan fisik manusia telah sempurna (bahkan mungkin setelah lahir). Allah meniupkan ruh al-insan (haqiqat Muhammadiyah). Maka dengan ini, manusia dapat merasa dan berpikir. Sehingga layak menerima taklif syari’ (kewajiban syari’at) dari Allah dan menjadi khalifah Nya.
Itulah tiga jenis ruh dan nafs yang ada dalam diri manusia, sebagai potensi yang menjadi sudut pandang dari focus pembahasan lathifah (kesadaran). Lima lathifah yang ada di dalam diri manusia itu adalah tingkatan kelembutan kesadaran manusia. Sehingga yang dibahas bukan hakikatnya, karena hakikat adalah urusan Tuhan (QS.17:85), tetapi aktivitas dan karakteristiknya.
Lathifah al-qalb, bukan qalb (jantung) jasmaniah itu sendiri, tetapi suatu lathifah (kelembutan), atau kesadaran yang bersifat rubbaniyah (ketuhanan) dan ruhaniah. Walaupun demikian, ia berada dalam qalb (jantung) manusia sebagai media bereksistensi. Menurut Al Ghazall, di dalam jantung itulah memancarnya ruh manusia itu. Lathifah inilah hakikatnya manusia.
Ialah yang mengetahui, dia yang bertanggung jawab, dia yang akan disiksa dan diberi pahala. Lathifah ini pula yang dimaksudkan sabda Nabi “Sesungguhnya Allah tidak akan memandang rupa dan hartamu, tetapi ia memandang hatimu”.
Latifiah al-qalb bereksistensi di dalam jantung jasmani manusia, maka jantung fisik manusia ibaratnya sebagai pusat gelombang, sedangkan letak di bawah susu kiri jarak dua jari (yang dinyatakan sebagai letaknya lathifah al-qalb) adalah ibarat “channelnya”. Jika seseorang ingin berhubungan dengan lathifah ini, maka ia harus berkonsentrasi pada tempat ini. Lathifah ini memiliki nur berwarna kuning yang tak terhinggakan (di luar kemampuan indera fisik).
Demikian juga dengan lathifah al-ruh, dia bukan ruh atau hakikat ruh itu sendiri. Tetapi lathifah al-ruh adalah suatu identitas yang lebih dalam dari lathifah al-qalb. Dia tidak dapat diketahui hakikatnya, tetapi dapat dirasakan adanya, dan diketahui gejala dan karakteristiknya. Lathifah ini terletak di bawah susu kanan jarak dua jari dan condong ke arah kanan.
Warna cahayanya merah yang tak terhinggakan. Selain tempatnya sifat-sifat yang baik, dalam lathifah ini bersemayam sifat bahimiyah atau sifat binatang jinak. Dengan lathifah ini pula seorang salik akan merasakan fana al-sifat (hanya sifat Allah saja yang kekal), dan tampak pada pandangan batiniah.
Lathifah al-sirri merupakan lathifah yang paling dalam, terutama bagi para sufi besar terdahulu yang kebanyakan hanya menginformasikan tentang tiga lathifah manusia, yaitu qalb, ruh dan sirr. Sufi yang pertama kali mengungkap sistem interiorisasi lathifah manusia adalah Amir Ibn Usman Al Makki (w. 904 M), yang menurutnya manusia terdiri dari empat lapisan kesadaran, yaitu raga, qalbu, ruh dan sirr. Dalam temuan Imam al Robbani al Mujaddid, lathifah ini belum merupakan latifiah yang terdalam.
Ia masih berada di tengah tengah lathifah al ruhaniyat manusia. Tampaknya inilah sebabnya sehingga al Mujaddid dapat merasakan pengalaman spiritual yang lebih tinggi dari para sufi sebelumnya, seperti Abu Yazid al Bustami, al-Hallaj (309 H), dan Ibnu Arabi (637 H). Setelah ia mengalami “ittihad” dengan Tuhan, ia masih mengalami berbagai pengalaman ruhaniah, sehingga pada tataran tertinggi manusia ia merasakan sepenuhnya, bahwa abid dan ma’bud adalah berbeda, manusia adalah hamba, sedangkan Allah adalah Tuhan.
Hal yang diketahui dari lathifah ini adalah, ia memiliki nur yang berwarna putih berkilauan. Terletak di atas susu kiri jarak sekitar dua jari, berhubungan dengan hati jasmaniah (hepar). Selain lathifah ini merupakan manifestasi sifat-sifat yang baik, ia juga merupakan sarangnya sifat sabbu’iyyah atau sifat binatang buas. Dengan lathifah ini seseorang salik akan dapat merasakan fana’ fi al-dzat, dzat Allah saja yang tampak dalam pandangan batinnya.
Lathifah al-khafi adalah lathifah al-robbaniah al-ruhaniah yang terletak lebih dalam dari lathifah al-sirri. Penggunaan istilah ini mengacu kepada hadis Nabi : “Sebaik-baik dzikir adalah khafi dan sebaik baik rizki adalah yang mencukupi”.

Hakikatnya merupakan rahasia Ilahiyah. Tetapi bagi para sufi, keberadaanya merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Cahayanya berwarna hitam, letaknya berada di atas susu sebelah kanan jarak dua jari condong ke kanan, berhubungan dengan limpa jasmani. Selain sebagai realitas dari nafsu yang baik, dalam lathifah ini bersemayam sifat syaithoniyyah seperti hasad, kibir (takabbur, sombong), khianat dan serakah.
Lathifah yang paling lembut dan paling dalam adalah lathifah al-akhfa. Tempatnya berada di tengah-tengah dada dan berhubungan dengan empedu jasmaniah manusia. Lathifah ini memiliki nur cahaya berwarna hijau yang tak terhinggakan. Dalam lathifah ini seseorang salik akan dapat merasakan’isyq (kerinduan) yang mendalam kepada Nabi Muhammad S.a.w. sehingga sering sering ruhaniah Nabi datang mengunjungi.
Relevan dengan pendapat al-Qusyairi yang menegaskan tentang tiga alat dalam tubuh manusia dalam upaya kontemplasi, yaitu:
Pertama    : Qolb yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat Alloh.
Kedua       : Ruh berfungsi untuk mencintai Alloh, dan
Ketiga        : Sirr berfungsi untuk melihat Alloh.
Dengan demikian proses ma’rifat kepada Alloh menurut al Qusyairi dapat digambarkan sebagai berikut dibawah ini.
“Aktivitas spiritual itu mengalir di dalam kerangka makna dan fungsi rahmatan lil ‘alamin; Tradisi kenabian pada hakekatnya tidak lepas dari mission sacred, misi yang suci tentang kemanusiaan dan kealam semestaan untuk merefleksikan asma Allah”.
Praktek Dzikir Setelah seorang murid mengikuti talqin ini maka secara resmi dia sudah menjadi pengikut tarekat. Selanjutnya dia mengamalkan ajaran-ajaran dalam tarekat tersebut, khususnya dalam tata cara dzikirnya. Pertama-tama seorang dzikirharus membaca istighfâr sebanyak 3X, kemudian membaca shalawât 3X, baru kemudian mengucapkan dzikir dengan mata terpejam agar lebih bisa menghayati arti dan makna kalimat yang diucapkan yaitu lâ ilâha illa Allâh. Tekniknya, mengucap kata la dengan panjang, dengan menariknya dari bawah pusat ke arah otak melalui kening tempat diantara dua alis, seolah-olah menggoreskan garis lurus dari bawah pusat ke ubun-ubun –suatu garis keemasan kalimat tauhid–. Selanjutnya mengucapkan ílâha seraya menarik garis lurus dari otak ke arah kanan atas susu kanan dan menghantamkan kalimat illa Allâh ke dalam hati sanubari yang ada di bawah susu kiri dengan sekuatkuatnya. Ini dimaksudkan agar lebih menggetarkan hati sanubari dan membakar nafsu-nafsu jahat yang dikendalikan oleh syetan.
Selain dengan metode gerakan tersebut, praktek dzikir di sini juga dilaksanakan dengan ritme dan irama tertentu. Yaitu mengucapkan kalimat lâ, ilâha, illa Allâh, dan mengulanginya 3X secara pelan-pelan. Masing-masing diikuti dengan penghayatan makna kalimat nafy isbat (nafy = meniadakan yang selain Allah isbat = menetapakan hanya ada Allah tiada yang selainNya) itu, yaitu lâ ma’buda illa Allâh (tidak ada yang berhak disembah selain Allah), lâ maqsuda illa Allâh (tidak ada tempat yang dituju selainAllah), dan lâ maujuda illa Allâh (tidak ada yang maujud selain Allah). Setelah pengulangan ketiga, dzikir dilaksanakan dengan nada yang lebih tinggi dan dengan ritme yang lbih cepat. Semakin bertambah banyak bilangan dzikir dan semakin lama, nada dan ritmenya semakin tinggi agar“kefanaan” semakin cepat diperoleh.
Jadi dzikir pertama yang diamalkan murid adalah dzikir nafy isbât, dengan suara jahr (keras). Setelah itu, murid dapat melangkah kepada model dzikir berikutnya yaitu ism dzat, yang lebih menekankan pada dzikir sirr dan terpusat pada beberapa “Lathifah”. Untuk lebih jelasnya ajaran tentang pengisian “lathifah” tersebut.
Dapat dilihat dari tabel di atas beberapa sifat yang harus dihilangkan dalam diri seorang murid, dengan melalui dzikir yang harus terisi dalam “lathifah” yang berjumlah 7 “lathifah” tersebut, untuk mencapai sifat-sifat yang terpuji. Sementara dzikir yang harus dilakukan oleh seorang murid adalah sangat tergantung kepada kondisi batin seorang murid, berapa kali mereka akan berdzikir, dan untuk menilai kemampuan murid dalam jumlah yang harus dibebankannya adalah sang guru dapat menilainya melalui “indera keenam”. Selain dzikir sebagai ajaran khusus, tarekat tetap sangat menekankan keselarasan pengamalan trilogi Islam, Iman, dan Ihsan, atau yang lebih akrab lagi dengan istilah syari’at, tarekat, dan hakekat. Dalam konteks ini pengamalan dalam tarekat hakekatnya tidak jauh berbeda dengan kalangan Islam lain. Semuanya dimaksudkan untuk dapat mengimplementasikan Islam secara kâffah, tidak saja dimensi lahir tetapi juga dimensi batin.
Demikianlah pemaparan singkat tentang 7 Lathifah Simpul Batin, semoga menjadi pengetahuan yang mencerahkan batin dan ruh kita. Jika masih bingung tanyakan Guru Mursyid anda.
Illahi antal-maqshudi waridlakal mathlubi a’thini mahabbataka wa ma’rifatika yaa robbii …














KANDUNGAN EMPAT UNSUR ALAM SEMESTA
DALAM HURUF HIJAIYAH







Oval: BALIYYAH
KAMILAH
NURONIYYAH

 


























30 KUNCI HURUF HIJAIYAH YANG BERADA DI TUBUH MANUSIA

1.           Alif           =   hidung
2.           Ba”           =   mata
3.           Ta”           =   klopak mata
4.           Tsa”         =   bahu kanan
5.           Jim           =   bahu kiri
6.           Ha            =   tangan kanan
7.           Kha           =   tangan kiri
8.           Dal           =   telapak tangan kanan dan kiri
9.           Dzal          =   kepala dan rambut
10.       Ro”           =   rusuk kanan
11.       Zai            =   rusuk kiri
12.       Sin            =   dada kanan
13.       Syin          =   dada kiri
14.       Shod         =   pantat kanan
15.       Dhod        =   pantat kiri
16.       Tho”         =   hati
17.       Zho”         =   gigi
18.       Ain           =   paha kanan
19.       Ghoin       =   paha kiri
20.       Fa”           =   betis kanan
21.       Kof           =   betis kiri
22.       Kaf           =   kulit
23.       Lam          =   daging
24.       Mim         =   otak
25.       Nun          =   nur/cahaya
26.       Wau         =   telapak kaki kanan dan kiri
27.       HA”          =   sungsum tulang
28.       Lam alif   =   manusia utuh
29.       Hamzah   =   memenuhi segala
30.       Ya”           =   mulut/manusia

Affirmasi: ”Ya ALLAH saya minta kunci dengan Huruf Hijaiyah dari Alif hingga Ya”




Carita Pantun Ngahiangna Pajajaran
Pun, sapun kula jurungkeunMukakeun turub mandepunNyampeur nu dihandeuleumkeun Teundeun poho nu barétoNu mangkuk di saung bututUkireun dina lalangit
Tataheun di jero iga!
Saur Prabu Siliwangi ka balad Pajajaran anu milu mundur dina sateuacana ngahiang : “Lalakon urang ngan nepi ka poé ieu, najan dia kabéhan ka ngaing pada satia! Tapi ngaing henteu meunang mawa dia pipilueun, ngilu hirup jadi balangsak, ngilu rudin bari lapar. Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engké jagana, jembar senang sugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran! Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obah jaman! Pilih! ngaing moal ngahalang-halang. Sabab pikeun ngaing, hanteu pantes jadi Raja, anu somah sakabéhna, lapar baé jeung balangsak.”
Daréngékeun! Nu dék tetep ngilu jeung ngaing, geura misah ka beulah kidul! Anu hayang balik deui ka dayeuh nu ditinggalkeun, geura misah ka beulah kalér! Anu dék kumawula ka nu keur jaya, geura misah ka beulah wétan! Anu moal milu ka saha-saha, geura misah ka beulah kulon!
Daréngékeun! Dia nu di beulah wétan, masing nyaraho: Kajayaan milu jeung dia! Nya turunan dia nu engkéna bakal maréntah ka dulur jeung ka batur. Tapi masing nyaraho, arinyana bakal kamalinaan. Engkéna bakal aya babalesna. Jig geura narindak!
Dia nu di beulah kulon! Papay ku dia lacak Ki Santang! Sabab engkéna, turunan dia jadi panggeuing ka dulur jeung ka batur. Ka batur urut salembur, ka dulur anu nyorang saayunan ka sakabéh nu rancagé di haténa. Engké jaga, mun tengah peuting, ti gunung Halimun kadéngé sora tutunggulan, tah éta tandana; saturunan dia disambat ku nu dék kawin di Lebak Cawéné. Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Jig geura narindak! Tapi ulah ngalieuk ka tukang!
Dia nu marisah ka beulah kalér, daréngékeun! Dayeuh ku dia moal kasampak. Nu ka sampak ngan ukur tegal baladaheun. Turunan dia, lolobana bakal jadi semah. Mun aya nu jadi pangkat, tapi moal boga kakawasaan. Arinyana engké jaga, bakal ka seundeuhan batur. Loba batur ti nu anggang, tapi batur anu nyusahkeun. Sing waspada!
Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagé haténa, ka nu weruh di semu anu saéstu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadé laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi. Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.
Engké bakal réa nu kapanggih, sabagian-sabagian. Sabab kaburu dilarang ku nu disebut Raja Panyelang! Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.
Daréngékeun! Nu kiwari ngamusuhan urang, jaradi rajana ngan bakal nepi mangsa: tanah bugel sisi Cibantaeun dijieun kandang kebo dongkol. Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulé, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bulé nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku, ngan narikna henteu karasa, sabab murah jaman seubeuh hakan.
Ti dinya, waluku ditumpakan kunyuk; laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yén jaman ganti lalakon ! Ti dinya gehger sanagara. Panto nutup di buburak ku nu ngaranteur pamuka jalan; tapi jalan nu pasingsal!
Nu tutunjuk nyumput jauh; alun-alun jadi suwung, kebo bulé kalalabur; laju sampalan nu diranjah monyét! Turunan urang ngareunah seuri, tapi seuri teu anggeus, sabab kaburu: warung béak ku monyét, sawah béak ku monyét, leuit béak ku monyét, kebon béak ku monyét, sawah béak ku monyét, cawéné rareuneuh ku monyét. Sagala-gala diranjah ku monyét. Turunan urang sieun ku nu niru-niru monyét. Panarat dicekel ku monyet bari diuk dina bubuntut. Walukuna ditarik ku turunan urang keneh. Loba nu paraeh kalaparan. ti dinya, turunan urang ngarep-ngarep pelak jagong, sabari nyanyahoanan maresék caturangga. Hanteu arengeuh, yén jaman geus ganti deui lalakon.
Laju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalér ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. Génjlong saamparan jagat! Ari di urang ? Ramé ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. Monyét ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraéh teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu maréntah cara nu édan, nu bingung tambah baringung; barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa; ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani sahéng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipaléngpéng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.
Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hésé apes ku rogahala! Ti harita, ganti deui jaman. Ganti jaman ganti lakon! Iraha? Hanteu lila, anggeus témbong bulan ti beurang, disusul kaliwatan ku béntang caang ngagenclang. Di urut nagara urang, ngadeg deui karajaan. Karajaan di jeroeun karajaan jeung rajana lain teureuh Pajajaran.
Laju aya deui raja, tapi raja, raja buta nu ngadegkeun lawang teu beunang dibuka, nangtungkeun panto teu beunang ditutup; nyieun pancuran di tengah jalan, miara heulang dina caringin, da raja buta! Lain buta duruwiksa, tapi buta henteu neuleu, buaya eujeung ajag, ucing garong eujeung monyét ngarowotan somah nu susah. Sakalina aya nu wani ngageuing; nu diporog mah lain satona, tapi jelema anu ngélingan. Mingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan: taraté hépé sawaréh, kembang kapas hapa buahna; buah paré loba nu teu asup kana aseupan……………………….. Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger.
Ti dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorén kanéron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngélingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dék ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditéwak diasupkeun ka pangbérokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun néangan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun.
Sing waspada! Sabab engké arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongéngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; mingkin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato!
Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.
Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!
Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati.
Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon!
Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!

Mengupas Sejarah Wangsit Prabu Siliwangi

Wangsit Prabu Siliwangi Wangsit Prabu Siliwangi mengandung hakekat yang sangat tinggi oleh karena di dalamnya digambarkan situasi kondisi sosial beberapa masa utama dengan karakter pemimpinnya dalam kurun waktu perjalanan panjang sejarah negeri ini pasca kepergian Prabu Siliwangi (ngahyang/menghilang). Peristiwa itu ditandai dengan menghilangnya Pajajaran.
Sesuai sabda Prabu Siliwangi bahwa kelak kemudian akan ada banyak orang yang berusaha membuka misteri Pajajaran. Namun yang terjadi mereka yang berusaha mencari hanyalah orang-orang sombong dan takabur.Seperti diungkapkan dalam naskah tersebut berikut ini :
”Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.

Artinya :
“Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. Dan bahkan berlebihan kalau bicara;
Namun dalam naskah Wangsit Siliwangi ini dikatakan bahwa pada akhirnya yang mampu membuka misteri Pajajaran adalah sosok yang dikatakan sebagai ”Budak Angon” (Anak Gembala). Sebagai perlambang sosok yang dikatakan oleh Prabu Siliwangi sebagai orang yang baik perangainya.
”Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagé haténa, ka nu weruh di semu anu saéstu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadé laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi.”
Artinya :
”Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri de¬ngan wewangian.”
Selanjutnya dikatakan juga apa yang dilakukan oleh sosok ”Budak Angon” ini sbb :
”Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.”
Artinya :
”Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala; Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng, tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui, tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.”
Dari bait di atas digambarkan bahwa sosok ”Budak Angon” adalah sosok yang misterius dan tersembunyi. Apa yang dilakukannya bukanlah seperti seorang penggembala pada umumnya, akan tetapi terus berjalan mencari hakekat jawaban dan mengumpulkan apa yang menurut orang lain dianggap sudah tidak berguna atau bermanfaat. Dalam hal ini dilambangkan dengan ranting daun kering dan tunggak pohon. Sehingga secara hakekat yang dimaksudkan semua itu sebenarnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan sejarah kejadian (asal-usul/sebab-musabab) termasuk karya-karya warisan leluhur seperti halnya yang kita baca ini. Dimana hal-hal semacam itu karena kemajuan jaman oleh generasi digital sekarang ini dianggap sudah usang/kuno tidak berguna dan bermanfaat. Pada akhirnya yang tersirat dalam hakekat perjalanan panjang sejarah negeri ini adalah berputarnya Roda Cokro Manggilingan (pengulangan perjalanan sejarah).


Gambaran situasi jaman dalam naskah Wangsit Siliwangi diawali dengan lambang datangnya ”Kerbau Bule” dan juga ”Monyet-monyet” yang kemudian ganti menyerbu selepas Kerbau Bule pergi. Ilustrasi ini melambangkan saat datangnya para penjajah yang berdatangan ke negeri ini, baik itu Portugis maupun Belanda. Dengan politik adu domba mereka maka terjadi peperangan antar saudara. Sejarah banyak yang hilang dan diputarbalikkan.

Seperti yang tertulis berikut ini :
”Daréngékeun! Nu kiwari ngamusuhan urang, jaradi rajana ngan bakal nepi mangsa: tanah bugel sisi Cibantaeun dijieun kandang kebo dongkol. Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulé, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bulé nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku, ngan narikna henteu karasa, sabab murah jaman seubeuh hakan.
Ti dinya, waluku ditumpakan kunyuk; laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yén jaman ganti lalakon ! Ti dinya gehger sanagara. Panto nutup di buburak ku nu ngaranteur pamuka jalan; tapi jalan nu pasingsal!. Nu tutunjuk nyumput jauh; alun-alun jadi suwung, kebo bulé kalalabur; laju sampalan nu diranjah monyét! Turunan urang ngareunah seuri, tapi seuri teu anggeus, sabab kaburu: warung béak ku monyét, sawah béak ku monyét, leuit béak ku monyét, kebon béak ku monyét, sawah béak ku monyét, cawéné rareuneuh ku monyét. Sagala-gala diranjah ku monyét. Turunan urang sieun ku nu niru-niru monyét. Panarat dicekel ku monyet bari diuk dina bubuntut. Walukuna ditarik ku turunan urang keneh. Loba nu paraeh kalaparan. ti dinya, turunan urang ngarep-ngarep pelak jagong, sabari nyanyahoanan maresék caturangga. Hanteu arengeuh, yén jaman geus ganti deui lalakon.”


Artinya :
”Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu : tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah negara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. Semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. Mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.”
Kemudian akhirnya masuk pada masa Perang Dunia II dengan datangnya pasukan Jepang yang dilambangkan dengan gemuruh yang datang dari ujung laut utara. Dimana masa penjajahan Jepang menandai berakhirnya penindasan di negeri ini. Terutama peristiwa jatuhnya bom atom di Nagasaki dan Hiroshima oleh Amerika, sebagai perlambang dalam naskah Wangsit Siliwangi bahwa situasi carut marut yang terjadi ada yang menghentikan yaitu orang seberang.
”Laju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalér ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. Génjlong saamparan jagat! Ari di urang ? Ramé ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. Monyét ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraéh teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu maréntah cara nu édan, nu bingung tambah baringung; barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa; ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani sahéng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipaléngpéng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.”

Artinya :
”Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana sini. Lalu keturunan kita mengamuk: mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman; yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa; mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. Seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi, ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang seberang.”
Lalu selanjutnya terdapat suatu masa yang digambarkan dengan munculnya seorang pemimpin negeri ini dengan gambaran sbb :
”Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hésé apes ku rogahala!”

Artinya :
”Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan raja dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan raja; penguasa baru susah dianiaya!”

Siapakah sosok yang dimaksud dalam bait ini? Dia adalah Soekarno, Presiden RI pertama. Ibunda Soekarno adalah Ida Ayu Nyoman Rai seorang putri bangsawan Bali. Ayahnya seorang guru bernama Raden Soekeni Sosrodihardjo. Namun dari penelusuran secara spiritual, ayahanda Soekarno sejatinya adalah Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X. Nama kecil Soekarno adalah Raden Mas Malikul Koesno. Beliau termasuk ”anak ciritan” dalam lingkaran kraton Solo. (Silakan dibuktikan..) Pada masa kepemimpinan Soekarno banyak terjadi upaya pembunuhan terhadap diri beliau, namun selalu saja terlindungi dan terselamatkan.

Selanjutnya setelah berganti masa digambarkan bahwa semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli, memerintah sambil menyembah berhala. Kondisi ini melambangkan pemimpin yang tidak mau mengerti penderitaan rakyat. Memerintah tidak dengan hati tapi segala sesuatunya hanya mengandalkan akal pikiran/logika dan kepentingan pribadi ataupun kelompok sebagai berhalanya. Sehingga yang terjadi digambarkan banyak muncul peristiwa di luar penalaran. Menjadikan orang-orang pintar hanya bisa omong alias pinter keblinger.

Seperti yang dikatakan sbb :
”Mingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan: taraté hépé sawaréh, kembang kapas hapa buahna; buah paré loba nu teu asup kana aseupan. Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger.”

Artinya :
”Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli, memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omong¬an, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Sudah pasti: bunga teratai hampa sebagian, bunga kapas kosong buahnya, buah pare banyak yang tidak masuk kukusan. Sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar keblinger.”

Lalu dalam situasi dan kondisi tersebut yang tidak berbeda dengan saat ini kemudian muncul sosok orang yang dikatakan dalam naskah Wangsit Siliwangi sbb :
”Ti dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorén kanéron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngélingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dék ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditéwak diasupkeun ka pangbérokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun néangan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun. Sing waspada! Sabab engké arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongéngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; ming¬kin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato!”

Artinya :
”Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar keblinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan ke penjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan. Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa me¬reka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.”

Sosok ”Pemuda Berjanggut” di atas adalah lambang laki-laki sejati yang sangat kuat prinsip dan akidahnya serta selalu eling (dilambangkan dengan baju serba hitam). Dan dia juga seorang yang tekun dan taat beribadah serta kuat dalam memegang ajaran leluhur (dilambangkan dengan menyanding sarung tua). Digambarkan bahwa di tengah situasi negeri yang panas membara (carut marut) dimana manusia dipenuhi nafsu angkara, ”Pemuda Berjanggut” datang mengingatkan yang pada lupa untuk kembali eling. Namun tidak dianggap.

Lalu pada alinea menjelang akhir dikatakan :
”Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.”

Artinya :
”Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mu’jizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri. Kapan waktunya? Nanti, saat munculnya Anak Gembala! Di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. Yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar, dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.”

Situasi tersebut di atas adalah gambaran apa yang terjadi sekarang ini. Kalau kita perhatikan dengan cermat alinea ini, maka memang saat ini seluruh rakyat sedang berharap-harap menunggu datangnya mu’jizat di tengah-tengah carut marut yang sedang berlangsung di negeri ini. Bencana datang bertubi-tubi. Huru-hara terjadi di mana-mana. Pemuda Gendut merupakan lambang orang yang rakus dan serakah serta memiliki kepentingan pribadi. Dalam bait ini dikatakan bahwa penguasa tersebut akan tumbang pada saat munculnya “Budak Angon”. Dimana kemunculannya ditandai dengan banyak terjadi huru-hara yang bermula di daerah lalu meluas ke seluruh negeri.

Dalam mengkaji Wangsit Siliwangi ini kita telah menemui lelakon atau pemeran utama yang dikatakan dengan istilah ”Budak Angon” (Anak Gembala) dan ”Budak Janggotan” (Pemuda Berjanggut).
Coba mari kita simak alinea berikut :
”Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!”

Artinya :
”Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari Budak Angon, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi Budak Angon sudah tidak ada, sudah pergi bersama Budak Janggotan, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!”

Perselisihan yang terjadi adalah sia-sia belaka. Karena selalu saja pihak penguasa membantu yang kuat, berdiri angkuh di atas yang lemah. Ada saat dimana ”wong cilik” sebagai lambang ”si lemah yang tertindas” mencari penuh harap sosok ”Budak Angon dan Budak Janggotan.” Namun yang dicari sulit ditemukan karena telah pergi ke Lebak Cawéné. Dimanakah Lebak Cawéné ? Lebak Cawéné adalah suatu lembah seperti cawan, yang dikatakan di dalam Serat Musarar Joyoboyo sebagai Gunung Perahu. Tempat itu digambarkan sebagai suatu lembah atau bukit dimana permukaannya cekung seperti tertumbuk perahu besar. Dikatakan oleh bapak Budi Marhaen, secara gambaran spiritual, di tempat itu terdapat 2 sumber air besar dan ditandai dengan 3 pohon beringin (Ringin Telu).

Lebih lanjut dikatakan :
”Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui saka¬béhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati. Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon! Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!”

Artinya :
”Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, carilah Anak Gembala. Segeralah pergi. Tapi ingat, jangan menoleh ke belakang!”
Perlambang "gagak berkoar di dahan mati" bermakna situasi dimana banyak suara-suara tanpa arti. Rakyat menjerit-jerit, penguasa mengumbar janji-janji kosong. Sedangkan negara digambarkan banyak ditimpa bencana. Sekarang ini banyak gunung di nusantara sedang aktif bahkan beberapa gunung telah meletus. Ribut seluruh bumi merupakan lambang keresahan dunia internasional dewasa ini terhadap perubahan iklim dunia dan pemanasan global. Hal ini ditandai dengan banyak bencana yang terjadi di banyak negara. Nampaknya kita sedang memasuki tahapan situasi ini. Mari kita renungkan dan perhatikan dengan apa yang sedang terjadi di seluruh negeri ini. Gunung-gunung telah mulai aktif, banyak terjadi bencana dengan unsur Air, Api, Angin dan Tanah dimana-mana, banyak pula terjadi huru-hara (demonstrasi/kerusuhan) sebagai lambang ketidakpuasan di berbagai tempat. Apakah ini terjadi secara kebetulan ?
Tentu bagi yang memahami, ini semua adalah merupakan skenario langit.
Hal ini akan kita bedah lagi setelah sampai pada kesimpulan setelah kita mengkaji karya-karya leluhur lainnya.